Wednesday, October 5, 2016

SUMBER PENGETAHUAN MENURUT PLATO DAN ARISTOTELES

SUMBER PENGETAHUAN
MENURUT PLATO DAN ARISTOTELES



PENDAHULUAN
Untuk menghentikan pemikiran sofis yang menganggap bahwa menganggp semua kebenaran itu relatif. Cara yang ditempuh oleh Socrates yaitu meyakinkan orang-orang Athena, terutama para filosof dan hakim sofis bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran yang umum yaitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang.
Setelah orang dapat diyakinkan bahwa ada kebenaran umum, maka tidak terlalu sulit lagi mengajak orang kembali pada agamanya.  Akan tetapi pengajaran Socrates itu harus dibayarnya dengan harga yang amat mahal hukuman mati meminum racun. Akan tetapi pemikiran Socrates itu bekerja. Plato, murid dan sekaligus teman dan guru Socrates, memperkuat pendapat gurunya itu. Katanya, kebenaran umum memang ada, namanya idea. Idea itu telah ada sebelum manusia ada, ia ada di alam idea. Dengan ini pengertian umum Socrates diperkuat. Murid mereka yang satu lagi, yaitu Aristoteles, memperkuat pendapat guru-guruya itu. Ia menulis buku yang menelanjangi kepalsuan logika orang-orang sofis itu. Ia pun sependapat bahwa pengertian umum yang kebenaranya berlaku umum memeng ada, namanya definisi. Sampai di sini keadaan hegemoni berubah lagi: akal dan hati, rasio dan iman, filsafat dan agama sama-sama menang.[1] Dalam pemikiranya mengenai akal dan hati, Ia menyebutkan bahwa manusia itu adalah hewan yang berakal sehat, yang mengluarkan pendapatnya, yang  berbicara berdasarkan akal pikiranya, (the animal that reasons).[2]
Dari penjelasan diatas, untuk dapat mengethui lebih jelas mngenai kedua pemikiran filosof tersebut, untuk itu kami dari kelompok dua akan membahas mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles. Yang didalam makalah ini akan kami bahas tentang biografi kedua tokoh, serta pemikiran-pemikiran filsafat dari Plato dan Aristoteles.
Dalam makalah ini penyusun menyadari masih banyak kesalahan ataupun kekeliruan, untuk itu kami mengharap kritik ataupun saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga dalam pembahasan makalah ini mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles, dapat menambah pengetahuan bagi setiap mahasiswa. Dan bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.



PEMBAHASAN
A.  PLATO (347-427 S.M)
1.    Biografi
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan menigal pada tahun 347 SM dalam usia 50 tahun. Ia berasal dari keluarga Aristokrasi yang turun temurun memegang peran penting dalam politik Athena. Sebenarnya Plato ingin menjadi olitikus namaun sejak kematian Socrates membuat ambisinya menjadi terpendam.
Sejak berumur 20 tahun, Plato mengikuti pelajaran Socrates. Pengaruh Socrates kian hari kian mendalam sehingga ia menjadi murid Socrates yang paling setia. Ajaran Socrates tergambar eluar melalui tulisan Plato, juga pandangan filosofisnya terkadang menyimpang jauh dan lebih luas dari pendapat gurunya. Sejak delapan tahun ia menjadi murid Socrates ia banyak berpergian sampai ke Italia dan Sicilia.[3]

2.    Ciri-ciri Karya Plato
a.       Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya
b.      Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
c.       Adanya mite-mite
Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan ajarannya yang abstrak dan adiduniawi.[4]

