Wednesday, October 12, 2016

HARTA, HAK DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM (makalah Ekonomi Islam)

HARTA, HAK DAN KEPEMILIKAN
DALAM ISLAM

MAKALAH
HUKUM KONTRAK DAN PERIKATAN ISLAM




Oleh:
Hanafi Hadi Susanto
212115015

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN PONOROGO)
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
2015





KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat serta taufik-Nya saya dapat menyusun makalah ini dengan judul “Harta, Hak dan Kepemilikan Dalam Islam” ini untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kontrak dan Perikatan Dalam Islam, Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang akan menjadi shafa’atul uthma bagi kita semua di akhirat kelak.Amin.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Iza Hanifuddin, Ph.D yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini dan yang senantiasa membimbing dan memberikan ilmunya kepada saya. Kepada temen-temen yang telah memberikan masukan atas kesempurnaan makalah ini.
Saya  juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari dosen pengampu sangat kami harapkan demi kebaikan makalah kami selanjutnya dan semoga apa yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua.


Ponorogo, Oktober 2015
Hormat Kami

Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman judul ………………………………………………………………            1
Kata pengantar………………………………………………………………            2
Daftar isi…………………………………………………………………….                        3
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………..           4
a.       Pendahuluan……………………………………………………..           4
b.      Rumusan masalah………………………………………………..           4
Bab II Pembahsan……………………………………………………………           5
a.       Harta dalam Islam………………………………………………..           6
b.      Harta material, immaterial dan piutang………………………….            8
c.       Hak dan hak yang berkaitan dengan harta……………………….          9
d.      Tukar menukar hak……………………………………………….          10
Bab III Penutup……………………………………………………………….         11
Daftar pustaka…………………………………………………………………        12



BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan umat manusia, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting. Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer, sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta pulalah akan terjadi interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia). Sebab harta ini di dapat setelah terjadi hubungan timbal balik antar manusia, atau biasa di kenal dengan kerja sama. Kerja sama dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, yaitu harta.
Tidak ada larangan dalam mencari harta baik konvensional maupun syariah, semua sama-sama menganjurkan kepada manusia untuk mencari harta. Harta bagi manusia merupakan dzat yang sangat berharga. Meskipun terkadang ada sekelompok orang yang tidak menganggap itu berharga karena mungkin mereka telah memiliki sesuatu yang lebih berharga. Singkatnya, penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif, tidak mengikat. Sebab tergantung siapa yang menilainya. Bagi orang miskin, sepeda motor merupakan harta yang paling berharga. Namun tidak bagi orang kaya. Orang kaya menganggap mobil mewah lah harta yang paling berharga. Itulah sebabnya mengapa penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut sistem pembagian harta, dilihat dari subyek yang membaginya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara Islami dan konvensional. Dua hal tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam membagi harta. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang konsep harta dalam fiqih muamalat.
B.       RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan harta?
2.      Apa yang dimaksud dengan harta material, immaterial dan piutang?
3.      Apa yang dimaksud dengan harta dan hak yang berkaitan dengan harta?
4.      Bagaimana proses pertukaran hak dalam pandangan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    HARTA DALAM ISLAM
1.      Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal jamaknya amwal. Secara etimologis mempunyai beberpa arti yaitu condong, cenderung dan miring.[1] Ada juga yang mengartikan al-mal dengan sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka menjaganya, baik dalam bentuk materi maupun non materi (manfaat). Sedangkan menurut terminologis, harta yaitu sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpanya. Sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak bisa disebut harta.[2] Nama lain dari harta secara konsep fiqih adalah tsarwah yang juga diartikan dengan harta kekayaan yang dapat di ukur dengan nilai dan harga.
Menurut Hanafi harta ialah sesuatu yang digandrungi tbiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.[3] Imam Hanafi membedakan harta dengan milik. Menurutnya milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaanya oleh orang lain. Sedangkan harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaanya harta bisa dicampuri oleh orang lain.[4]
Sedangkan menurut jumhur ulama selain hanafiah yang dimaksud dengan harta ialah segala sesuatu yang mempunyai nilai dan kewajiban ganti rugi atas orang yang merusak orang yang merusak atau melenyapkannya.[5] Menanggapi persoalan definisi harta, Mustafa Ahmad Zarqa menegaskan bahwa sesuatu itu dikatakan harta jika memenuhi dua syarat yaitu pertama, sesuatu itu harus berwujud materi dan bisa diraba dan kedua, manusia akan berusaha untuk meraihnya dan menjaganya agar tidak diambil untuk dimiliki orang lain.[6] Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 ayat 9 harta ialah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan dan dialihkan baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda bergerak maupun tidak bergerak dan hak yang mempunyai nilai ekonomis.[7]
2.      Unsur-Unsur Harta
Para ulama membagi harta menjadi dua unsur yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak termasuk harta tetapi termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia, dan tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madaniyah maupun manfaat ma’nawiyah.[8]
3.      Pembagian Harta
Para ulama membagi harta dilihat dari berbagai aspek antara lain yaitu sebagai berikut:[9]
a.       Aspek kebolehan manfaatnya oleh syara’ yaitu
1)        Mutaqawwin yaitu sesuatu yang boleh dimanfaatkan menurut syara’
2)        Ghairu mutaqawwin yaitu sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan menurut syara’ baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya.
b.      Aspek jenisnya, yaitu
1)   Manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
2)   Ghairu manqul yaitu harta yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
c.       Aspek pemanfaatanya, yaitu
1)        Isti’mali yaitu harta yang apabila digunakan atau dimanfaatkan benda itu tetap utuh, sekalipun manfaatnya sudah banyak digunakan.
2)        Istihlaki yaitu harta yang apabila dimanfaatkan berakibat akan menghabiskan harta itu.
d.      Aspek ada atau tidaknya harta yang sejenis dipasaran, yaitu
1)        Mitsli adalah harta yang ada jenisnya dipasaran yang dapat ditimbang atau ditakar
2)        Qimi adalah harta yang tidak ada jenis yang sama dalam satuanya dipasaran
e.       Aspek status harta, yaitu
1)        Mamluk adalah harta yang sepenuhnya telah dimiliki oleh seseorang.
2)        Mubah adalah harta yang asalnya bukan milik seseorang dan boleh dimanfaatkan oleh orang lain asal tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.
3)        Mahjur adalah harta yang ada larangan syara’ untuk memlikiknya.
f.       Aspek boleh tidaknya dibagi, yaitu
1)        Mal qabil li al-qismah adalah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi dan manfaatnya tidak hilang.
2)        Mal ghair qabil li al-qismah adalah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi dan manfaatnya akan hilang.
g.      Aspek pemiliknya, yaitu
1)        Khas adalah harta pribadi yang tidak oleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
2)        ‘am adalah harta milik umum yang boleh diambil manfaatnya.
h.      Aspek harta berbentuk benda dan harta yang berbentuk tanggungan, yaitu
1)        Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda. Terbagi menjadi:
a)         Harta ‘ain dzati qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai.
b)        Harta ‘ain ghairi dzati qimah benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga
2)        Harta dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab
i.        Aspek harta dari segi manfaat, yaitu
1)        Harta ‘Aini ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud) misal rumah
2)        Harta Nafi’ yaitu harta yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembagan masa, oleh karena itu mal al-nafi’ tidak berwujud dan tidak mugkin disimpan.
4.      Padangan Islam Terhadap Harta
Islam memandang pemilik mutlak harta atau segala sesuatu yang ada di muka bumi adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia adalah hanya bersifat relatif, sebatas untuk menjalankan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan Allah.

