PEMBAHASAN
EPISTIMOLOGI
EKONOMI ISLAM
A.
Pengertian
Epistimologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) kata epistemologi memiliki arti cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar
dan batas-batas pengetahuan. Sedangkan secara etimologi, epistemologi berasal
dari dari kata Yunani yakni episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan
dan logos berarti teori. Sehingga menurut bahasa, epistimologi adalah teori
pengetahuan.
Epistimologi
adalah cabang ilmu filsafat yang membahas secara mendalam segenap proses untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.Epistimologi merupakan upaya untuk menyusun teori
yang baru.[1]
B.
Epistimologi Ekonomi Syariah
Secara
epistimologi ekonomi berasal dari okonomomia (Greek atau Yunani) kata Okonomia
berasal daridua kata oikos yang berarti rumah tanggadan Nomos yang
berarti aturan.Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan
tentu saja memiliki cara dalam perekonomian.
Ekonomi
islam yang dalam prakteknya terdapat dua realitas yaitu material dan
realist spiritual.Ilmu ekonomi diperoleh melalui pengamatan (empirisme)
terhadap gejala sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengamatan
yang dilakukan kemudian digeneralisasi melalui premis-premis khusus untuk
mengambil kesimpulan yang bersifat umum. Pada tahap ini, ilmu ekonomi
menggunakan penalaran yang bersifat kuantitatif .Fiqh mu’amalat diperoleh
melalui penelusuran langsung terhadap Al-Qur’an dan Hadits oleh para fuqaha.
Melalui kaedah-kaedah ushuliyah, mereka merumuskan beberapa aturan yang harus
dipraktekkan dalam kehidupan ekonomi umat.[2]
Menurut
Yusuf Halim al Alim ilmu ekonomi islam sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat
aplikatif yang diambil dari dalil-dalilyang terperinci terkait dengan
membelanjakan harta.Fokus Ekonomi islam adalah mempelajari perilaku muamalah
masyarakat islam yang sesuai dengan al-Quran,As-sunnah,Qiyas dan ijma dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah SWT.[3]
Secara Epistemologi, ekonomi
berasal dari Okonomia (Greek atau Yunani), kata Oikonomia
berasal dari dua kata Oikos yang berarti rumah tangga dan Nomos
yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu mengatur rumah tangga.
Secara Terminology, Samuelson
merumuskan, “Ilmu ekonomi didefenisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia
dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang langka untuk
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk
dikonsumsi".
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi
sebagaimana tersebut diatas, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur
segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam
kaitan ini, Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam
sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari
dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan harta.”
Defenisi yang disebutkan di atas
oleh Yusuf Halim al-'Alim menunjukkan bahwa fokus kajian Ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku muamalah
masyarakat Islam yang sesuai dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Qiyas dan Ijma’ dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari Ridha Allah SWT.
Seluruh disiplin ilmu pengetahuan
ilmiah mestilah memiliki landasan epistemologis. Dengan kata lain sebuah ilmu,
baru dapat dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu jika ia memenuhi syarat-syarat
ilmiah (scientific). Salah satu syarat dalam kajian filsafat adalah
epistemologi. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas secara mendalam
segenap proses untuk mempero leh ilmu pengetahuan.
Epistemologi pada hakikatnya
membahas tentang filsafat pengetahuan yang berkaitan dengan asal-usul (sumber)
pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut (metodologi) dan
kesahihan (validitas) pengetahuan tersebut. Ilmu ekonomi Islam (Islamic
economics) sebagai sebuah disiplin ilmu, jelas memiliki landasan epistemologis.
Membahas epistemologi ekonomi Islam berarti mengkaji asal-usul (sumber) ekonomi
Islam, metodologinya dan validitasnya secara ilmiah. Pengertian epistemologi S
ecara etimologi, epistemologi berasal dari kata Yunani epiteme dan logos.
Episteme berarti pengetahuan,
sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat
diartikan sebagai teori tentang pengetahuan. Secara terminology, Dagobert D
Renes dalam kamusnya Dictionary of Philosophy, (1971) menjelaskan bahwa:
epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin,
structure, methods, and validity of knowledge. (Runes, 1971: 94) Dengan
demikian, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji
secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode,
dan validitas pengetahuan.