3.      Pemikiran Filsafat Tentang Idea
Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.[5]
Menurut Plato kebenaran umum itu bukan dibuat secara dialog yang induktif, tetapi pengertian umum itu sudah tersedia disana di alam idea. Idea itu umum, bearti berlaku untuk umum, menurut Plato ada kebenaran khusus yaitu kongkritisasi idea di alam ini. Plato yang mempunyi nama asli Aristocles ini berusaha untuk mengadakan penyelesaian antara Herakletos dan Permendies yaitu yang berubah dan yang tetap bergerak.[6] Bagi Plato realitas itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah dan ada yang tetap. Yang berubah tertangkap oleh inderawi sedangkan yang tetap tertangkap oleh pikiran. Logos sebagaimana dikemukaka Heraclitos, mnjadi sebab perubahan terus-menerus, serta yang mengatur dan menyatukan segala keberubahan.[7]
Menurut Plato yang tetap dan tidak berubah atau kekal oleh Plato disebut “idea”. Bagi Plato idea buanlah sekedar gagasan yang hanya terdapat dalam pikiran saja (subjektif), namun idea itu bersifat obyektif, artinya idea itu berdiri sendiri, terlepas dari subjek yang berfikir. Idelah yang memimpin pikiran manusia. Tiap orang pasti memiliki ide yang berbeda. Tidak ada dua orang sama persis pemikiranya walaupun keduanya manusia, karena setiap manusia mendapat bagian dari ide. Seiap manusia mengungkapkan idenya dengan cara masin-masing karena idea manusia bersifat umum.[8]
Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat, yaitu:
a.    tingkat idea tertinggi adalah idea kebaikan,
b.    dibawahnya idea jiwa dunia,
c.    berikutnya idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.[9]
Plato dengan ajaran idea yang lepas dari objek, yang berada di ala idea, bukan hasil abstraksi seperti pada Socrates, jelas memperkuat posisi Scrates dalam menghadapi sofisme. Idea itu umum, berarti berlaku umum. Sama dengan gurunya itu, Plato juga berpendapat bahwa selain kebnaran yang umum itu ada kebenaran yang khusus yaitu “kongkritisasi” idea di alam ini.[10]
Definisi menurut Plato berbeda dengan definisi seperti diberikan Aristoteles. Sifat-sifat yang disebut kerap hanya aksidentil. Definisi Plato lebih berupa klasifikasi, bersifat praktis dan konkrit. Namun latar belakangnya lebih bersifat idealis sebab dengan jalan definisi itu dicari bagi hal yang harus dirumuskan, mana kala tempatnya diantara hierarki idea-idea.[11]
Dengan demikian jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat mlainkan sudah ada didalam idea. Manusia dulu berada didunia idea bersama-ama bersama idea-idea lainya dan mengenalinya. Manusia didunia nyata ini jiwanya terkurung oleh tubuh sehingga kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya didunia idea. Dengan kata lain pengertian manusia yang membentuk pengetahuan tidak lain adalah dari ingatan apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.[12]

Hal yang penting juga untuk diketahui dari filafat Plato adalah pemikiran dia tentang negara. Menurutnya bahwa dalam tiap-tiap negara segala golongan dan segala orang-orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam negara yang ideal itu golongn pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.[13] Menurut Plato pendidikan anak-anak di umur 10 tahun ke atas menjadi urusan Negara. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan persaan tertuju kepada yang baik dan yang indah, diutaakan mengajarkannya. Menurut penduduk negara dapat dibagi tiga golongan yaitu, golongan teratas, tengah dan bawah. Golongan teratas adalah golongan yang memeintah terdiri dari para filosof. Mereka bertujuan membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanannya dan mereka memegang kekuatan tetinggi. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi negara. Tugas mereka adalah mempertahankan negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang supaya dipatuhi semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada umumnya. Mereka adalah kelompok produktif yang harus pandai membawa diri.[14] Menurut Plato supaya Negara aman, tenteram, makmur maka pembagian tugas dan wewenang harus sesuai degan golongan masing-masing.[15]
Jiwa merupakan faktor yang sangat penting yang masih diperlukan untuk membuat karya metafisis, dan Plato memberi tempat yang tinggi pada konsep ini. Jiwa merupakan prinsip gerakan, jiwa menggerakkan dirinya sendiri. Namun dalam dirinya sendiri jiwa itu merupakan sumber gerakan karena jiwa itu merupakan prinsip gerakan, jiwamelibatkan eksistensinya sendiri, dan ini berarti bahwa bentuk platonik itu memiliki status ada abadi dengan sesuatu yang saa sekali berbeda dirinya sendiri yakni jiwa.[16]
B.       ARISTOTELES (384-322 S.M)
1.    Biografi
Aristoteles adalah murid dan juga teman serta guru Plato, adalah orang yang mendapat pendidikan yang baik sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berfikir saintifik ini besar pengaruhnya pada Aristoteles. Oleh karena itu, kita menyaksikan fisafat Aristoteles berbeda warna dengan filsafat Plato yang bersifat sistematis, amat dipengaruhi oleh metode empiris.[17]
Aristoteles lahir 384 S.M di Stageria, sebuah kota koloni Yunani di semenanjung Chalcidice yang berada di wilayah Mechedonia, sebelah utara Yunani. Ayahnya Nichomacus adalah sahabat dan dokter keluarga Amyntas 11, Raja Macedonia, ayah Raja Philihpos dan kakek Alexandros yang agung.[18]
Filusuf piawai kelahiran Stageria ini termasuk salah seorang cucu murid Socrates yang paling jenius dalam bidanb filsafat. Ia telah banyak menulis karya filsafat, salah satu diantaranya sekian banyak karyanya  adalah Organon, karya ini merupakan sumbangan paling berharga dibidang MAB. Karya tersebut berisikan aturan pikir yang sekarang lebih bikenal dengan istilah logika.[19]

2.        Karya Aristoteles
Salah satu karya Aristoteles yang paling menonjol adalah penelitin ilmiah. Ketika ia merantau ke sekitar pantai Asia kecil, ia mulai mulai melakukan penelitian mengenai zoologi, biologi, dan botani. Aristoteles juga mengadakan penelitian konstitusi dan sistem politik. Ia mampu meletakkan dasar bagi suatu cabang ilmu politikyang disebut perbandingan pemerintahan dan politik.
Mengenai karya tulis Aristoteles, menurut para cendekiawan di zaman purba, jumlahnya mencapai lebih dari empat ratus buku yang dianggap buah jerih payahnya, namun sebagian besar telah hilang. Dari sekitar lima buah buku yang masih ada, hana separuhnya ang benar-benar hasil karya Aristoteles. W.D Ross membagi karya Aristoteles dalam tiga bidang utama yaitu,


a.    Karya tulis yang bersifat populer
Karya tersebut sangat terkenal yang berjudul Protrepticus yang isinya merupakan nasehat dan ajakan untuk belajar filsafat.
b.      Kumpulan data ilmiah
Hampir semua karya tulis hasil penelitian Aristoteles hilang, kecuali Hi storiu Animulium (pengetahuan tentang binatang)
c.       Bahan kuliah
Karya tulis inilah yang masih terpelihara hingga kini, namun orientasinya mengandung perdebatan yang sangat ramai di kalanan masyarakat.[20]

3.        Pemikiran Filsafat
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat Plato dan Aristoteles sesungguhnya terletak pada pandanagn mereka tentang ada dan keberadaan ada. Hal itu jelas terlihat dalam pandangan mereka terhadap dunian ini. Bagi Plato ada dua dunia yang terpisah satu sama lainnya yaitu dunia indrawi yng tampakdan senantiasa berubah dan tidak abadi, oleh sebab itu tidak sempurna dan dunia ide yang tidak berubah, abadi dan sempurna, dimana kebijakan dan kebaikan merupakan ide tertinggi.[21]
Di dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logikanya disebut tradisional karena nantinya berkembang apa ang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sring juga disebut Loika Formal. Bila orang-orang sofis banyak menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.[22]
Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori
retorika dan puisi.[23]
Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak perlu mengharap Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Tuhan dicapai dengan akal tetapi ia percaya pada Tuhan.[24] Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles selesai menggelarkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasioanl itu masih digunakan selama beberapa abad sesudah Aristoteles, seblum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam abad pertengahan. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya menadi pecahan-pecahan kecil imperium besar yang dibangun oleh Alexander. Sebelum abad pertengahan kita melalui pemikiran Helenis.[25]
Menurut Aristoteles, ada dua cara dalam menark kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan baru. Pertama disebut apoditktik atau deduksi, yaitu cara menarik konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan dan bertolak dari yang bersifat universal ke khusus. Silogisme sebagai suatu prosedur penalaran untuk memperoleh konklusi yang benar berdasarkan premis yang benar adalah suatu bentuk formal dari apodiktik atau deduksi. Kedua, epagoki atau induksi, yaitu cara menarik satu konklusi yang bersifat umum dari al-hal yang khusus. Menurut Aristoteles deduksi adalah cara yang terbaik untuk menarik suatu kesimpulan untuk memperoleh suatu pengetahuan baru. Oleh sebab itu di dalam logika, Aristoteles tidak begitu memberi tempat bagi induksi.[26]




PENUTUP
Kesimpulan
            Dari beberapa penjelasan di pembahasan makalah ini dapat difahami bahwa Aristoteles adalah salah sato filosof yang produktif dalam melahirkan karya-karya dalam bidang filsafat, walaupun para ahlu masih kesulitan dalam menyusun hasil karyanya karena karya Aristoteles yang terpisah-pisah. Walaupun demikian dapat ditarik garis pemikiran Aristoteles dalam tiga masa. Pertama, masa Aristoteles benar-benar menganut filsafat Plato. Kedua,  masa pengembangan dimana perkembangan pmikiran filsafat Aristoteles mulai memasuki tahap pembalikan yng semakin lama semakin jauh dari filsafat Plato. Ketiga,  masa penelitian empiris yang menghasilkan karya ilmiah yang mengagumkan diantaranya biologo, metafisika, fisika, meteorologi dan lain-lain.   




DAFTAR PUSTAKA

Mustansir, Rizal, Filsafat Analitik, cet 8, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001.
Saifudin, Ashari Endang, Ilmu Filsafat dan Agama, cet 7, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.
Sholihin, M, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Moderen, Bandung:  CV Pustaka Setia, 2007.
Sontag, Frederick, Pengantar  Metafisika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002.
Syadali, Ahmad, Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, cet 4, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 1990.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, cet 8, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 2000.
Q- Anis, Bambang, Hambali, Radea Juli A, Filsafat Untuk Umum, Jakarta: Perdana Media,  2003.
Waris, Filsafat Umum, Ponorogo: STAIN Po Press, 2009.
                                    , Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html





[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, cet 8, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2000), 63-64.
[2] Endang Saifuddin Ashari, Ilmu Filsafat dan Agama(S     urabaya: PT Bina Ilmu, 1987), 5.
[3] Ahmad, Perkembangan Pemikiran Filsafat  dari Klasik Hingga Moderen, 82.
[4] http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[5] http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[6] Waris, Filsafat Umum, (Ponorogo : STAIN PO PRESS, 2009), 27-28.
[7] Bambang Q-Anees, Radea Juli A. Hambali, Filsafat untuk umum (Jakarta : Prenada Media, 2003), 178.
[8] Solihin, Perkebangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern, 84.
[9] Waris, Filsafat Umum, 29.
[10] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum cet.8 (Bandung : PT Remaja Rusdakarya, 2000), 59.
[11]                                                 , Metode-Metode Filsafat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), 37.
[12] Ahmad Syadali Mudzakir, Filsafat Umum (Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), 70.
[13] Ibid., 71.
[14] Ahmad Mudzakir, Filsafat Umum, 72.
[15] Waris, Filsafat Umum, 28.
[16] Frederick Sontag, Pengantar Metafisika (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2001), 57.
[17] Ahmad,  Filsafat Umum, 60.
[18] Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, 87.
[19] Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik (Yogyakarta : Pustaka Peajar Offset, 2001), 25.
[20] Silihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modren, 90.
[21] Ibid., 93.
[22] Ahmad, Mudzakir, Filsafat Umum, 72-73.
[23] http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[24] Ahmad, Filsafat Umum, 61.
[25] Ahmad Tafsir, Flsafat Umum, cet.1 (Bandung : Remaja Rusdakarya Offset, 1990), 51.
[26] Solihin, Pengantar Pemikiran Filsafat dari Klasik Hngga Modern, 98.

No comments:

Post a Comment