Friday, October 7, 2016

“LAPORAN PENELITIAN TATA KELOLA WAKAF DI KUA DAN MTs TUNAS BANGSA KECAMATAN SOOKO PONOROGO”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di tengah permasalahan sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini, eksistensi lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Oleh karena itu sangat penting dilakukan pendefinisian ulang terhadap wakaf agar memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi riil persoalan kesejahteraan.
Perbincangan tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berwujud benda tidak bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan konsekuensi bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai anggunan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengelolaan harta wakaf di desa Sooko?
2.      Bagaimana penghimpunan harta wakaf di desa Sooko?
3.      Bagaimana pemanfaatan harta wakaf di desa Sooko?


BAB II
LANDASAN TEORI

A.              Pengertian Wakaf
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al tahbis (tertahan), al tasbil (tertawan) dan al man’u (mencegah). Sedangkan secara istilah wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan.

B.              Dasar Hukum Wakaf
Dalam surat Al Imron: 92, Allah berfirman:
لَنْ تَنَالُوْا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ (ال عمران: 92)
Artinya:
            “Akan mencapai kebaikan bila kamu menyedekahkan apa yang masih kamu cintai.”[1]

C.  Konsep Tata Kelola Wakaf
1.      Menghimpun harta wakaf
Mekanisme tata kelola yang paling utama dan awal adalah menghimpun harta benda wakaf dari wakif (fundraising). Fundraising sangat berhubungan dengan kemamapuan perseorangan, organisasi dan badan hukum untuk mengajak dan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan kesadaran, kepedulian dan motivasi untuk pemberian donasi.

Dalam konteks itulah, manajemen fundraising bagi lembaga menjadi penting dan butuh analisis pengelolaan yang tepat. Dengan ihtiar seperti inilah, lembaga mempunyai bangunan kapasitas khususnya pengembangan harta atau dana yang professional sehingga lembaga mampu mengembangkan hasil secara berkelanjutan.[2]

2.      Memproduktifkan harta wakaf
Ketika harta wakaf sudah diwakafkan oleh wakif, maka suatu keharusan bagi nadzir untuk mengelola dan mengembangkannya agar harta tersebut tidak habis.[3] Secara teoritis, Islam mengakui bahwa tanah sebagai faktor produksi. Oleh karena itu, tanah wakaf yang dianggap strategis harus dikelola secara poduktif dalam rangka meningkatkan nilai wakaf untuk kesejahteraan umat banyak.[4]

Adapun bentuk pengembangan wakaf sangat bermacam-macam sesuai benda yang diwakafkan. Adapun benda tidak bergerak seperti tanah, dapat digunakan untuk:
·                Keperluan peribadatan.
·                Keperluan sosial.
·                Penunjang kegiatan seperti sawah dan kebun.[5]

3.      Menyalurkan harta wakaf
Penyaluran harta wakaf bertujuan untuk mengatur tatacara penyusunan dan pelaksanaan program-program pemberdayaan wakaf secara baik, agar dana wakaf dan dari sumber lain dapat disalurkan atau dimanfaatkan sesuai dengan syariat Islam.[6]

Penyaluran hasil wakaf dalam bentuk pemberdayaan hasil-hasil wakaf secara umum ditujukan kepada mauquf ‘alaih, yang terkadang sudah ditunjuk oleh wakif untuk apa dan kepada siapa. Penerima infak sedekah yang mungkin saja termasuk di dalamnya zakat dan wakaf dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu masyarakat yang tidak mampu atau tidak berdaya dan untuk kemaslahatan umum.[7]
4.      Pelaporan Harta Wakaf
Pelaporan merupakan salah satu proses menejemen yang vital. Dalam pengelolahan wakaf akuntabilitas memainkan peranan yang signifikan sebagai parameter profesionalitas penanganan wakaf. Menurut syafi’i pengelolahan wakaf yang profesional terdapat 3 filosofi dasar yaitu, pola menejemen harus dalam bingkai proyek yang terintegritas. Mengedepankan asas kesejahteraan nadzir, yang menyeimbangkan antara kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang diterima. Ketiga, asas transparasi dan akuntabilitas.

