Saturday, October 8, 2016

CARA MENENTUKAN 1 RAMADHAN DAN ORANG YANG BERHALANGAN BERPUASA (Tafsir Ahkam)

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Ramadhan telah tiba, sebagai seorang muslim tidak ada sikap lain kecuali menerima dan menyambut kedatangannya dengan penuh gembira. Nabi bersabda “Barangsiapa yang senang dengan masuknya bulan Ramadhan, maka jasadnya diharamkan atas api neraka.” Salah satu  bentuk kegembiraan menyambut Ramadhan ialah dengan siap melakukan puasa dan hal-hal yang diperintahkan didalamnya. Banyak predikat yang diberikan pada bulan Ramadhan. Predikat tersebut berkaitan dengan beberapa keistimewaan yang ditawarkan Allah kepada manusia. Diantara predikat tersebut yakni bulan maghfirah bulan yang penuh hikmah, bulan dimana pintu surga dibuka selebar-lebarnya dan pintu neraka ditutup. Sebuah tawaran yang fungsional, apabila peluang tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dalam rangkaian ayat puasa yang termaktub dalam surat al-Baqarah 183-188 diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa, menentukan awal mula masuknya bulan Ramadhan hingga kelonggaran yang diberikan Allah kepada hambanya. Hal ini sesuai tujuan amalan ibadah puasa ditegakkan ialah supaya hambanya menjadi orang yang bertakwa dan hamba yang pandai bersyukur. Juga sebagai sarana dan kesempatan untuk mengumpulkan amal ibadah sebanyak-banyaknya, serta kesempatan untuk menghapus dosa-dosa yang telah diperbuat pada waktu yang telah lalu.
Dalam surat al-Baqarah ayat 185, Allah memerintahkan kepada umat Islam agar menunaikan ibadah puasa apabila telah jelas munculnya hilal. Mengenai waktu pemunculannya, terdapat perbedaan pandangan dalam penetapannya. Yang dalam kesempatan nanti akan dibahas secara ringkas.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yng istimewa, dikarenakan pada bulan inilah Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Meski demikian, pada waktu itu belum ditetapkan kewajiban ibadah puasa atas umat Islam. Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan juga sebagai isyarat dianjurkan untuk lebih banyak membaca dan mempelajari Al-Qur’an pada bulan ini agar memperoleh petunjuk dari-Nya.
B.  Kisi-kisi Pembahasan
1.        Teks Ayat Al-Baqarah 185
2.        Terjemah Ayat Al-Baqarah 185
3.        Penjelasan kosa kata (ma’na mufradat) Al-Baqarah 185
4.        Munasabah Ayat
5.        Asbabun Nuzul
6.        Tafsir dan Kandungan Ayat


                                                           PEMBAHASAN
1.    Teks Ayat Al-Baqarah 185
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
2.    Terjemah Ayat Al-Baqarah 185
 b#uäöà)ø9$#
Al - Qur’an
    mŠÏù
didalamnya
   AÌRé&
 diturunkan
   Ï%©!$#
    yang
 b$ŸÒtBu
Ramadhan
    öky­   
(yaitu) bulan

    `yJsù
maka barangsiapa

 b$s%öàÿø9$#ur
Dan Furqan (pembeda)
z yßgø9$#`ÏiB
Dari petunjuk itu
  M»oYÉit/ur
Dan penjelasan
  ¨$¨Y=Ïj9
Bagi manusia
 Wèd
  petunjuk
  b$Ÿ2
 Adalah ia
    `tBur
Dan barangsiapa
  çmôJÝÁuŠù=sù
Maka hendaklah ia berpuasa
   ök¤9$#
    bulan
   Nä3YÏB
Diantara kamu
    Íky­
menyaksikan
   ƒÌãƒ
menghendaki

