Monday, August 15, 2016

PRILAKU KONSUMEN DALAM PANDANGAN EKONOMI ISLAM

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat serta taufik-Nya saya dapat menyusun makalah ini dengan judul “Perilaku Konsumen dalam Pandangan Ekonomi Islam” ini untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang akan menjadi shafa’atul uthma bagi kita semua di akhirat kelak.Amin.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Ely Masykurah, S.E, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini dan yang senantiasa membimbing dan memberikan ilmunya kepada saya. Kepada temen-temen yang telah memberikan masukan atas kesempurnaan makalah ini.
Saya  juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen pengampu sangat kami harapkan demi kebaikan makalah kami selanjutnya dan semoga apa yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


Ponorogo, Oktober 2015
Hormat Kami

Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman judul……………………………………………………………     1
Kata pengantar…………………………………………………………..      2
Daftar isi………………………………………………………………...      3
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………..      4
a.       Latar belakang………………………………………………..    4
b.      Rumusan masalah…………………………………………….    5
Bab II Pembahasan………………………………………………………     6
a.       Definisi perilaku konsumen …………………………………     6
b.      Dasar hokum perilaku konsumen …………………………….    6
c.       Konsep dasar konsumen dalam Islam………………………..     8
d.      Konsep Maslahah dalam perilaku konsumen islam …………      9
e.       Prinsip-prinsip konsumsi muslim…………………………….      10
f.       Model Kesimbangan dalam konsumsi ……………………….    11
g.      Makro ekonomi perilaku konsumen dalam islam…………….     13
Bab III Kesimpulan ……………………………………………………....   16
Daftar Pustaka ……………………………………………………………   17