Epistemologi ini pada umumnya
disebut filsafat pengetahuan. Dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory
of knowl edge. Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan
oleh JF Ferrier pada tahun 1854 Dalam pengertian terminologis ini, Miska
Muhammad Amin, mengatakan bahwa epistemologi terkait dengan masalah-masalah
yang meliputi: a) filsafat, yaitu se b agai cabang filsafat yang berusaha mencari
hakekat dan kebenaran pengetahuan, b) metoda, sebagai metoda, bertujuan
mengantar manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan c) sistem, sebagai suatu
sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Perspektif Barat Dalam tradisi keilmuan
Barat setidaknya ada 3 aliran besar filsafat ilmu, yaitu, empirisme,
rasionalisme dan positivisme. Di era modern empirisme dikembangkan pada zaman
Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Fi lsafat Bacon ini
mempunyai peran penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah,
bersifat praktis dan empiris. Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia atas
alam melalui penyelidikan ilmiah secara empiris. Rasionalisme Aliran ini
menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran ini yakni
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bagi aliran ini
kekeliruan pada aliran empirisme, adalah kelemahan alat indera yang terbatas. Kelemahan
itu dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari
kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera diperlukan
untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat
bekerja. Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran diperlukan akal
Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, belum
sistimatis atau masih chaos. Bahan pengalaman inderawi harus dipertimbangkan o
leh akal. Akal mengatur dan mensistimatoisasi pengalaman itu secara logis
sehingga terbentuklah pengetahuan. Metode-positivisme Metode ini dikemukankan
oleh August Comte (1798-1857).
Metode ini berpangkal dari gejala
yang faktual, yang positif. Ia mengenyam pingkan berbagai persoalan di luar fakta.
Karena itu Ia menolak metafisika dan agama. Apa yang diketahui secara positif
adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dalam bidang filsafat ilmu
pengetahuan, positivisme terbatas pada gejala-gejala empiris sa ja Epistemologi
Islam Epistemologi di dalam Islam memiliki beberapa macam antara lain: (a)
perenungan (contemplation) tentang sunnatullah sebagaimana dianjurkan didalam
al-Qur’an, (b) penginderaan ( sensation), (c) tafaqquh (perception, concept),
(d) penala ran (reasoning). Epistemologi di dalam Islam tidak berpusat kepada
manusia yang menganggap manusia sendiri sebagai makhluk mandiri dan menentukan
segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah, sehingga berhasil atau
tidaknya tergantung setiap usaha manu s ia, kepada iradat Allah. Epistemologi
Islam mengambil titik tolak Islam sebagai subjek untuk membicarakan filsafat
pengetahuan, maka di satu pihak epistemologi Islam berpusat pada Allah, dalam
arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala kebena r an. Di lain
pihak, epistemologi Islam berpusat pula pada manusia, dalam arti manusia
sebagai pelaku pencari pengetahuan (kebenaran). Di sini manusia berfungsi
subyek yang mencari kebenaran. Manusia sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk
memperoleh penget ahuan sekaligus memberi interpretasinya. Dalam Islam, manusia
memiliki pengetahuan, dan mencari pengetahuan itu sendiri sebagai suatu
kemuliaan.
Ada beberapa perbedaan antara
Filsafat Pengetahuan Islam (Epistemologi Islam) dengan epistemologi pada
umumnya. Pada garis besarnya, perbedaan itu terletak pada masalah yang
bersangkutan dengan sumber pengetahuan dalam Islam, yakni wahyu dan ilham.
Sedangkan masalah kebenaran epistemologi pada umumnya menganggap kebenaran
hanya berpusat pada manusia sebagai makhluk mandiri yang menentukan kebenaran.
Epistemologi Islam membicarakan pandangan para pemikir Islam tentang
pengetahuan, dimana manusia tidak lain hanya sebagai khalifah Allah, sebagai
makhluk pencari kebenaran. Manusia tergantung kepada Allah sebagai pemberi
kebenaran Menurut pandangan Syed Nawab Haider Naqvi, ada empat aksioma etika
yang mempengaruhi ilmu ekonomi Islam, yaitu tawhid, keadilan, kebebasan dan
tanggung jawab. Pengaruh asumsi dan pandangan yang dipakai dalam penelitian
ekonomi Islam harus terbuk ti faktual, berbagai dimensi manusia adalah
kenyataan faktual.
Metodologi ekonomi Islam mengungkap
permasalahan manusia dari sisi manusia yang multi dimensional tersebut. Keadaan
ini digunakan untuk menjaga obyektivitas dalam mengungkapkan kebenaran dalam s
uatu femomena. Sikap ini melahirkan sikap dinamis dan progressif untuk
menemukan kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki adalah ujung dari kebenaran.
