Monday, August 8, 2016

EPISTEMOLOGI EKONOMI SYARI’AH

PEMBAHASAN
EPISTIMOLOGI EKONOMI ISLAM

A.    Pengertian Epistimologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata epistemologi memiliki arti cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Sedangkan secara etimologi, epistemologi berasal dari dari kata Yunani yakni episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Sehingga menurut bahasa, epistimologi adalah teori pengetahuan.
Epistimologi adalah cabang ilmu filsafat yang membahas secara mendalam segenap proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan.Epistimologi merupakan upaya untuk menyusun teori yang baru.[1]

B.     Epistimologi Ekonomi Syariah
Secara epistimologi ekonomi berasal dari okonomomia (Greek atau Yunani) kata Okonomia berasal daridua kata oikos yang berarti rumah tanggadan Nomos yang berarti aturan.Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan tentu saja memiliki cara dalam perekonomian.
Ekonomi islam yang dalam prakteknya terdapat dua realitas yaitu material dan  realist spiritual.Ilmu ekonomi diperoleh melalui pengamatan (empirisme) terhadap gejala sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengamatan yang dilakukan kemudian digeneralisasi melalui premis-premis khusus untuk mengambil kesimpulan yang bersifat umum. Pada tahap ini, ilmu ekonomi menggunakan penalaran yang bersifat kuantitatif .Fiqh mu’amalat diperoleh melalui penelusuran langsung terhadap Al-Qur’an dan Hadits oleh para fuqaha. Melalui kaedah-kaedah ushuliyah, mereka merumuskan beberapa aturan yang harus dipraktekkan dalam kehidupan ekonomi umat.[2]
Menurut Yusuf Halim al Alim ilmu ekonomi islam sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat aplikatif yang diambil dari dalil-dalilyang terperinci terkait dengan membelanjakan harta.Fokus Ekonomi islam adalah mempelajari perilaku muamalah masyarakat islam yang sesuai dengan al-Quran,As-sunnah,Qiyas dan ijma dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari ridha Allah SWT.[3]
Secara Epistemologi, ekonomi berasal dari Okonomia (Greek atau Yunani), kata Oikonomia berasal dari dua kata Oikos yang berarti rumah tangga dan Nomos yang berarti aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu mengatur rumah tangga.
Secara Terminology, Samuelson merumuskan, “Ilmu ekonomi didefenisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber prospektif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi".
Berdasarkan ruang lingkup ekonomi sebagaimana tersebut diatas, maka Islam sebagai sebuah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, tentu saja mempunyai cara untuk berekonomi. Dalam kaitan ini, Yusuf Halim al-‘Alim mendefinisikan ilmu ekonomi Islam sebagai “Ilmu tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci terkait dengan mencari, membelanjakan harta.
Defenisi yang disebutkan di atas oleh Yusuf Halim al-'Alim menunjukkan bahwa fokus kajian Ekonomi Islam adalah mempelajari perilaku muamalah masyarakat Islam yang sesuai dengan al-Qur’an, as-Sunnah, Qiyas dan Ijma’ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk mencari Ridha Allah SWT.
Seluruh disiplin ilmu pengetahuan ilmiah mestilah memiliki landasan epistemologis. Dengan kata lain sebuah ilmu, baru dapat dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu jika ia memenuhi syarat-syarat ilmiah (scientific). Salah satu syarat dalam kajian filsafat adalah epistemologi. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas secara mendalam segenap proses untuk mempero leh ilmu pengetahuan.
Epistemologi pada hakikatnya membahas tentang filsafat pengetahuan yang berkaitan dengan asal-usul (sumber) pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut (metodologi) dan kesahihan (validitas) pengetahuan tersebut. Ilmu ekonomi Islam (Islamic economics) sebagai sebuah disiplin ilmu, jelas memiliki landasan epistemologis. Membahas epistemologi ekonomi Islam berarti mengkaji asal-usul (sumber) ekonomi Islam, metodologinya dan validitasnya secara ilmiah. Pengertian epistemologi S ecara etimologi, epistemologi berasal dari kata Yunani epiteme dan logos.
Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan. Secara terminology, Dagobert D Renes dalam kamusnya Dictionary of Philosophy, (1971) menjelaskan bahwa: epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods, and validity of knowledge. (Runes, 1971: 94) Dengan demikian, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
Epistemologi ini pada umumnya disebut filsafat pengetahuan. Dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowl edge. Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh JF Ferrier pada tahun 1854 Dalam pengertian terminologis ini, Miska Muhammad Amin, mengatakan bahwa epistemologi terkait dengan masalah-masalah yang meliputi: a) filsafat, yaitu se b agai cabang filsafat yang berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan, b) metoda, sebagai metoda, bertujuan mengantar manusia untuk memperoleh pengetahuan, dan c) sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Perspektif Barat Dalam tradisi keilmuan Barat setidaknya ada 3 aliran besar filsafat ilmu, yaitu, empirisme, rasionalisme dan positivisme. Di era modern empirisme dikembangkan pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561-1626). Fi lsafat Bacon ini mempunyai peran penting dalam metode induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah, bersifat praktis dan empiris. Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah secara empiris. Rasionalisme Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia menurut aliran ini yakni memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme, adalah kelemahan alat indera yang terbatas. Kelemahan itu dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi untuk sampainya manusia kepada kebenaran diperlukan akal Laporan indera menurut rasionalisme merupakan bahan yang belum jelas, belum sistimatis atau masih chaos. Bahan pengalaman inderawi harus dipertimbangkan o leh akal. Akal mengatur dan mensistimatoisasi pengalaman itu secara logis sehingga terbentuklah pengetahuan. Metode-positivisme Metode ini dikemukankan oleh August Comte (1798-1857).
Metode ini berpangkal dari gejala yang faktual, yang positif. Ia mengenyam pingkan berbagai persoalan di luar fakta. Karena itu Ia menolak metafisika dan agama. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan, positivisme terbatas pada gejala-gejala empiris sa ja Epistemologi Islam Epistemologi di dalam Islam memiliki beberapa macam antara lain: (a) perenungan (contemplation) tentang sunnatullah sebagaimana dianjurkan didalam al-Qur’an, (b) penginderaan ( sensation), (c) tafaqquh (perception, concept), (d) penala ran (reasoning). Epistemologi di dalam Islam tidak berpusat kepada manusia yang menganggap manusia sendiri sebagai makhluk mandiri dan menentukan segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah, sehingga berhasil atau tidaknya tergantung setiap usaha manu s ia, kepada iradat Allah. Epistemologi Islam mengambil titik tolak Islam sebagai subjek untuk membicarakan filsafat pengetahuan, maka di satu pihak epistemologi Islam berpusat pada Allah, dalam arti Allah sebagai sumber pengetahuan dan sumber segala kebena r an. Di lain pihak, epistemologi Islam berpusat pula pada manusia, dalam arti manusia sebagai pelaku pencari pengetahuan (kebenaran). Di sini manusia berfungsi subyek yang mencari kebenaran. Manusia sebagai khalifah Allah berikhtiar untuk memperoleh penget ahuan sekaligus memberi interpretasinya. Dalam Islam, manusia memiliki pengetahuan, dan mencari pengetahuan itu sendiri sebagai suatu kemuliaan.
Ada beberapa perbedaan antara Filsafat Pengetahuan Islam (Epistemologi Islam) dengan epistemologi pada umumnya. Pada garis besarnya, perbedaan itu terletak pada masalah yang bersangkutan dengan sumber pengetahuan dalam Islam, yakni wahyu dan ilham. Sedangkan masalah kebenaran epistemologi pada umumnya menganggap kebenaran hanya berpusat pada manusia sebagai makhluk mandiri yang menentukan kebenaran. Epistemologi Islam membicarakan pandangan para pemikir Islam tentang pengetahuan, dimana manusia tidak lain hanya sebagai khalifah Allah, sebagai makhluk pencari kebenaran. Manusia tergantung kepada Allah sebagai pemberi kebenaran Menurut pandangan Syed Nawab Haider Naqvi, ada empat aksioma etika yang mempengaruhi ilmu ekonomi Islam, yaitu tawhid, keadilan, kebebasan dan tanggung jawab. Pengaruh asumsi dan pandangan yang dipakai dalam penelitian ekonomi Islam harus terbuk ti faktual, berbagai dimensi manusia adalah kenyataan faktual.