     tyzé&
      lain      
   BQ$­ƒr& `ÏiB
Dari hari-hari
   ×o£Ïèsù
Maka hitunglah (berpuasalah)
 xÿyn?tãrr&
Atau dalam perjalanan
  $³ÒƒÍsD
     sakit
   Žô£ãèø9$#
 Kesukaran
  ãNà6Î/
  bagimu
 ƒÌãƒ wur
dan Dia tidak menghendaki
  ó¡Šø9$#
kemudahan              
   Nà6Î/
    bagimu
   ª!$#
   Allah 
 Nä31yyd
Dia memberi petunjuk padamu
$tBn?tã
Atas apa yang
     ©!$#
    Allah
#rçŽÉi9x6çGÏ9ur
Dan hendaklah kamu mengagungkan
   o£Ïèø9$#
  bilangan
#qè=ÏJò6çGÏ9ur
Dan agar kamu mencukupkan








crãä3ô±n@
Kamu bersyukur
 Nà6¯=yès9ur
Supaya kamu

“ (Yaitu) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara haq dan yang bathil). Maka barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.[1]
3.    Penjelasan Kosa Kata (Ma’na Mufradat) Al-Baqarah 185

öky­                  : Nampak atau muncul.
b$ŸÒtBu         : Berasal dari kata ar-ramdhu yang bermakna sangat panas, ar-ramdha yang bermakna sengatan matahari. Disebut “Ramadhan” karena ia membakar dan melenyapkan dosa.[2]
o£Ïèø9$#           : Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata tersebut menunjuk sesuatu yang dihitung.
tyzé&           : Bentuk jama’ dari kata ukhra yang berarti lain. Ayyam ukhra berarti hari-hari yang lain.[3]
Wèd           : (sebagai petunnjuk) menjadi “hal” artinya menunjukkan dari kesesatan.
b$s%öàÿø9$#         : ( pemisah) yang memisahkan antara yang hak dan yang batil.[4]

4.    Munasabah Ayat
Beberapa ayat, mulai ayat 183-188 merupakan ayat yang berkenaan dengan puasa. Dalam ayat-ayat tersebut dijelas kan beberapa hal yang terkait dengan puasa antara lain mengenai waktu, kapan, dispensasi dan lainnya. Pada ayat-ayat ini terdapat keterkaitan antara  ayat satu dengan yang lainnya.
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah menyebutkan hukum qishash diikuti hukum wasiat kepada orang tua dan kerabat. Pada ayat-ayat ini pula Allah menerangkan hukum-hukum seputar puasa secara detil. Ini mengingat, bagian surat al-Baqarah ini mencakup hukum-hukum syariat. Dan puasa menjadi salah satu rukun islam, maka disini Allah menyebutkan puasa untuk memposisikan hamba-Nya pada posisi suci dan memasukkannya ke dalam orang yang baik dan bertaqwa.[5]
5.    Asbabun Nuzul

Diriwayatkan dari Salmah ibn Akwa’ bahwa ia berkata : ketika turun ayat “dan wajib bagi mereka yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin”. Maka siapa yang suka diantara berpuasa dan siapa yang suka berbuka dan membayar fidyah sebagai gantinya, sehingga turunlah ayat berikutnya  yang menasakh. “ Maka siapa diantara kamu melihat bulan, hendaklah ia berpuasa”.[6]

6.    Tafsir dan Kandungan Ayat

ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur
Artinya: “(Yaitu) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara haq dan yang bathil).”

