Wednesday, October 12, 2016

Refleksi Lembaga BAZNAS di Indonesia

Refleksi Lembaga BAZNAS di Indonesia

Revisi Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
“ Tatakelola Zakat Infaq Shadaqoh”


Dosen Pengampu:
Dr.  Miftakhul Huda, M. Ag.




Description: STAIN%20WARNA

Disusun Oleh:
Hanafi Hadi Susanto

PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2016



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya.Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social, perlu adanya pengelolaan zakat secara professional dan tanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq dan pengelola zakat tentang pengeloalaan zakat yang berasaskan iman dan taqwa.
Di Indonesia badan amil zakat sudah dilembagakan yaitu dinamakan BAZNAZ. Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru, yakni dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengannya, yakni Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun. Undang-undang tersebut menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional,  amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana profil dari BASNAS?
2.      Bagaiman penghimpunan zakat oleh BAZNAS?
3.      Bagaimana pengelolaan dan pendistribusian dana zakat oleh BAZNAS?
4.      Bagaimana pendayagunaan dana BAZNAS Ponorogo?
PEMBAHASAN

A.    Profil BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.[1]
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagailembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas.[2]
Selain menerima zakat, BAZNAS juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.[3] Struktur kepengurusan BAZNAS saat ini yaitu:
Ketua Umum                   : Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc
Ketua Bidang Program    : Laksda (Purn) H. Husein Ibrahim, MBA
Ketua Bidang Jaringan    : dr. H. Naharus Surur. M. Ked.
Sekretaris Umum             : drh. Emmy Hamidiyah, M.Si
Bendahara Umum            : Hj. Isye S. Latief
Kantor pusat                    : Jl. Kebon Sirih Raya No.57 Jakarta Pusat 10340
Situs web                                     : http://pusat.BAZnas.go.id/[4]

B.     Penghimpunan Zakat oleh BAZNAS
Menurut Undang-Undang No.38 Tahun 1999 “tentang pengelolaan zakat”, Pasal 25:[5]
1.      BAZ Nasional mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan luar negeri.
2.      BAZ daerah provinsi mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas daerah provinsi.
3.      BAZ daerah kabupaten/kota mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan, dan dinas daerah kabupaten/kota.
4.      BAZ kecamatan mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan kecil dan pedagang serta pengusaha di pasar.
5.      Unit pengumpul zakat di desa/kelurahan mengumpulkan zakat termasuk zakat fitrah dari muzakki.
Penyaluran atau pembayaran dana zakat kepada BAZ bisa dilakukan setiap bulan (setiap gajian/panen) atau juga bisa dibayarkan setiap setahun sekali. Bisa dibayarkan langsung pada kontor BAZ maupun lewat amil BAZnas. Amil BAZnal mendapatkan upah diambilkan dari pengelolaan dana zakat itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
C.    Pengelolaan dan Pendistribusian Dana Zakat Oleh BAZNAS
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.Oleh karena itu untuk optimalisasi pendayagunaan zakat di perlukan pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat yang profesional dan mampu mengelola zakat secara tepat sasaran.[6]
Menurut Didin Hafidudhin, pengelolaan zakat melalui lembaga amil didasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima haknya dari muzaki. Ketiga untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan sasaran yang tepat dalam menggunakan harta zakat menurut skala proritas yang ada disuatu tempat misalnya apakah disalurkan dalam bentuk konsumtif ataukah dalam bentuk produktif untuk mengingkatkan kegiatan para usaha para mustahik. Keempat untuk memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya jika penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para muzakki, maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik lainnya terhadap orang-orang kaya tidak memperoleh jaminan yang pasti.[7]
Pada prinsipnya pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan:[8]
1.      Hasil pendapatan dan penelitian kebenaran mustahik delapan asnaf.
2.      Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi, dan sangat memerlukan bantuan.
3.      Medahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Sedangkan untuk pendayagunaan hasil pengumpulan zakat secara produktif dilakukan setelah terpenuhinya poin-poin diatas. Disamping itu terdapat pula usaha nyata yang berpeluang menguntungkan, dan mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Adapun prosedur pendayagunaan pengumpulan hasil zakat untuk produktif berdasarkan:[9]
a.       Melakukan studi kelayakan
b.      Menetapkan jenis usaha produktif
c.       Melakukan bimbingan dan penyuluhan
d.      Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan
e.       Mengadakan evaluasi
f.       Membuat pelaporan.
Sistem pendistribusian zakat yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang sosial. Baik LAZ maupun BAZ memiliki misi mewujudkan kesejahteraan masyarakan dan keadilan sosial. Banyaknya BAZ dan LAZ yang lahir tentu akan mendorong penghimpunan dana zakat masyarakat. Ini tentu baik karena semakin banyak dana zakat yang dihimpun, makin banyak pula dana untuk kepentingan sosial.
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu pola produktif dan pola konsumtif. Para amil zakat di harapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat misalnya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir miskin, panti asuhan maupun tempat-tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan gratis dalam bentu beasiswa, dan pelayanan kesehatan gratis.[10]
Berdasarkan urain di atas untuk memaksimalkan dana BAZ dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1.      Meyakinkan masyarakat dengan menjadikan lembaga zakat yang terpercaya. Salah satunya dengan akuntabilitas yang transparan.
2.      Membuat daftar wajib zakat dengan bekerjasama dengan berbagai lembaga instansi.
3.      Melakukan berbagai publikasi.
4.      Menetapkan aturan terkait dengan pengelolaan dana BAZ sekaligus konsekuensi atau sanksi bagi yang tidak melakukan pembayaran
5.      Adanya kepengurusan kementerian tentang BAZ.