Sumber ilmu ekonomi Islam Menurut M Akram Khan, sumber pembentukan ilmu ekonomi
Islam adalah: 1. Al-Qur ’an 2. A s-Sunnah 3. Hukum Islam dan yurisprudensinya
(Ijtihad) 4. Sejarah peradaban umat Islam 5. Berbagai data yang berkaitan
dengan kehidupan ekonomi Sementara itu Masudul Alam Chowdhury, merumuskan
metodologi Islamic Economic dengan istilah shuratic process. P e nggunaan
istilah shuratic berasal dari dari kata syura/musyawarah, untuk menunjukkan
bahwa proses ini bersifat konsultatif dan dinamis. Metodologi ini merupakan
upaya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat transenden, sekaligus
didukung oleh ke b enaran empiris dan rasional yang merupakan tolak ukur utama
kebenaran ilmiah saat ini. Sementara seorang muslim meyakini bahwa kebenaran
utama dan mutlak berasal dari Allah, sedangkan kebenaran dari manusia bersifat
tidak sempurna. Akan tetapi manusia dik a runiai akal dan berbagai fakta
empiris di sekitarnya sebagai wahana untuk memahami kebenaran dari Allah.
Perpaduan kebenaran wahyu dan kebenaran ilmiah akan menghasilkan suatu
kebenaran yang memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Menurut Chouwdhury sumbe
r utama dan permulaan dari segala ilmu pengatahuan (primordial stock of
knowledge) adalah al-Qur’an, sebab ia merupakan kalam Allah. Pengetahuan yang
ada dalam al-Qur’an memiliki kebenaran mutlak (absolute), telah mencakup segala
kehidupan secara komprehensif (complete) dan karenanya tidak dapat dikurangi
dan ditambah (irreducible). Akan tetapi, al-Qur’an pada dasarnya tidak
mengetahui pengetahuan yang praktis, tetapi lebih pada prinsip-prinsip umum.
Ayat-ayat al-Qur’an diimplementasikan dalam perilaku nyata oleh Rasulullah,
karena itu as-Sunnah juga adalah sumber ilmu pengetahuan berikutnya. Al-Qur’an
dan Sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam hukum-hukum dengan menggunakan
metode epistemological deduction, yaitu menarik prinsip-prinsip umum yang
terdapat d alam kedua sumber tersebut untuk diterapkan dalam realitas individu.
Selanjutnya dalam epistemologi Ekonomi Islam diperlukan ijtihad dengan
menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu ijtihad
istimbathi dan ijtihad tathbiqi. Ijtihad is timbathi bersifat deduksi,
sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat induksi. Dari segi kuantitas orang yang
berijtihad, ijtihad dibagi kepada dua, yaitu ijtihad fardi (individu) dan
ijtihad jama’iy (kumpulan orang banyak). Ijtihad yang dilakukan secara bersama
disebut ijma’ dan dianggap memiliki tingkat kebenaran ijtihad yang paling
tinggi. Dalam membicarakan epistemologi ekonomi Islam, digunakan metode desuksi
dan induksi. Ijtihad tahbiqi yang banyak mengunakan induksi akan menghasilkan
kesimpulan yang lebih ope rasional, sebab ia didasarkan pada kenyataan empiris.
Selanjutnya, dari keseluruhan proses ini –yaitu kombinasi dari elaborasi
kebenaran wahyu Allah dan as- Sunnah dengan pemikiran dan penemuan manusia yang
dihasilkan dalam ijtihad akan menghasilkan hukum dalam berbagai bidang
kehidupan. Jika diperhatikan, maka sesungguhnya Shuratic proses ini merupakan
suatu metode untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang memiliki akar kebenaran
empiris (truth based on empirical process).
[1] Goenawan Moehamad.Metodologi
Ekonomi Islam.Yogyakarta: UII Press, 1999. Hal24-25
[2] ttp://syamsirrangkuti.blogspot.com/2011/05/ekonomi-islam-dalam-pembahasan-ontologi.html, hal
1 diunduh pada 09 Desember 2015 pukul 17.20
[3] ttp://syamsirrangkuti.blogspot.com/2011/05/ekonomi-islam-dalam-pembahasan-ontologi.html, hal
1 diunduh pada 09 Desember 2015 pukul 17.20
No comments:
Post a Comment