Maksud ayat ini ialah, beberapa hari yang ditentukan atas kamu, wahai kaum mukmin, ialah bulan Ramadhan, bulan yang diturunkannya Al-Qur’an pertama kali, sebagai petunjuk bagi manusia, sebab didalamnya terdapat petunjuk, mukjizat dan ayat-ayat yang jelas yang membedakan antara yang benar dan yang bathil.[7]

`yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù (
Artinya: “Maka barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
Menurut Abu Su’ud ialah, barangsiapa yang hadir (di negeri  tempat tinggalnya), pada bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa.[8] Mengenai waktu terbitnya hilal, para fuqaha berbeda pendapat diantaranya :
A.  Mazhab Hanafi berpendapat bahwa kemunculan hilal di malam maupun siang hari tidak perlu dipermasalahkan. Penduduk dibelahan bumi bagian timur mesti berpegang kepada rukyat penduduk belahan bumi bagian barat.
B.  Mazhab Maliki berpendapat bahwa jika hilal terlihat, puasa menjadi wajib atas semua daerah, baik daerah yang dekat maupun daerah yang jauh. Puasa juga menjadi wajib setiap orang yang mendengar kabar kemunculan hilal.
C.  Mazhab Hanbali berpendapat bahwa jika hilal terlihat dan telah pasti terlihat disuatu daerah, baik daerah yang dekat maupun jauh semua orang wajib berpuasa. Orang yang tidak melihat hilal pasti mengikuti orang yang telah melihatnya.
D.  Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa jika hilal terlihat di suatu daerah kewajiban puasa berlaku bagi daerah-daerah yang dekat. Tidak termasuk daerah yang jauh. Kewajiban puasa tergantung pada perbedaan waktu terbit hilal. Perbedaan waktu kemunculan terjadi kurang dari 24 farsakh (192 km).[9]
`tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3
Artinya: “dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.”
Allah SWT memberikan keringanan bagi hambanya dalam menjalankan ibadah puasa dalam keadaan sakit maupun dalam perjalanan. Hal ini merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah sebagai kemudahan. Para fuqaha berbeda pendapat tentang sakit dan bepergian yang diperbolehkan seseorang berbuka. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat.
·      Sakit yang membolehkan berbuka

Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa sakit secara mutlak, tidak memandang apakah sakit itu ringan maupun sakit yang berat. Seperti sakit gigi maupun sakit flu biasa.
Bagi sebagian Jumhur Ulama berpendapat bahwa rukhshah (keringanan) bagi orang yang sakit ialah, jika tetap berpuasa dapat menyebabkan kepayahan dan penderitaan.
Sebagian ahli fuqaha berpendapat bahwa sakit yang membolehkan berbuka puasa ialah sakit berat/kronis yang membahayakan jiwa atau (apabila diteruskan malah akan) menambah sakitnya, atau memperlambat kesembuhan. Pendapat ini merupakan pendapat imam mazhab.[10]

·      Bepergian yang membolehkan berbuka

Al-Auza’i berpendapat, bahwa bepergian yang membolehkan seseorang berbuka ialah bepergian sehari.
Menurut Syafi’i dan Ahmad berpendapat bepergian selama dua hari dua malam dan jarak yang ditempuh kira-kira enam belas farsakh (128 km).
Sedangkan menurt Abu Hanifah dan as-Tsauri, berpendapat bepergian selama tiga hari tiga tiga malam dan jarak yang ditempuh sejauh kira-kira empat belas farsakh (112 km).[11]

߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$#
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

Pada ayat ini para fuqaha mengambil kaidah fiqhiyah yang berbunyi “ المشقة تجلب ا لتيسر ” yang artinya kesukaran itu menuntut kemudahan.[12]
Ini merupakan salah satu tujuan yang telah dikehendaki Allah dalam semua persoalan agama. Ayat ini sejalan dengan firman-Nya “dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj 22:78).[13]
(#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$#
Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupi bilangannya.”

Maksud ayat ini ialah, umat islam yang menjalankan ibadah puasa diberikan rukhshah untuk berbuka ketika sedang sakit maupun ketika dalam perjalanan, karena Allah menghendaki kemudahan bagi hambanya dan agar mencukupkan bilangannya. Oleh karena itu, orang yang tidak mencukupkan bilangan secara ada’ karena alasan sakit atau dalam perjalanan, hendaklah menyempurnakan (mencukupkan bilangannya secara qadha’). Dengan demikian dapat memperoleh keberkahan dan kebaikan yang diberikan oleh Allah SWT.[14]

(#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd
Artinya: “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.”