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ekonomi Islam sesungguhnya adalah satu realitas “baru” dalam dunia ilmiah modern saat ini. Ekonomi Islam tumbuh menyempurnakan diri di tengah-tengah beragamnya system sosial dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada sistem sekuler. Dikatakan baru karena system ekonomi Islam sudah pernah dipraktikkan secara sempurna di masa rasulullah hingga masa keemasan daulah islamiyah. Yang kemudian ekonomi Islam terlahir kembali di masa berkecamuknya perang dingin antara dua super power dunia Amerika Serikat yang didukung sekutu Baratnya, berhadapan dengan Uni Soviet yang didukung negara Eropa Timur. Kedua blog ini merupakan cerminan dari paham kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Ditengah kedua arus ini, ekonomi Islam merupakan jawaban atas ketidakseimbangan antara system kapitalisme dan sosialisme-komunisme dalam mengatur konsumsi, distribusi dan produksi dan lain sebagainya.
Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian karena manusia tidak aka nada kehidupan tanpa adanya konsumsi. Mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan penegakan kehidupan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan. Begitu pentingnya masalah konsumsi, Islam telah mengatur bagaimana manusia berguna bagi ke-maslaht­-an kehidupannya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, maka ia akan menjalankan konsumsi yang jauh dari sifat hina. Prilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan al-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Karena konsumsinya tidak hanya berdasarkan kebutuhan duniawi akan tetapi juga kebutuhan akherat.
Untuk itulah dalam makalah ini akan dibahas tentang prilaku konsumen dalam pandangan ekonomi islam sehingga memberikan gambaran bagi kita untuk menjalankan pemenuhan kebutuhan hidup berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah.
B.     Rumusan Masalah
Diharapkan dalam makalah ini bisa menjawab rumusan masalah berikut ini:
1.      Apa dasar hokum prilaku konsumen dalam pandangan ekonomi islam?
2.      Bagaimana konsep dasar konsumen dalam pandangan ekonomi islam?
3.      Bagaimana prinsip Islam dalam konsumsi?
4.      Bagaimana prilaku konsumen muslim?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Perilaku Konsumen
Dalam teori ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu berusaha memaksimalkan kepuasannya dan selalu bertindak rasional. Para konsumen akan berusaha memaksimalkan kepuasannya selama kemampuan finansialnya memungkinkan. Mereka memiliki pengetahuan tentang alternatif produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka.[1]
Menurut Kotler dalam The American Marketing Assosiation, sebagaimana dikutip Nugroho J. Setiadi, prilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya, di mana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari hal tersebut terdapat tiga ide penting yang dapat disimpulkan yaitu: 1) perilaku konsumen adalah dinamis; 2) hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar; 3) juga melibatkan pertukaran.[2]
 Sedangkan menurut Swastha dan Handoko perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu[3]. Menurut Engel adalah tindakan langsung yang terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan yang mengikuti dan mendahului tindakan ini. Sedangkan menurut Loudan dan Bitta lebih menekankan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan. Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktifitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau mengatur barang dan jasa.[4]
Dari pengertian diatas, maka perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.
B.     Dasar Hukum Prilaku Konsumen
Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah  kepada manusia untuk dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan adalah kegiatan ekonomi secara umum dan lebih sempit lagi dalam kegiatan konsumsi. Hassan Sirry menyatakan bahwa sumber hokum tersebut antara lain yaituyang berasal dari ayat al-Qur’an dan al-Sunnah. [5]
Firman Allah:
”Makanlah dan minumlah, namun jangan berlebihan-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.[6]
Hadith Rasulullah:
“Abu Said al-Chodry berkata: ketika kami dalam bepergian bersama nabi. Mendadak dating seorang berkendaraan, sambil menoleh ke kanan dan kiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka nabi bersabda: siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan pada yang tidak menpunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang yang tidak berbekal. Kemudian rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim)
Selain firman allah dan sabda rasullah diatas masih banyak kita temui di al-Qur’an dan hadith yang menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan ekonomi baik itu konsumsi, produksi, distribusi dan muamalah-muamalah yang lainnya.         
C.    Konsep Dasar Konsumen Dalam Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, pemenuhan kebutuhan akan sandang pangan dan papan harus dilandasi dengan nilai-nilai spritualisme islami dan adanya keseimbangan dalam pengelolaan harta kekayaan. Selain itu, kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya harus berdasarkan batas kecukupan (had al-kifayah), baik atas kebutuhan pribadi maupun keluarga.[7] Ketentuan dalam ekonomi Islam yang berlandaskan nilai-nilai spritualisme islami, menafikan karakteristik perilaku konsumen yang berlebihan dan materalistik.
Dalam melakukan nilai konsumsi, nilai guna atau tingkat kepuasan (utility) diterima harus sebanding dengan apa yang telah dikeluarkan atau dibelanjakan. Sehingga terjadi antara keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Kendati demikian, utility konsumen dipengaruhi tentang cita rasa, pendapatan dan preferensi dari barang dan jasa yang tersedia. Dalam perkembanganya, preferensi seseorang terhadap sebuah komoditas sangat beragam dimana sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan pemahaman manusia terhadap kehidupam. Preferensi seorang muslim akan sangat jauh berbeda dengan preferensi seorang non-muslim. Karena itu ada tiga unsur yang dapat mempengaruhi prilaku seorang konsumen dalam berkonsumsi yaitu rasionalitas, kebebasan ekonomi dan utility.
Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam prespektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri. Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam
D.    Konsep Maslahah Dalam Perilaku Konsumen Islami
Imam Shatibi menggunakan kata maslahah yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau kepuasaan dalam terminologo ekonomi konvensional. Maslahah merupakan tujuan hokum syara’ yang paling utama. Ada lima elemen dasar menurut beliau yakni kehidupan atau jiwa (al-nafs), harta (al-maal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql) dan keluarga atau keturunan (al-nasl).
Dari kelima elemen diatas, maslahah terbagi menjadi dua jenis yaitu pertama, maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut kehidupan dunia dan akherat. Kedua, maslahah terhadap elemen yang menyangkut hanya kehidupan akerat. Pada tingkatan tertentu, konsumen muslim memiliki alokasi untuk hal-hal menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi lebih sedikit daripada nonmuslim. Dalam membandingkan konsep pemenuhan kebutuhan yang terkandung didalamnya maslahah, perlu membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hokum syara’ yakni:[8]
1.      Daruriyyah
Tujuan daruriyah merupakan tujuan yang harus ada dan mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat yaitu mencakup terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan, agama, akal dan keturunan serta harta benda. Jika tujuan ini diabaikan maka tidak akan ada kedamaian dan akan timbul kerusakan dan kerugian di dunia dan akhirat.
2.      Hajiyyah
Hukum Syara dalam kategori ini dimaksudkan untuk lebih berhati-hati dalam pemenuhan konsumsi seorang muslim.
3.      Tahsiniyyah
Syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman didalamnya. Tujuanya untuk mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dari daruriyyah dan hajiyyah.
E.     Prinsip Konsumsi Muslim
Ada beberapa prinsip dalam berkonsumsi bagi seorang muslim yang membedakan dengan prilaku konsumsi nonmuslim. Prinsip tersebut disarikan dari ayat al-Qur’an dan hadith. Prinsip itu adalah:[9]
1.         Prinsip syariah
Prinsip ini terdiri dari prinsip-prinsip turunan diantaranya yaitu
a.       Memperhatikan tujuan konsumsi atau maslahah
b.      Memperhatikan kaidah ilmiah seperti kebersihan, kehalalan dan lain-lain
c.       Memperhatikan bentuk konsumsi
2.         Prinsip kuantitas
Prinsip ini terdiri dari prinsip-prinsip turunan diantaranya yaitu