Metodologi ekonomi Islam mengungkap permasalahan manusia dari sisi manusia yang multi dimensional tersebut. Keadaan ini digunakan untuk menjaga obyektivitas dalam mengungkapkan kebenaran dalam s uatu femomena. Sikap ini melahirkan sikap dinamis dan progressif untuk menemukan kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki adalah ujung dari kebenaran. Sumber ilmu ekonomi Islam Menurut M Akram Khan, sumber pembentukan ilmu ekonomi Islam adalah: 1. Al-Qur ’an 2. A s-Sunnah 3. Hukum Islam dan yurisprudensinya (Ijtihad) 4. Sejarah peradaban umat Islam 5. Berbagai data yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi Sementara itu Masudul Alam Chowdhury, merumuskan metodologi Islamic Economic dengan istilah shuratic process. P e nggunaan istilah shuratic berasal dari dari kata syura/musyawarah, untuk menunjukkan bahwa proses ini bersifat konsultatif dan dinamis. Metodologi ini merupakan upaya untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat transenden, sekaligus didukung oleh ke b enaran empiris dan rasional yang merupakan tolak ukur utama kebenaran ilmiah saat ini. Sementara seorang muslim meyakini bahwa kebenaran utama dan mutlak berasal dari Allah, sedangkan kebenaran dari manusia bersifat tidak sempurna. Akan tetapi manusia dik a runiai akal dan berbagai fakta empiris di sekitarnya sebagai wahana untuk memahami kebenaran dari Allah. Perpaduan kebenaran wahyu dan kebenaran ilmiah akan menghasilkan suatu kebenaran yang memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Menurut Chouwdhury sumbe r utama dan permulaan dari segala ilmu pengatahuan (primordial stock of knowledge) adalah al-Qur’an, sebab ia merupakan kalam Allah. Pengetahuan yang ada dalam al-Qur’an memiliki kebenaran mutlak (absolute), telah mencakup segala kehidupan secara komprehensif (complete) dan karenanya tidak dapat dikurangi dan ditambah (irreducible). Akan tetapi, al-Qur’an pada dasarnya tidak mengetahui pengetahuan yang praktis, tetapi lebih pada prinsip-prinsip umum. Ayat-ayat al-Qur’an diimplementasikan dalam perilaku nyata oleh Rasulullah, karena itu as-Sunnah juga adalah sumber ilmu pengetahuan berikutnya. Al-Qur’an dan Sunnah kemudian dapat dielaborasi dalam hukum-hukum dengan menggunakan metode epistemological deduction, yaitu menarik prinsip-prinsip umum yang terdapat d alam kedua sumber tersebut untuk diterapkan dalam realitas individu. Selanjutnya dalam epistemologi Ekonomi Islam diperlukan ijtihad dengan menggunakan rasio/akal. Ijtihad terbagi kepada dua macam, yaitu ijtihad istimbathi dan ijtihad tathbiqi. Ijtihad is timbathi bersifat deduksi, sedangkan ijtihad tathbiqi bersifat induksi. Dari segi kuantitas orang yang berijtihad, ijtihad dibagi kepada dua, yaitu ijtihad fardi (individu) dan ijtihad jama’iy (kumpulan orang banyak). Ijtihad yang dilakukan secara bersama disebut ijma’ dan dianggap memiliki tingkat kebenaran ijtihad yang paling tinggi. Dalam membicarakan epistemologi ekonomi Islam, digunakan metode desuksi dan induksi. Ijtihad tahbiqi yang banyak mengunakan induksi akan menghasilkan kesimpulan yang lebih ope rasional, sebab ia didasarkan pada kenyataan empiris. Selanjutnya, dari keseluruhan proses ini –yaitu kombinasi dari elaborasi kebenaran wahyu Allah dan as- Sunnah dengan pemikiran dan penemuan manusia yang dihasilkan dalam ijtihad akan menghasilkan hukum dalam berbagai bidang kehidupan. Jika diperhatikan, maka sesungguhnya Shuratic proses ini merupakan suatu metode untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang memiliki akar kebenaran empiris (truth based on empirical process).




[1] Goenawan Moehamad.Metodologi Ekonomi Islam.Yogyakarta: UII Press, 1999. Hal24-25
[2] ttp://syamsirrangkuti.blogspot.com/2011/05/ekonomi-islam-dalam-pembahasan-ontologi.html, hal 1 diunduh pada 09 Desember 2015 pukul 17.20
[3] ttp://syamsirrangkuti.blogspot.com/2011/05/ekonomi-islam-dalam-pembahasan-ontologi.html, hal 1 diunduh pada 09 Desember 2015 pukul 17.20

No comments:

Post a Comment