D.              Perubahan Wakaf

Pada prinsipnya perubahan wakaf tidak dapat dilakukan, mengingat petunjuk Nabi kepada Umar sangat tegas bahwa benda-benda yang telah diwakafkan tidak dapat dijual belikan atau dihibahkan atau disewakan. Pada pasal 11 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977 menjelaskan bahwa “pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari ada yang dimaksud dalam ikrar wakafnya.” Ulama fikih zaman klasik (ulama salaf) membagi benda wakaf menjadi dua macam, pertama berupa masjid, kedua bukan masjid. Benda wakaf yang bukan masjid dibagi dua lagi, pertama berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Selanjutnya mereka menegaskan bahwa benda wakaf milik masjid tidak boleh dirubah statusnya dengan alas an apapun. Akan tetapi Ibnu Taimiyah dan sebagian ulama Hanabilah lainnya membolehkan perubahan dengan ketentuan tetap menjaga manfaat atau maslahat. Sementara benda wakaf selain masjid, ulama syafi’iyah membolehkan perubahan tersebut, dengan syarat tindakan tersebut benar-benar diperlukan.
            Selanjutnya mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratan-persyaratan tentang perubahan tersebut. Ulama Syafi’iyah sangat ketat dalam mempertahankan asset wakaf. Benda-benda milik wakaf, apalagi terkait dengan benda masjid, sangat kokoh dipertahankan walaupun secara fisik sudah tidak berguna lagi. Ketentuan tersebut walaupun bertujuan untuk melindungi asset wakaf, tetapi dinilai berlebihan, karena wakaf menurut madzhab ini adalah milik Allah yang harus dijaga secara ketat. Konsep wakaf dalam madzhab ini lebih mempertahankan benda konkritnya, bukan fungsi dan manfaatnya sehingga benda wakaf yang telah berubah menjadi puing-puing sekalipun tetap dipertahankan. Namun sebagian ulama dari madzhab ini, yaitu Imam Baghawie, Imam Al Jurjanie dan Imam Al Rauyanie membolehkan untuk menjual barang-barang tersebut dan hasilnya dibelikan barang-barang yang serupa agar tidak sia-sia. Mereka dalam hal ini tampak mengikuti pendapat yang membolehkan istibdal.

            Ulama Hanafiyah membolehkan perubahan status dalam tiga hal:
1.      Apabila ada isyarat dari wakif tentang kebolehan menukar benda wakaf tersebut yang diketahui ikrarnya.
2.      Apabila benda wakaf itu tidak dapat dipertahankan lagi
3.      Jika manfaat benda yang pengganti lebih besar manfaatnya dari benda yang ditukar.
Ulama Malikiyah juga menentukan tiga syarat, yaitu:
1.      Wakif ketika mengikrarkan wakafnya mencantumkan kebolehan untuk ditukar atau dijual
2.      Benda wakaf berupa benda bergerak atau kondisinya sudah tidak sesuai dengan tujuan wakafnya
3.      Apabila benda wakaf dibutuhkan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan masjid, jalan raya, dan sebagainya.
Ulama Hanabilah lebih tegas lagi, mereka tidak membedakan apakah benda wakaf itu berbentuk masjid atau bukan masjid. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa benda wakaf boleh ditukar atau dijual, apabila tindakan ini benar-benar sangat dibutuhkan.[8]


BAB III
DATA LAPANGAN
Wakaf di Kecamatan Sooko

A.  Sejarah Singkat
Di desa Sooko terdapat banyak aset perwakafan sekitar 145 aset wakaf. Dari sekian banyak asset tersebut dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu untuk mushola, langgar, lembaga pendidikan. Dari ketiga penggunaan itu yang kami pilih adalah lembaga KUA dan MTS Tunas Bangsa. Penggunaan untuk KUA dan MTS Tunas Bangsa semuanya sudah bersertifikat. Berdasarkan keterangan, Nadzirnya P. Sucipto (Alm), wakifnya Bapak Syawal dan saksinya Mbah Mardi serta Bapak Ali Warsa. Setelah Nadzir meninggal terdapat kekurangan menejerial mengenai pengelolaan wakaf. Jadi setelah nadzir meninggal seharusnya diteruskan dengan nadzir yang lain, tetapi tidak dilakukan karena sifat budaya masyarakat itu ketika ada benda wakaf yang nadzirnya meninggal, system pengelolaannya di kembalikan ke masyarakat, sehingga semua tanggung jawab dilakukan secara bersama-sama.[9]

Hal yang paling menarik dalam penelitian kami adalah yang dulunya wakaf berupa MTS Tunas Bangsa sekarang berubah menjadi TK. Hal itu disebabkan karena menejemen pengelolaan MTS Tunas Bangsa kalah saing dengan MTS yang lain.

