BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kemungkinan akan
terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila
tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya. Risiko dalam bidang
perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipatied) maupun tidak dapat
diperkirakan (unancipatied) yang
berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko
tersebut tidak dapat dihindari namun dapat dikelola dan kedalikan. Risiko ini
haruslah dimanajemen sedemikian rupa untuk dapat diminimalisir potensi
terjadinya.
Setiap perbankan bukan hanya dibank konvensional tapi juga
di perbankan syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai macam risiko baik
itu eksternal maupun internal yang melekat pada perusahaan. Seperti juga
perbankan pada umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata
kelola yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang
disebut sebagai manajemen risiko.
Proses manajemen risiko merupakan sistem yang komprehensif
yang meliputi penciptaan lingkungan manajemen risiko yang kondisif, memelihara
pengukuran risiko yang efesien, proses mitigasi dan monitoring, serta
menciptakan sistem kontrol internal yang memadai.
Seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah yang sedemikian
pesat, maka manajemen risiko menjadi sesuatu yang penting untuk dikelola dengan
baik. Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah
ada bank, hal tersebut dapat dipahami bahwa bahwa bank muncul karena keberanian
untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko.
Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami
kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Selanjutnyua, dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut
tentang manajemen risiko, dan apa saja jenis dari risiko pada bank syariah,
serta proses dari dari manajemen risiko tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, didapat beberapa rumusan masalah yang
melatarbelakangi penulisan makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana manajemen risiko dibank syariah dan apa saja
manfaatnya ?
2. Apa saja jenis-jenis risiko yang
dihadapi oleh perbankan syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakter Manajemen Risiko dalam Bank
Islam
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda
dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas
melekat pad bank-bank yang beroprasi secara syariah. Dengan kata lain,
perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank konvensional bukan terletak
pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa yang dinilai.[1][1]
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi
risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko
yang ada pada bank pada umumnya, melainkan juga meliputi risiko yang khas hanya
ada pada bank-bank yang beroprasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini,
keunikan bank Islam terletak pada enam hal, yaitu :
· Proses transaksi pembiayaan,
· Proses manajemen,
· Sumber daya manusia (insani),
· Teknologi,
· Lingkungan eksternal,
· Kerusakan.
2. Penilaian Risiko
Dalam
penilaian risiko, keunikan bank Islam terlihat pada hubungan antara probability dan impact, atau biasa dikenal sebagai Qualitative Approach.
3. Antisipasi Risiko
Antisipasi
risiko dalam bank islam bertujuan untuk :
·
Preventive. Dalam hal ini, bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk
mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu,
bank islam juga memerlukan opini bahwa fatwa DSN bila bank Indonesia memandang
persetujuan DPS belum memadai atau berada diluar wewenang.
·
Detective. Pengawasan dalam bank islam meliputi dua aspek, yaitu
aspek perbankan oleh bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.
·
Recovery.
Koreksi atau suatu permasalahan dapat melibatkan bank Indonesia untuk aspek
perbankan dan DSN untuk aspek syariah.
4. Monitoring Risiko
Aktivitas
dalam bank islam tidak hanya meliputi manajemen bank islam, tetapi juga
melibatkan Dewan Pengawas Syariah.
B.
Karakteristik Risiko Perbankan
Syariah
Perbedaan antara rumusan teoritis dan realita dari perbankan
syariah dapat diidentifikasikan dengan jelas. Secara teoritis, para ekonom
muslim menjelaskan bahwa pada sisi liabilitas, bank syariah hanya memiliki dan
investasi (investment deposit).
Sedangkan pada sisi aset, dana investasi ini selanjutnya akan disalurkan
melalui bagi hasil (profit sharing).
Berdasarkan sistem ini, gejolak yang terjadi pada sisi aset, secara otomatis
ditompang oleh konsep berbagi risiko (risk sharing) sebagai karakteristik dari
dana investasi. Dengan demikian, secara teoritis perbankan syariah menawarkan
alternatif yang lebih stabil dibandingkan sistem perbarbankan
konvensional.Adapun karakteristik sistemik dari sistem ini adalah sebanding
dengan risiko yang melekat pada reksadana (mutual
fund).
Fukus perhatian dari studi ini adalah pada aspek praktik
perbankan syariah. Bagaimanapun, praktik perbankan syariah tidaklah sama dengan
apa yang ada dalam teori. Pada sisi aset, ivestasi dapat dilakukan melalui
model pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah
dan musyarakah) dan model pembiayaan
berbasis pendapatan tetap (fix income),
seperti murabahah (jual beli dengan mark-up), jual beli dengan cicilan (murabahah jangka menengah/panjang), istishna’/salam (penyerahan objek jual
beli ditangguhkan atau pembayaran dimuka) dan ijarah (sewa-menyewa). Dana hanya disediakan untuk membiayai
aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah. Sementara disisi
liabilitas, dana pihak ketiga dapat dihimpun dalam bentuk rekening giro (current account) dan rekening investasi
(investment account). Jenis dana yang
pertama dalam bank syariah adalah qard
hasan (pinjaman tanpa bunga) atau amanah
(kontrak kepercayaan). Dana tersebut harus dikembalikan secara penuh kepada
deposan atas unjuk(giro). Sedang deposan investasi akan menerima imbalan
berdasarkan skema profit and loss sharing
(PLS) dan dana tersebut ikut berbagi dalam risiko oprasional bank.
Penerapan konsep bagi hasil kepada deposan merupakan karakteristik unik bank
syariah.Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah, telah mengubah karakteristik risiko
yang dihadapi oleh bank syariah.[3][3]
C.
Jenis-jenis Risiko
Bank indonesia sebagai bank sentral pengatur kebijakan
peraturan perbankan di-Indonesia juga memikirkan pentingnya suatu pengelolalan
risiko bagi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang beroprasi
di-Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/29/PBI/2009 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank Umum Syariah dan
Unit Syariah.
Tujuan Peraturan Bank Indonesia ini untuk mengakomodasi
karakteristik kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah
(UUS) yang tidak sepenuhnya sama dengan perbankan konvensioanal dan dalam
rangka memenuhi amanah pasal 38 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Penerapan manajemen risiko pada Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan
kompleksitas usaha serta kemampuan bank umum syariah dan unit usaha syariah.[4][4]
Agar dapat menerapkan manajemen risiko diperbankan syariah
maka perlu diketahui jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh perbankan. Adapun
jenis resiko yang dikelola oleh bank adalah :
1. Risiko kredit atau pembiayaan
Resiko kredit diartikan sebagai resiko yang timbul akibat
kegagalan pihak lawan (counterparty)
memenuhi kewajibannya atau risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan
bahwa suatu counterpartyakan gagal
untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo.
Resiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktifitas
fungsional bank seperti pengkreditan (penyedia dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yaitu tercatat
dalam banking book maupun trading book.
2. Risiko Pasar (market risk)
Risiko yang muncul disebabkan oleh adanya pergerakan
variabel pasar (adverse movement)
dari portofolio yang dimiliki yang dapat merugikan bank.Variabel pasar dalam
hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar termasuk derivasi dari kedua jenis
risiko pasar tersebut yaitu perubahan option.
Risiko pasar antara lain terdapat pada aktifitas bank,
seperti kegiatan treasury dan
investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada
lembaga keungan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan
kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan
perdagangan.
3. Risiko Operasional
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidak
cukupan dan atau tidak berfunsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi oprasional
bank. Risiko oprasional melekat pada setiap aktivitasfungsional bank, seperti
kegiatan pengkreditan, treasry dan
investasi, oprasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen
utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan
pengelolaan sumber daya manusia.
4. Risiko Likuiditas (liquidity risk)
Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas dikategorikan
menjadi :
a. Risiko lkuditas pasar, yaitu resiko
yang timbul karena bank tidak mampu melakukan o_setting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi
likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption).
b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu
risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh
pendanaan dari sumber dana lain.
5. Risiko Hukum (legal risk)
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan ini antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti
tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tak
sempurna.
6. Risiko Reputasi (reputation risk)
Risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang
terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif dari masyarakat
terhadap bank.
7. Risiko Strategik (strategic risk)
Risiko yang disebabkan adanya
penetapan dan pelaksanaan strategi bank
yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya
bank terhadap perubahan eksternal.
8. Risiko Kepatuhan (compliance risk)
Risiko yang disebabkan karena tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan perturan perundang-undangan atau ketetapan
lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melakat pada risiko bank
yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.[5][5]
9. Risiko Modal (capital risk)
Unsur lain yang berhubungan dengan
perbankan adalah risiko modal. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para
penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank. Jumlah modal yang
dibutuhkan untuk melindungi para penyimpan dana berhubungan dengan kualitas dan
resiko dari aset bank.
Resiko modal berkaitan dengan
kualitas aset.Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset
yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila
kinerja aset-aset itu tidak baik, tingkat modal juga penting untuk menyangga
rasio likuiditas.
Sumber-sumber risiko yang berkaitan dengan perbankan juga
dapat dijumpai akibat kehilangan karena pencurian, perampokan, penipuan dan
kecurangan.Sehubungan dengan manajemen harus mengasuransikan beberapa jenis
resiko tertentu guna menerapkan sistem pengawasan untuk melindungi
kerugian-kerugian tersebut.[6][6]
D.
Proses Manajemen Risiko
Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap
awal bank syariah harus secara tepat mengenal, memahami serta mengidentifikasi
seluruh risiko, baik yang sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu
bisnis baru bank. Selanjutnya,
secara berturut-turut bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko. Proses ini terus berkesinambugan sehingga menjadi sebuah lifecycle.[7][7]
·
Identifikasi risiko, dilaksanakan
dengan melakukan analisis terhadap karakteristik risiko yang melekat pada
aktivitas fungsional, risiko terhadap produk dan kegiatan usaha.
·
Pengukuran risiko, dilaksanakan
dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber
data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko. Penyempurnaan terhadap
system pengukuran risiko dilakukan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha,
produk, transaksi dan factor risiko yang bersifat material.
·
Pemantau risiko, dilaksanakan dengan
melakukan evaluasi terhadap eksposure risiko. Penyempurnaan proses pelaporan
terhadap perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi
informasi dan system informasi manajemen yang berifat material.
E.
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank
Syariah
Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank
syariah, dalam hal ini BI sendiri baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank
sejak 1992. Sementra itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali
di-Indonesia pada tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia system perbankan
syariah, hal ini merupakan tantangan yang berat.
Bank syariahpun akan sangat sulit mengikuti konsep yang
telah dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat
perbankan konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun system
dan mengembangkan teknik manajemen risiko.
Dilain pihak, oprasibank syariah memiliki karakteristik dan
perbedaan yang sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional,
sementara manajemen risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar
tidak hancur dihantam risiko.
Maka cara yang paling cepat dan efektif adalah mengadopsi
system manajemen risiko bank konvensional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan syariah,
inilah yang dilakukan BI sebagai regulator perbankan nasional yang akan
menerapkan juga bagi bank syariah.
Dalam hal ini Islamic
Financial Services Board (IFSB) telah merumuskan prinsip-prinsip manajemen
risiko bagi bank dan lembaga keuangan yang berprinsip syariah. Disebutkan bahwa
bahwa kerangka manajemen risiko lembaga keuangan syariah mengacu pada Basel Accord II,[9][9](yang juga diterapkan perbankan
konvensional) dan disesuaikan dengan karakteristik lembaga keuangan dengan
prinsip syariah.
Secara umum risiko yang dihadapi perbankan syariah bias
diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yakni risiko yang sama denganyang
dhadapi oleh perbankan konvensional dan risiko yang memiliki keunikan
tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Resiko kredit,
risiko pasar, risiko oprasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum harus
dihadapi bank syariah tetapi, karena harus mematuhi aturan, risiko-risiko yang
dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.[10][10]
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang
unik (khas).Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda
dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah menambah
kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
Seperti withdrawal
risk, fiduciary risk, dan displaced
commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank
syariah.Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi modal pembiayaan dan
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah.
Withdrawal risk, adalah risiko penarikan dana yang
disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari
tingkat return. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukumbertanggung jawab
atas pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan dengan
ketentuan syariah atau salah kelola (mismanagement)
terhadap dana investor.Displaced
commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan
kepada pemegang ekuitas.Risiko ini bisa muncul ketika bank berada dibawah
tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian
profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.[11][11]
Dalam pengembangannya kedepan, perbankan syariah menghadapi
tantangan yang tidak ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini,
seperti pemilihan instrument finansial yang sesuai dengan prinsip syariah,
termasuk juga instrument pasar uang yang bisa digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai) terhadap risiko.
Oleh karena BI dan IFSB mengacu pada aturan Bassed Accor II, maka pemahaman yang
matang mengenai manajemen risiko bank
konvensional akan sangat membantu penerapan manajemen risiko dibank syariah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang
berbeda dengan bank konvensional, terutama karena
adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pad bank-bank yang beroprasi secara
syariah. Dengan kata lain, perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank
konvensional bukan terletak pada bagaimana cara mengukur, melainkan pada apa
yang dinilai
Jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh perbankan nantaranya :
· Risiko kredit atau pembiayaan
· Risiko Pasar (market risk)
· Risiko Oprasional
· Risiko Likuiditas (liquidity risk)
· Risiko Hukum (legal risk)
· Risiko Reputasi (reputation risk)
· Risiko Strategik (strategic risk)
· Risiko Kepatuhan (compliance risk)
· Risiko Modal (capital risk)
DAFTAR
PUSTAKA
·
Adiwarman, A. karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,
cet. 3 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
·
Tariqullah, Khan, Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
( Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
·
Veithzal Rivai Dkk, Bank and Financial Institution,
(jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007)
·
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (yogyakarta: UUP STIM YKPN, 2011), Ed. Rev,
Cet. II.
·
Siswanto. Ely, Sulhan, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah,
(Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. I, h. 151-15
[1][1]
Adiwarman, A. karim, Bank Islam Analisis
Fiqih dan Keuangan, cet. 3 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)
[3][3]
Tariqullah, Khan, Habib Ahmed, Manajemen
Risiko Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), H. 2-3.
[5][5]
Veithzal Rivai Dkk, Bank and Financial
Institution, (jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007)
[8][8]Siswanto.
Ely, Sulhan, Manajemen Bank Konvensional
dan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Cet. I, h. 151-15
[9][9]Komite
Basel (The Basel Committee) untuk pengawasan perbankan, dicetuskan pada tahun
1974 yang diprakarsai oleh para gubernur Bank Sentral. Basel adalah sebuah kota
di Swiss tempat para gubernur bank sentral tersebut berkumpul, kesepakatan
basel telah menjadi tolak ukur bagi bank sentral seluruh dunia dalam merancang
regulasi MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN yang berlaku di Negara masing-masing
termasuk Indonesia.
No comments:
Post a Comment