Maksud takbir (mengagungkan Allah) disini adalah bertakbir pada malam lebaran. Ibnu ‘Abbas berkata “Kaum muslim ketika melihat hilal bulan Syawal wajib bertakbir.” Diriwayatkan dari az-Zuhri, dari Nabi SAW. bahwa Nabi bertakbir pada hari lebaran Idul Fitri ketika menuju tempat shalat, dan setelah selesai shalat, beliau berhenti membaca takbir. Pendapat ini juga diriwayatkan dari sejumlah besar sahabat.[15]

öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@
Artinya: “Supaya kamu bersyukur.”

Maksudnya, apabila kamu telah dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu taat kepada-Nya dengan mengerjakan semua kewajiban dan meninggalkan larangan-Nya, mudah-mudahan kamu termasuk orang-orang yang bersukur.[16]



KESIMPULAN


1.    Bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an kepada segenap umat manusia.
2.    Allah mewajibkan berpuasa apabila telah jelas terlihat tanda-tanda masuknya bulan Ramadhan yang ditandai munculnya hilal.
3.    Apabila hilal telah terlihat, maka telah menjadi kewajiban umat Islam untuk menjalankan puasa pada esok harinya.
4.    Allah memberikan keringanan bagi hambanya yang sakit dan dalam perjalanan dalam menjalankan ibadah puasa, dengan catatan mengqadha’ sebanyak hari yang ditinggalkannya.
5.    Allah memerintahkan hambanya agar mencukupkan bilangan puasa yang ditinggalkan yang disebabkan sakit atau dalam perjalanan, agar diganti pada hari yang lain.
6.    Allah juga memerintahkan hambanya agar bertakbir menyambut datangnya bulan Syawal.


DAFTAR PUSTAKA
Bina Ilmu. Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983.

Al-Hikmah. Terjemah  Al-Qur’an secara  lafzhiyah  Jilid I, Jakarta: Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam “Al-Hikmah”, 1980.

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain Vol. I. Terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2003

Al-Zuhayly, Wahbah. Puasa dan I’tikaf. Terj. Agus Dan Bahruddin. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain Vol. I. Terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2003.

Aminuddin, Luthfi Hadi. Tafsir Ayat Ahkam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009.

Amin Suma, Muhammad. Tafsir Ahkam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir. Terj. Yasin, Jakarta: Pustak Al-Kautsar, 2011.

Rusydi, M. Ansor. Tafsir Ayat-Ayat Ibadah. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2006.




[1]Al-Hikmah, Terjemah  Al-Qur’an secara  lafzhiyah  Vol. I  (Jakarta: Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam “Al-Hikmah”), 204.
[2] Syaikh  Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir  Vol. I, Terj. Yasin (Jakarta: Pustal Al-Kautsar, 2011), 239.
[3] Luthfi Hadi Aminuddin, Tafsir Ayat Ahkam (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press), 103.
[4] Imam Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Jalalain Vol. I, Terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung : Sinar Baru Algesindo 2003), 95
[5] Ash-Shabunni, Tafasir, 238
[6] Anshor M. Rusydi, Tafsir Ayat-Ayat Ibadah (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press), 128.
[7] Ash-Shabunni, Tafasir, 240.
[8] Aminuddin, Tafsir Ayat Ahkam, 108.
[9] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan I’tikaf, Terj. Agus Dan Bahruddin (Bandung: Remaja Rosdakarya), 154-155.

[10] Bina Ilmu, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983), 152.
[11] Ibid, 154
[12] Rusydi, Tafsir Ibadah, 112.
[13] Muhammad Amin Suma, Tafsir Ahkam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 93.

[14] Amin, Ahkam 1, 94.
[15] Ibid.
[16] Ibid; 95.

No comments:

Post a Comment