Pada tahun 90-an siswa-siswi MTS Tunas Bangsa semakin habis. Maka dengan adanya hal ini MTS Tunas Bangsa ditutup. Setelah 4 tahun kemudian mbah Mardi memprakarsai untuk menggunakan gedung yang tidak terpakai untuk digunakan. Berdasarkan hasil rapat antara Mbah Mardi dengan masyarakat maka disepakati untuk digunakan TK. Dan saat itu menggunakan fasilitas yang ada. Dari tahun ketahun perkembangan TK tersebut semakin membaik bahkan sampai saat ini muridnya mencapai 96 anak.

B.     Konsep Tata Kelola Wakaf di Desa Sooko

1.      Menghimpun Harta Wakaf
 Harta wakaf yang berada di desa sooko dalam pembangunannya/ pendiriannya mendapatkan dana dari pemerintah dan juga dari swadaya masyarakat. Kemudian untuk pengembangannya berasal dari berbagai sumber, diantaranya untuk TK berasal dari wali murid.

2.      Pengelolaan Harta Wakaf
Pengelolaannya dilakukan sendiri-sendiri antara TK dan KUA. Pengelolaan untuk TK diadakan pertemuan tiap 3 bulan sekali untuk mengevaluasi perkembangan TK. Selain itu juga mengadakan rapat antara guru-guru bersama dengan pengurus yayasan.

3.      Pelaporan Pemanfaatan Harta Wakaf
Pelaporan dilakukan kepada wali murid setiap tri wulan sekali bersamaan dengan rapat evaluasi. [10]



BAB IV
ANALISIS DATA

Berdasarkan data yang kami peroleh di lapangan ditemukan adanya perubahan pemanfaatan harta wakaf yang dulunya tanah wakaf  diperuntukan untuk MTS seiring bejalannya waktu, sekarang berubah menjadi TK dikarenakan MTS tidak ada muridnya sehingga selama 4 tahun tidak digunakan untuk apa-apa.

Pada dasarnya merubah pemanfaatan harta wakaf tanpa seizin wakif tidak diperbolehkan. Akan tetapi karena dalam keadaan darurat dan harta wakaf  nganggur/tidak digunakan maka diperbolehkan selama pergantiannya mendatangkan manfaat yang lebih besar dari benda yang ditukar.


BAB V
KESIMPULAN

1.      Pengelolaan wakaf di desa Sooko sudah baik karena sudah adanya usaha untuk menghidupkan dan melestarikan harta wakaf.
2.      Penghimpunan harta wakaf diperoleh dari masyarakat dan bantuan pemerintah setempat.
3.                  Pemanfaatan harta wakaf digunakan khususnya untuk kemaslahatan masyarakat setempat dan untuk masyarakat luas pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Huda, Miftahul. Mengalirkan Manfaat Wakaf . Ponorogo: STAIN PRESS, 2014.

Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.

Muzarie, Mukhlisin. Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: Kementrian Agama RI, 2010.

Wawancara, Bapak Anwar, tgl 19 mei 2014, pukul 11.45.

Wawancara, Bapak Mardi, tgl 19 Mei 2014, Pukul 12.15.






                                                                                                                                 


LAMPIRAN

a.      Kantor KUA Sooko

b.      Taman Bermain TK (Tanah Wakaf MTS)


c.       Rumah Dinas KUA

d.      TK (di samping masjid di belakang Kantor KUA)





[1] Hendi Suhendi, FIQIH MUAMALAH, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal: 239-241.
[2] Miftahul Huda, Mengalirkan Manfaat Wakaf (Ponorogo: STAIN PRESS, 2014), hal: 208-212.
[3] Ibid, hal: 232.
[4] Ibid, hal: 241.
[5] Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hal: 111.
[6] Miftahul Huda, Mengalirkan Manfaat Wakaf, hal: 265-266.
[7] Ibid, hal: 257-258.
[8][8] Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2010), Hal: 208-210.
[9] Wawancara, Bapak Anwar, tgl 19 mei 2014, pukul 11.45
[10] Wawancara, Bapak Mardi, tgl 19 Mei 2014, Pukul 12.15

No comments:

Post a Comment