a.       Sederhana dan tidak bermegah-megahan sebagimana dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 67, al-Isra’ ayat 27
b.      Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-thalaq ayat 7
3.         Prinsip prioritas
Prioritas atau urutan konsumsi alokasi harta menurut syariat islam antara lain adalah
a.       Untuk nafkah diri, istri, anak dan saudara
b.      Untuk memperjuangkan agama Allah
4.         Prinsip moralitas
Prinsip ini mengandung arti ketika berkonsumsi terhadap suatu barang maka harus menjaga martabat manusia yang mulia. Sehingga dalam berkonsumsi harus menjaga adab dan etika.
Menurut Manan terdapat lima prinsip konsumsi dalam Islam yaitu: pertama, prinsip keadilan. Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Kedua, prinsip kebersihan. Maksudnya adalah bahwa makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Ketiga, prinsip kesederhanaan. Prinsip ini mengatur  perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan. Keempat, prinsip kemurahan Hati. Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya, Kelima, prinsip moralitas. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah SWT. sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.[10]
Sedangkan prinsip konsumsi menurut Ali Sakti, bahwa ada empat prinsip utama dalam sistem ekonomi islam yang diisyaratkan dalam al-Qur’an: 1) hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan. Ini berarti tindakan ekonomi hanyalah untuk   memenuhi kebutuhan (needs) bukan keinginan (wants); 2) implementasi zakat, infak, dan shadaqah; 3) pelarangan riba. Menjadikan sistem bagi hasil dengan instrumen mudharabah dan musyarakah sebagai sistem kredit dan instrumen bunganya; 4) menjalankan usaha-usaha yang halal; dari produk atau komoditi, proses produksi hingga distribusi.
Sesungguhnya Islam tidak mempersulit jalan hidup seseorang konsumen. Jika seseorang mendapatkan penghasilan dan setelah dihitung dan hanya mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya saja, maka tak ada keharusan untuk membelanjakan untuk konsumsi sosial. Sedangkan apabila pendapatannya melebihi konsumsi tidak ada alasan baginya untuk tidak mengeluarkan kebutuhan  konsumsi sosial. Pendapatan dan penghasilan yang diperoleh dengan cara yang halal akan digunakan untuk menutupi kebutuhan individu dan keluarga dengan jalan yang halal pula, yang secara langsung menguntungkan pasar mulai dari produsen hingga pedagang. Setiap uang yang dibelanjakan konsumen menjadi revenue bagi pengusaha sebagai bentuk pertukaran antara barang dan uang. Konsumen mendapatkan kepuasan dari barang yang di beli dan pengusaha mendapatkan keuntungan dari barang yang dijualnya. Konsumen memerlukan barang untuk kelangsungan hidupnya, secara langsung membutuhkan produsen dan pedagang. Sedangkan pengusaha memerlukan konsumen agar dia dapat melanjutkan produksi sekaligus pula menghidupkan diri dan keluarga dari keuntungan barang yang dijualnya. Tidak jarang, dalam satu segi konsumen bisa berperan sebagai produsen dan produsen bisa berperan sebagai konsumen.
F.     Model Keseimbangan dalam Konsumsi  Islam
Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada keadilan distribusi. Keadilan konsumsi adalah di mana seorang konsumen membelanjakan penghasilannya untuk kebutuhan materi dan kebutuhan sosial. Kebutuhan materi dipergunakan untuk kehidupan duniawi individu dan keluarga. Konsumsi sosial dipergunakan untuk kepentingan akhirat nanti yang berupa zakat, infaq, dan shadaqah. Dengan kata lain konsumen muslim akan membelanjakan pendapannya untuk duniawi dan ukhrawi. Di sinilah muara keunikan konsumen muslim yang mengalokasikan pendapatannya yang halal untuk zakat sebesar 2,5 %, kemudian baru mengalokasikan dana lainnya pada pos konsumsi yang lain. Baik berupa konsumsi individu maupun konsumsi sosial yang lainnya. 
Dalam Ekonomi Islam kepuasan konsumen bergantung pada nilai-nilai agama yang dia terapkan pada rutinitas kegiatannya yang tercermin pada uang yang dibelanjakannya. Ajaran agama yang dijalankan baik menghindarkan konsumen dari sifat israf, karena israf merupakan sifat boros yang dengan sadar dilakukan untuk memenuhi tuntutan nafsu belaka.
Selain karena keseimbangan konsumsi maka di antara pendapatan konsumen merupakan hak-hak Allah terhadap para hamba-Nya yang kaya dalam harta mereka. Yakni dalam bentuk zakat-zakat wajib, diikuti sedekah dan infak. Semua konsumsi itu dapat membersihkan harta dari segala noda syubhat dan dapat mensucikan hati dari berbagai penyakit yang menyelimutinya seperti rasa kikir, tak mau mengalah dan egois.
Dalam perspektif ekonomi Islam. perilaku konsumsi seorang muslim didasarkan pada beberapa asumsi sebagaimana dikemukakan oleh Monzer Kahf, yaitu :[11]
1.        Islam merupakan suatu agama yang diterapkan di tengah masyarakat.
2.        Zakat hukumnya wajib.
3.        Tidak ada riba dalam masyarakat.
4.        Prinsip mudharabah diterapkan dalam aktivitas bisnis.
5.        Konsumen berperilaku rasional yaitu berusaha mengoptimalkan kepuasan.
Dalam ekonomi Islam, unsur pendapatan masyarakat dialokasikan pada beberapa bentuk pengeluaran, yaitu untuk konsumsi, tabungan dan sebagian dari pendapatan itu dikurangkan untuk infak dan shadaqah. Hal ini selaras dengan makna hadith Nabi SAW yaitu "Yang engkau miliki adalah apa-apa yang engkau konsumsi dan apa-apa yang engkau infakkan". Dari penjelasan tersebut, maka dapat dirumuskan suatu fungsi pendapatan dalam ekonomi Islam sebagai berikut:
Y = C + S + Infaq
Y = C + Infaq + S
Jika……………..FS = C + Infaq
Maka…………...Y =FS+S
Di mana………..FS = Final spending (konsumsi yang dikeluarkan seseorang baik untuk pribadi dan untuk di jalan Allah)
Dengan adanya konsumsi sosial akan membawa berkah dan manfaat, yaitu munculnya ketentraman, kestabilan, dan keamanan sosial, karena segala rasa dengki akibat ketimpangan sosial dan ekonomi dapat dihilangkan dari masyarakat. Rahmat dan sikap menolong juga mengalir deras ke dalam jiwa orang kaya yang memiliki kelapangan harta. Sehingga masyarakat seluruhnya mendapatkan karunia dengan adanya sikap saling menyayangi, saling bahu membahu sehingga muncul kemapanan sosial.[12] Di sinilah, nampak ekonomi Islam menaruh perhatian pada maslahah sebagai tahapan dalam mencapai tujuan ekonominya, yaitu falah (ketentraman). Konsumen muslim selalu menggunakan kandungan berkah dalam setiap barang sebagai indikator apakah barang yang dikonsumsi tersebut akan menghadirkan berkah atau tidak.[13] Dengan kata lain konsumen akan jenuh apabila mengkonsumsi  suatu barang atau jasa apabila tidak terdapat berkah di dalamnya. Konsumen merasakan maslahah dan menyukainya dan tetap rela melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat  kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak ada.[14]
G.    Makro Ekonomi Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa perilaku konsumsi seorang muslim ditujukan untuk dimensi dunia dan akhirat. Berangkat dari sasaran pokok ini, maka utuk menghasilkan fungsi makro ekonomi perilaku konsumen dalam Islam perlu ditentukan asumsi sebagai dasar pijakan. Asumsi yang harus dipenuhi untuk membangun fungsi makro perilaku konsumen dalam Islam adalah:[15]
1.         Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sistem ekonomi dimana hokum Islam dan institusi Islam berjalan dan mayoritas masyarakat meyakini terhadap ideology Islam dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.         Istitusi zakat dijadikan sebagai struktur sosio-ekonomi masyarakat dan lembaga zakat telah melakukan pengumpulan zakat dan penyaluran sesuai peritah Islam.
3.         Perilaku riba dapat dilarang atau tidak terjadi.
4.         Qirod menjadi isntitusi ekonomi yang legal. Qirod didefinisikan sebagai suatu aktivitas mengembangkan uang untuk proses produksi melalui kerjasama antara pemilik modal dengan pemilik keahlian.
5.         Dikembangkannya pasar yang untuk producer’s goods, consumer’s goods dan secara khusus untuk instrument keuangan.
6.         Konsumen diasumsikan berusaha memaksimumkan kepuasan atas pendapatannya. Hal ini sebagai implikasi dari hadith rasul yang menyatakan: “upayakan harta anak yatim, sehingga harta tersebut tidak habis dimakan zakat”. Hal ini diasumsikan bahwa konsumen dianjurkan untuk menjaga tingkat kekayaan dari pengurangan setelah pembayaran zakat.
Jika asumsi tersebut dipenuhi, maka bangunan makro ekonomi mengenai perilaku konsumen dapat dicapai. Situasi makro ini tergantung pada bagaimana perilaku konsumen dalam membelanjakan hartanya. Perilaku konsumen yang mempengaruhi situasi makro ekonomi adalah tergantung padavkeputusan pengeluaran akhir atau the final spending decisions dan keputusan investasi atau the investment decisions.