B.     HARTA MATERIAL, IMMATERIAL DAN PIUTANG
1.         Harta Material
Dalam kontek fiqih, harta atau benda terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:
a.       Barang (jamad) yaitu segala sesuatu yang bisa diraba, dirasakan dan dilihat. Dalam fiqih barang ini termasuk dalam kategori harta material
b.      Hak (khaq) yaitu sesuatu yang tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan manfaatnya dalam fiqih disebut dalam kategori harta immaterial.
2.         Piutang
Menurut ulama hanafiah piutang adalah sesuatu yang diberikan seseorang dari harta yang memiliki perumpamaan untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut Wahab al-Zuhayliy, piutang adalah penyerahan suatu harta kepada orang lain yang tidak disertai dengan imbalan atau tambahan dalam pengembaliannya.[10] Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, piutang adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang kepada orang yang berhutang untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu.[11] Firdaus mengemukakan bahwa piutag adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.[12]Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan pengembalian yang sama. Dalam konteks fiqih piutang terbagi menjadi dua yaitu piutang yang berupa bersifat material seperti hutang piutang (qardh) dan piutang yang bersifat immaterial seperti janji, qisos dan lain-lain.
C.     PENGERTIAN HAK DAN HAK YANG BERKAITAN HARTA
1.         Pengertian Hak
Hak secara etimologis yaitu penguasaan terhadap sesuatu. Sedangkan secara terminologi, hak yaitu suatu kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat selama tidak penghalang syar’i.[13] Menurut pengertian umum, hak ialah suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.[14] Menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh untuk dimiliki secara syar’i. Menurut Ahmad Zarqa, hak adalah sebuah keistimewaan yang dengannya syara menetapkan sebuah kewenangan atau beban.[15] Pendapat lain yang dikemukakan oleh Suhendi bahwa hak secara umum ialah sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syariat untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Hak juga didefinisikan sebagai kekuasaan mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang kepada yang lainnya.[16]
2.         Pembagian Hak
Secara umum hak dapat dibagi menjadi dua yaitu[17]
a.    Hak mal adalah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda atau utang
b.    Hak ghairu mal terbagi dua yaitu:
1)        Hak syakhshi adalah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain.
2)        Hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Macam-macam hak ‘aini adalah
a)    Haq al-milkiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh ia memilikinya, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkanya dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain
b)   Haq al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
c)    Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu atas sesuatu yang lain.
d)   Haq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan.
e)    Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda.
f)    Haq qarar adalah hak menetap atas wakaf.
g)   Haq al-murur ialah hak jalan pada miliknya dari jalan umum atau jalan khusus pada milik orang lain.
h)   Haq ta’alli ialah hak menempatkan bangunan diatas bangunan orang lain.
i)     Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas tempat yaitu hak untuk mencegah pemilik dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
j)      
D.    TUKAR MENUKAR HAK (TABADUL AL-HAQ)
Syariat dan aturan hukum merupakan sumber adanya suatu hak, namun adakalnya syariat menetapkan secara langsung tanpa adanya sebab dan adakalanya melalui sebab terjadinya tukar menukar hak. Sumber penukaran hak itu antara lain: 1. Syariat seperti ibadah yang diperintahkan 2. Akad, seperti jual beli, hibah, wakaf dalam pemindahan hak milik. 3. Kehendak pribadi seperti nazar dan janji 4. Perbuata yang bermanfaat seperti melunasi utang dan kredit orang lain. 5. Perbuatan yang menimbulkan mudharat pada orang lain seperti kewajiban membayar ganti rugi.



BAB III
KESIMPULAN
Harta merupakan kebutuhan mendasar manusia. Dengan harta tersebut Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia harus mempergunakan harta dengan sebaik-baiknya. Cara memperoleh harta itu banyak sekali asalkan dengan jalan yang halal dan diridhoi Allah SWT. Lalu adanya macam – macam harta yang telah dijelaskan dalam makalah ini supaya kita lebih memahami. Fungsi harta juga sangat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun kegunaan dalam hal yang jelek.



DAFTAR PUSTAKA
Sahrani , Sohari dan Ru’fah Abdullah.  Fiqih Muamalah.  Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
Nawawi, Ismail. Fiqih Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial. Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010
Mardani. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenamedia Group., 2013
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Press, 2008
Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Syafei, Rahmad. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2000
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003




[1] Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), 59
[2] Rahmad Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia,2000), 21
[3] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 55
[4] Ibid
[5] Ibid, 56
[6] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 21-22
[7] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Press, 2008), 12
[8] Ibid, 12
[9] Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), 62-63
[10] Wahab al-zuhayliy, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adilatuhu, juz IV, 2915
[11] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jus 12, 129
[12] Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 300
[13] Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), 66
[14] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Press, 2008), 22
[15] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 3
[16] Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), 71
[17] Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fiqih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 33-34

1 comment: