Wednesday, October 5, 2016

Pemikiran Imanuel Kant

PENDAHULUAN

Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi fisafat barat. Ia mengatasidan menyimpulkan aliran Rasionalisme dan Empirisme. Bagi  Kant baik Rasionalisme maupun Empirsme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Aliran Rasionalisme beranggapan bahwa  sumber pengetahuan adalah rasio, kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran Empirisme meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran Kritisme , yang mencoba memadukan dua pendapat yang berbeda. Dalam perkembangan filsafat telah membuat banyak perubahan di Barat dan memunculkan banyak pemikiran-pemikiran baru. Berbagai filosof terkenal mempunyai banyak penemuan yang berbeda dalam memahami sebuah pengetahuan, diantaranya Ariestoteles yaitu dengan pemikirannya yang Rasionalisme sedangkan Plato dengan cara Empirisme. Akan tetapi bagi Khan baik Rasionalisme maupun Empirsme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum.[1]dan terbukti dengan jelas. Dalam muqadimah salah satu buku yang berjudul Antologi filsafat imanuel kant dikatakan “Pikiran tanpa isi kosong, intuisi tanpa konsep berarti buta”.[2]
Maka dari itu sangat penting kita pelajari tentang Kant yang merupakan salah satu filsuf yang hidup  pada masa itu dan turut serta menyumbangkan pemikirannya yang dianggap sebagai penyempurnaan zaman pencerahan.



PEMBAHASAN

A.  Biografi Imanuel Kant
Dalam perkembangan filsafat telah membuat banyak perubahan di Barat dan memunculkan banyak pemikiran-pemikiran baru. Kant merupakan salah satu filusuf yang hidup pada masa itu dan turut serta menyumbangkan pemikiranya yang dianggap sebagai penyempurnaan zaman pencerahan. Kant lahir di Konisberg, kerajaan Prusia Timur, sekarang Kaliningrad, Rusia.[3]
Kant lahir di Konigsberg, Prusia, pada tahun 1742, ia tidak prnah meninggalkan desa kelahirannya kecuali beberapa waktu singkat karena memberikan kuliah di desa tetangganya. Profesor ini sangat doyan memberikan kuliah gografi dan etnologi. Ia sebenarnya berasal dari keluarga miskin yang meninggalkan Skotlandia beberapa ratus tahun sebelum Kant lahir. Ibunya amat taat dan keras dalam agama. Kant sendiri amat tekun melaksanakan agamanya.
Pada tahun 1755 Kant memulai karirnya sebagai dosen swasta di Universitas Konigsberg. Kemudian ia meninggalkan kedudukan itu selama lima belas tahun. Dua kali lamarannya sebagai guru besar ditolak. Akhirnya pada tahun 1770 ia diangkat menjadi profesor logika dan metafisika. Setelah beberapa tahun berpengalaman sebagai pengajar, ia menulis buku tentang pendidikan. Buku ini, konon, berisi pendapat-pendapat yang istimewa, tetapi ia tidak banyak menerapkan pendapat-pendapatnya itu.[4]
Tidak ada orang pada waktu itu yang mengira ia akan membuat kejutan yang hebat terhadap dunia pemikiran dengan mengeluarkan buku yang berisi suatu sistem metafisika yang baru. Pada usia 42 tahun ia menyatakan bahwa ia merasa beruntung menyenangi metafisika. Pada masa ini ia memang banyak berbicara tentang metafisika sebagai lautan yang gelap tanpa pantai dan tanpa cahaya sedikitpun.Sebelum tertarik pada metafisika, ia lebih dulu menyenangi pengetahuan yang bukan metafisika.Ia menulus tentang planet, gempa, api, angin dan ratusan subyek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika.
Bukunya, Teory Of Heaven (1755), mirip sekali dengan hipotesis nebua dari laplace. Menurut Kant, semua planet, sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari mempunyai masa berkembang lebih panjang, barangkali di huni oleh spicies yang lebih cerdas dibandingkan dengan penghuni bumi kita ini.
Bukunya, Antropology (1778, bahan yang pernah dikuliahkan), memperkirakan keberasalan manusia dari hewan. Melalui berbagai kondisi ia terus menyelesaikam karya besarnya selama lima belas tahun. Selesai tahun 1781 tatkala ia berumum 57 tahun. Belum pernah ada orang yang matang selambat itu dan juga belum pernah ada buku sehebat itu dalam mengguncangkan dunia pemikiran.[5]

B.  Lahirnya Epistimologi Imanuel Kant
Menurut Kant zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia sendiri. Filsafat Kant juga muncul pada masa ini.
Sebelumnya, pemikiran yang berkembang di Barat adalah pemikiran dogmatis gereja katolik atau dogmatisme. Dalam hal ini, filsafat Kant telah membawa pencerahan bagi logika manusia. Filsafat Kant adalah pemikiran baru yang berlawanan dengan dogmatisme. Menurut Kant, manusia harus dapat mempertanggungjawabkan segala sesuatu dengan kritis. Inilah awal mula Filsafat Kant yang disebut kritisisme.
Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu epistem yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu.Jadi epistemologi berarti ilmu yang mengkaji segala sesuatu tentang pengetahuan.Epistemologi Kant pun pertama kali muncul di Jerman sebagai bentuk kritik Kant terhadap dogmatisme yang telah berkembang berabad-abad sebelumnya.Epistemologi Kant adalah filsafat yang mencoba memisahkan antara rasionalisme dan empirisme.Di dalamnya, terdapat kritisisme dan sintesisme.Pada dasarnya, Kant ingin mengubah permukaan filsafat secara radikal dengan melakukan sentralisasi pada diri manusia sebagai subjek berpikir.Implikasinya, Kant tidak mengawali dengan investigasi atas benda-benda sebagai objek, melainkan investigasi terhadap struktur-struktur subjek yang memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai objek.Dalam hal ini, tanpa kita sadari, sebenarnya, pengetahuan lahir karena manusia dengan akalnya secara aktif dan mengonstruksi gejala-gejala yang dapat ditangkap.Upaya-upaya filosofis Kant ini dikenal dengan kritisisme atau filsafat kritis.Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya.Filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.[6]Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkandiri ke obyek.

C.  Kritisme Imanuel Kant
Menurut Kant, pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum Rasionalisme yaitu tercermin dalam putusan yang bersifat Analitik-Apriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat sudah termasuk dengan sendirinya kedalam subjek. Putusan yang bersifat Analitik-Aprioriini memang mengandung suatu kepastian dan berlaku umum, tapi tidak memberikan suatu yang baru bagi kita.Sedangkan pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum Empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat Sintetik-Aposteriori, yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat belum termasuk kedalam subjek.Meskipun putusan yang bersifat Sintetik-aposteriori ini memberikan pengetahuan yang barubagi kita, namun sifatnya tidak tetap, sangat tergantung pada ruang dan waktu.Kebenaran di sini sangat bersifat Subjektif.Dengan melihat kebaikan yang terdapat di antaradua putusan tersebut, serta kelemahannya sekaligus, Kant memadukan keduanya kedalam suatu bentuk putusan yang Sintetik-Apriori, yaitu putusan yang bersifat umum-universal, dan pasti.Didalam putusan Sintetik-Apriori ini, “akal dan pengalaman inderawi dibutuhkan serentak”.[7]Kant beranggapan bahwa kaum empirisme mberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman inderawi. Padahal data inderawi harusdibuktikan atau dicek dengan 12 kategori ‘apriori’ rasio, setelah itu baru bias dinyatakan sah.
Kant juga mengkritik kaum rasionalis melangkah terlalu jauh dengan  pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal dapat memberikan sumbangan.Baik rasionalisme maupun empirisme, kata Kant, keduanya berat sebelah. Kant beranggapan bahwa rasionalisme dan empirisme sama-sama benar separuh, tetapi juga sama-sama salah separuh.Jadi, baik ‘indera’ maupun ‘akal’ sama-sama memainkan peranan dalam konsep sikita mengenai dunia.[8]
Uraian mengenai batas pengetahuan menghasilkan teori kritik Akal Murni (Critique of Pure Reason), batas tindakan manusia menghasilkan Kritik Akal Praktis (Critique of Pratical Reason) dan batas akan harapan manusia mengahasilkan teori kritik penimbangan (Critique of judgment).[9]

D.  Kritik dan Rasio Murni
Pengaku anak an kebebasan dankesa daranakan keterbatasan manusia ini melahirkan konsep kant cara pandang yang realistis.[10]
Dalam “Kritikatas Rasio Murni”  Kant menjelaskan bahwa cirri pengetahuan  bersifatumum, mutlak, dan member pengertian baru. Untuk  itu ia terlebih dahulu membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau bidang yakni:
Pertama, pada bidang ini peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu, “ruang” dan “waktu” yang dapat diterapkan pada pengalaman.Hasilpencerapan indrawi yang dikaitkan dengan bentuk “ruang” dan “waktu” ini merupakan fenomin konkret.Namun pengetahuan yang diperoleh indrawi ini selallu berubah-ubah tergantung pada subjek yang mengalami dan situasi yang melingkupi.[11]
Kedua, bidang akal, apa yang diperoleh melalui bidang indrawi tersebut untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat Objektif-Universal haruslah dituangkan dalam bidang akal, karena dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam. Misalnya meja itu bagus.
Ketiga, Bidang Rasio, pengetahuan yang diperoleh dalam bidang akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan Sintetik-Apriori, setelah dikaitkan dengan tiga macam ide yaitu, Allah ide teologis, jiwa ide psikologis, dan Dunia ide kosmologis.
Akan tetapi ketiga macam ide tersubut tidak mungkin dicapai oleh akal manusia. Ketigaide ini hanya merupakan petunjuk untuk menciptakan kesatuan pengetahuan.[12]

E.  Kritis Atas Rasio Praktis
Dalam Kritik Atas Rasio Murni (Critique of Pure Reason), Kant menjadikan unsur-unsur penting dari semua pengetahuan tergantung, bukan pada isi pengalaman, tetapi pada bentuk-bentuk apriori. Demikian juga dalam Kritis Atas Rasio Praktis (Critique of Practical Reason), Kant membuat universalitas dan hukum moral menjadi tergantung, bukan pada tindakan empiris dan tujuan yang kita niatkan dalam tindakan kita, tetapi pada imperatif kategoris, yakni dalam kehendak itu sendiri.[13]
Sebuah tindakan akan menjadi tindakan yang baik secara moral  jika kehendak tersebut adalah otonom. Tindakan dilakukan bukan berdasarkan pertimbangan pada hasil akhir yang akan dicapai tetapi hanya pada ketaatan pada kewajiban. “Kewajiban demi kewajiban itu sendiri”: inilah kekuatan kewajiban moral Kantian. Ini artinya di antara semua yang bersifat memerintah yang dapat menentukan kehendak dalam sebuah tindakan perlu membedakan yang hipotesis dari yang kategoris.
Imperatif hipotetis menetapkan sebuah perintah demi mencapai sebuah tujuan dan dengan demikian sangat dikondisikan oleh hasil akhir yang hendak dicapai tersebut. Misalnya, Anda harus mengkonsumsi obat yang diperlukan jika Anda ingin sembuh. Sementara itu, imperatif kategoris mendesakkan dirinya secara otomatis, yakni berdasarkan kekuatan kewajiban, tanpa memperhatikan hal baik atau atau buruk yang mungkin timbul karena tindakan tersebut. Misalnya, “Kerjakan ini karena itulah kewajibanmu.” Hanya imperatif kategoris menikmati kewajiban dan keharusan, dan karenanya hanya mereka dapat menjadi dasar moralitas.
Perbedaan mendasar harus dikemukakan antara bentuk apriori intelek dan bentuk-bentuk apriori dari kehendak . Yang pertama, akan menjadi tidak bermakna jika kehilangan unsur material. Bentuk-bentuk apriori intelek membutuhkan unsur empiris agar bisa dipahami. Sebaliknya, bentuk-bentuk apriori dari kehendak tidaklah kosong. Bentuk-bentuk ini memiliki elemen-elemen penentu dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain, hal sebaliknya harus dikatakan di sini: Bukanlah unsur-unsur empiris yang menentukan bentuk (imperatif), tetapi justru bentuk-bentuklah yang menentukan unsur empiris dan menjadikannya mengandung tuntutan moral.
Dalam Critique of Pure Reason  kita tidak dapat mencapai realitas yang melampaui panca indra karena bentuk-bentuk pengetahuan kita  adalah kosong. Isi dari kategori-kategori itu tidak bisa tidak bersifat fenomenal, hal yang terkondisikan. Sebaliknya, bentuk-bentuk kehendak memiliki isi yang sifatnya independen dalam dirinya, tidak dikondisikan oleh unsur material. Kehendak itu sendiri yang membuat tindakan manusia bersifat baik secara moral, dan tidak sebaliknya. Bahkan, menurut Kant, tindakan empiris akan baik hanya dengan syarat bahwa itu dilakukan demi kewajiban. Demikianlah, kehendak tetaplah melampaui dunia fenomenal dan mekanik.
Begitu telah mencapai realitas yang melampaui pengindraan. Kant memutuskan untuk menguji apa yang mungkin menjadi postulat yang membuat moralitas menjadi mungkin.[14]

F.   Kritik Penimbangan
Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis yaitu analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis. Analisa putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang cantik (beautiful) dan analisa tentang agung (sublime) Kritik ketiga dari Immanuel Kant atas rasio dan empirisme yaitu dalam karyanya critique of jidgement. Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio praktik” ialah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkahlaku manusia.
Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan demikian, rasionalisme dan empirisme seharusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian maka kemungkinan akan lahir aliran baru yaitu Rasionalisme empiris.[15]





KESIMPULAN

Melalui Revolusi Kopernikan Kant menjadikan manusia sebagai titik sentral dengan menyelidiki struktur-struktur subyek yang memungkinkan benda-benda diketahui sebagai obyek tidak sebaliknya seperti yang biasa dilakukan filsuf sebelumnya yang mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri kepada obyek.
Kant mempunyai beberapa karya yang sangat penting yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, dan kritik atas pertimbangan. Beberapa karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung pedoman-pedoman berfikir yang rasional dan empiris.
Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.




DAFTAR PUSTAKA


Hardiman, F. Budi. Filsafat Modern. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Higgin, Graham, AntologiFilsafat. PT. BentangPustaka, Yogyakarta: 2004.
Mustansyar. Rizal, Filsafat Analitik Sejarah, Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2001.
Palmquist. Stephen. Pohon Filsafat (judul asli: the tree of philosophy A Course of introductory lectures for beginning Students of philosophy), Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Q-Anees. Bambang, dkk, Filsafat Untuk Umum, Kencana : Jakarta 2003.
Sarlito,WirawanSarwono. BerkenalanDenganAliran-alirandanTokohPsikologi, PT. Bulanbintang,.Jakarta: 1999.
Sofyan. Ayi, Kapita Selekta Filsafat, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Tafsir. Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990.
http://www. aminuddin uin malang. com/ index. php/ 2010/05/28/ epistemologi. Diakses 15 Sept 2013,15:20 WIB.







[1]Rizal Mustansyir, Filsafat Analitk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2001). 33.
[2]Graham Higgin, Antologi Filsafat, (PT. Bentang Pustaka,Yogyakarta: 2004), hal. 123
[3]Wirawan Sarwono sarlito. Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi. (Jakarta: PT. Bulan bintang, 1999) 78.
[4]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern,(jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 131.
[5]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), 151.
[7]Rizal Mustansyir, FilsafatAnalitk,PustakaPelajar, Yogyakarta 2001).33.
[9]Bambang Q-Anees, dkk, FilsafatUntukUmum, (Kencana : Jakarta 2003),356.
[10]Ibid, 357.
[11]Ahmad tafsir.FilsafatUmum.(PT. RemajaRosdaKarya: Bandung) hal. 153
[12]Rizal Mustansyar, Filsafat Analitik Sejarah, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2001), hal. 35
[13]Ibid, 159
[14]http://www. aminuddin uin malang. com/ index. php/ 2010/05/28/ epistemologi. Diakses 15 Sept 2013, 15:20 WIB.

No comments:

Post a Comment