BAB III
KESIMPULAN
Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut. Pemenuhan kebutuhan akan sandang pangan dan papan harus dilandasi dengan nilai-nilai spritualisme islami dan adanya keseimbangan dalam pengelolaan harta kekayaan. Selain itu, kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya harus berdasarkan batas kecukupan (had al-kifayah), baik atas kebutuhan pribadi maupun keluarga. Ketentuan dalam ekonomi Islam yang berlandaskan nilai-nilai spritualisme islami, menafikan karakteristik perilaku konsumen yang berlebihan dan materalistik. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut sebagai seorang muslim harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam berkonsumsi yaitu prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati, prinsip moralitas.
Dengan adanya konsumsi sosial akan membawa berkah dan manfaat, yaitu munculnya ketentraman, kestabilan, dan keamanan sosial, karena segala rasa dengki akibat ketimpangan sosial dan ekonomi dapat dihilangkan dari masyarakat. Rahmat dan sikap menolong juga mengalir deras ke dalam jiwa orang kaya yang memiliki kelapangan harta. Sehingga masyarakat seluruhnya mendapatkan karunia dengan adanya sikap saling menyayangi, saling bahu membahu sehingga muncul kemapanan sosial. Di sinilah, nampak ekonomi Islam menaruh perhatian pada maslahah sebagai tahapan dalam mencapai tujuan ekonominya, yaitu falah (ketentraman).



DAFTRA PUSTAKA
Hakim, Lukman. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga, 2012.
Nasution, Edwin Mustafa, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenadan Media Group, 2010.
Muhammad. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakrta: BPFE-Yogyakarta, 2004.
Nawawi, Ismail. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010
Hidayat, Miftahul Muhammad. Teori Konsumsi Berorientasi Teologis-Etis, Yogyakarta: Tesis, Universitas Islam Indonesia, 2000
Simamora,Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia. Ekonomi Islam, Yogyakarta : Grafindo, 2008
Sarwono. Analisis Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam. Innofarm Jurnal Inovasi Pertanian, 2009




[1] Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 3-4.
[2] Ibid., 3.
[3] Swastha dan Handoko, Analisis Perilaku Konsumenten terhadap produk Tabungan Perbankan, (Solo: PT. Aksara Solopos, 2000), 10.
[4] Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, 2.
[5] Muhammad Miftahul Hidayat, Teori Konsumsi Berorientasi Teologis-Etis, (Tesis, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000)
[6] Al-Qur’an, 7:31
[7] Ismail Nawawi, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 63-64.
[8] Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 62-64
[9] Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta:Erlangga, 2012),93-99
[10] Imadudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, 181-182.
[11] Sarwono, “Analisis Perilaku Konsumen dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Innofarm (Jurnal Inovasi Pertanian, 8, (2009), 45-46
[12] Adiwarman A. Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), 8-9.
[13] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia, Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Grafindo, 2008), 177.
[14] Ibid., 157
[15] Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004),208-209.

No comments:

Post a Comment