D.    Refleksi dana zakat di BAZ Ponorogo
Berdasarkan teori dan hasil penelitian, menurut kami apa yang dilakukanoleh Unit Pengumpul Zakat di Kemenag Ponorogo sudah berjalan dengan baik, tetapi masih ada beberapa hal yang kurang. Dalam hal menentukan siapa saja yang menjadi muzaki menurut kami sudah sesuai dengan hukum Islam. Muzaki yang dipungut zakat adalah semua orang yang menjadi PNS dibawah naungan Kemenag Ponorogo, yang secara umum sudah hidup berkecukupan dan kriteria muzaki.
Pemotongan zakat 2,5% dari gaji bruto tanpa dikurangi kebutuhan muzaki setiap hari. Sudah sesuai dengan pendapat Yusuf Qardhawi yang menyatakan bahwa cara pengeluaran zakat bisa dilakukan dengan dua cara. Bisa dikeluarkan setelah dipotong kebutuhan pokok, atau juga langsung dipotong zakat tanpa dikurangi kebutuhan pokok. Dan dikeluarkan saat menerima gaji setiap bulan, hal ini sesuai dengan qiyas terhadap zakat pertanian yang dikeluarkan setiap panen.
Lembaga UPZ yang ada di kemenag belum bisa menghimpun zakat profesi dari instansi lain, padahal UPZ adalah bagian dari BAZ lembaga yang dibentuk pemerintah  yang seharusnya bisa menjangkau semua instansi pemerintahan. Pengumpulan zakat di Kemenag Ponorogo masih bersifat himbauan yang belum bisa mengambil zakat dari semua PNS yang ada di bawah lingkupnya. Pengambilan hanya berdasar persetujuan muzakki atas kesadarannya sendiri.
KESIMPULAN

A.    Sejarah BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
B.     Penghimpunan Zakat oleh BAZNAS
Penghimpunan zakat yang dilakukan oleh BAZ tercantum dalam Undang-Undang No.38 Tahun 1999 “tentang pengelolaan zakat”, Pasal 25
C.    Pengelolaan dan Pendistribusian Dana Zakat Oleh BAZNAS
Hasil pengumpulan zakat dapat dikelola dalam dua pola yaitu, pola produktif dan pola konsumtif. Begitu juga dalam pendistribusiannya. Akan tetapi dalam pendistrisibusianya secara produktif disesuakan dengan beberapa syarat dan pertimbangan.


Daftar Pustaka

Fahham, A. Muchaddam. Paradigma Baru Pengelolaan Zakat Di Indonesia, Dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No.19/I/P3di/Oktober/2011.
Https://Id.M.Wikipedia.Org/Wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional, Diakses Sabtu 11 April 2016, 18:05 WIB
Intan, IAIN Raden. Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin: Suatu Pendekatan Operatif (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990), 56
Karim, Adiwarman A Dan A. Azhar Syarief, Fenomena Unik  Di Balik Menjamurnya LAZ Dan BAZ Di Indonesia. Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, Vol. I, 2009.
Mubarok. Abdullah, Penghimpunan Dana Zakat Nasional (Potensi, Realisasi Dan Peran Penting Organisasi Pengelola Zakat) Vol . V No.2 Februari 2014.
Undang-Undang Nomor 38. Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 21
Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat





[1]  Abdullah Mubarok, Penghimpunan Dana Zakat Nasional (Potensi, Realisasi Dan Peran Penting Organisasi Pengelola Zakat)( Vol . V No.2 Februari 2014), 7.
[2]  Adiwarman A Karim Dan A. Azhar Syarief, Fenomena Unik  Di Balik Menjamurnya LAZ Dan BAZ Di Indonesia. Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, Vol. I, 2009.
[3]  Ibid.,
[4]  Https://Id.M.Wikipedia.Org/Wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional, Diakses Sabtu 11 April 2016, 18:05 WIB
[5]  Undang-Undang Nomor 38. Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 21.
[6]  A. Muchaddam Fahham, Paradigma Baru Pengelolaan Zakat Di Indonesia, Dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No. 19/I/P3di/Oktober/2011.
[7]  Ibid.,
[8]  IAIN Raden Intan, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin: Suatu Pendekatan Operatif (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990), 56.
[9]  Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

No comments:

Post a Comment