Friday, October 14, 2016

Konsep Dan Aplikasi Akad Wakalah Hiwalah Kafalah Rahn Serta Qord Dalam Perbankan Syariah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Muamalah dalam Islam dilandasi pemikiran bahwa setiap kegiatan dan aktivitas manusia memiliki dimensi “ibadah” yang dapat diimplementasikan pada setiap level kegiatan. Dengan aqidah yang benar akan dapat menghasilkan perbuatan baik yang mencerminkan suatu akhlak mulia. Bank-bank syariah ialah Bank atau lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam, yang mana didalamnya bebas dari unsur-unsur Riba, Gharar, Judi, dan berbagai transaksi-transaksi yang dilarang oleh hukum islam.[1]
Dalam dunia perbankan khususnya bank syariah sangat banyak akad yang dilakukan antara lain wakalah, kafalah, qord, rahn dan lain sebagainya. Meskipun dalam praktek sudah menggunakan akad-akad tersebut namun kenyataannya belum berjalan dengan baik, hal ini terlihat pada pandangan masyarakat mengenai perbankan syariah sendiri dimana menurut masyrakat masih menganggap praktek perbankan syariah dalam menjalankan akad sama dengan yang diterapkan pada operasional bank konvensional. Untuk itu pada kesempatan kali ini pemakalah akan menyampaikan ulasan terkait dengan beberapa akad dalam perbankan syariah mengingat sangat pentingnya pembenahan dan penyempurnaan ekonomi syariah kususnya dalam perbankan.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep dan aplikasi akad wakalah dalam perbankan syariah?
2.      Bagaimana konsep dan aplikasi  akad hiwalah dalam perbankan syariah?
3.      Bagaimana konsep dan aplikasi  akad kafalah dalam perbankan syariah?
4.      Bagaimana konsep dan aplikasi  akad rahn dalam perbankan syariah?
5.      Bagaimana konsep dan aplikasi  akad qord dalam perbankan syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al-Tafwid}}) dan pemeliharaan (al-Hifd}).[2] Menurut kalangan syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu an-niyabah) dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.[3]
Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata Tawke>l diturunkan yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.[4] Akad Wakalah adalah akadyang memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam posisi melakukan kegiatan tersebut.[5]
B.     Landasan Syariah Wakalah
1.    Al-Qur‟an
Salah satu dasar dibolehkannya Wakalah adalah firman Allah SWT yang berkenaan dengan kisah As}-habul Kahfi.
y7Ï9ºxŸ2ur óOßg»oY÷Wyèt/ (#qä9uä!$|¡tGuŠÏ9 öNæhuZ÷t/ 4 tA$s% ×@ͬ!$s% öNåk÷]ÏiB öNŸ2 óOçFø[Î6s9 ( (#qä9$s% $uZø[Î7s9 $·Böqtƒ ÷rr& uÙ÷èt/ 5Qöqtƒ 4 (#qä9$s% öNä3š/u ÞOn=ôãr& $yJÎ/ óOçFø[Î6s9 (#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$# öÝàZuŠù=sù !$pkšr& 4x.ør& $YB$yèsÛ Nà6Ï?ù'uŠù=sù 5-ø̍Î/ çm÷YÏiB ô#©Ün=tGuŠø9ur Ÿwur ¨btÏèô±ç öNà6Î/ #´ymr& ÇÊÒÈ  
dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.QS Al-Kahfi : 19

÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz ÇÌÎÈ  
 dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.. (QS. An-Nissa :35)
2.    Al- Hadist
Terdapat beberapa hadist yang dianggap relevan dengan hukum Wakalah, antara lain:
”Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar untuk mewakilinya untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi) dengan Maimunah binti al-Harits.” (HR. Malik dalam al-Muwaththa‟)

C.    Macam-Macam Waklah
Wakalah dapat dibedakan menjadi: al-Wakalah Al-Am>ah dan Al-Wakalah Al-Khoss}ah, Al-wakalah al-muqoy>adoh dan al-wakalah mutlaqoh.[6]
a.      Al-wakalah al-khoss}ah, adalah prosesi pendelegasian wewenang untuk menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik. Dan spesifikasinyapun telah jalas, seperti halnya membeli Honda tipe X, menjadi advokat untuk menyelesaikan kasus tertentu.
b.      Al-wakalah al-‘am>ah, adalah prosesi pendelegasian wewenang bersifat umum, tanpa adanya spesifikasi. Seperti belikanlah aku mobil apa saja yang kamu temui.
c.       Al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah mutlaqoh. Adalah akad dimana wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya jualah mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika kredit. Sedangkan Al-wakalah al-muthlaqoh adalah akad wakalah dimana wewenang dan wakil tidak dibatasi dengan syarat atau kaidah tertentu, misalnya jualah mobil ini, tanpa menyebutkan harga yang diinginkan.[7]
D.    Aplikasi Perbankan
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C(Letter Of Credit Import Syariah & Letter Of Credit Eksport Syariah),Inkaso dan Transfer uang, Penitipan, Anjak Piutang (Factoring), Wali Amanat, Investasi Reksadana Syariah, Pembiayaan Rekening Koran Syariah, Asuransi Syariah.[8]
E.     Pengertian Hawalah
Secara etimologi, yang dimaksud dengan hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengoperkan. Maka Abdurrahman al-Jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hawalah secara etimologi ialah:
أَلنَّقْلُ مِنْ مَحَلٍّ إِلَى مَحَلِّ
 “Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.”[9]
Sedangkan secara terminologi, pengertian hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Misalnya: A memberi pinjaman kepada B, sedangkan B masih mempunyai piutang kepada C. Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C  yang harus bayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.[10]
F.     Landasan Hawalah
1.      Sunnah
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
مَطْلُ الْغَنِىِّ ظُلْمٌ فَاِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan, jika salah seorang dari kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hawalah itu.”
Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang meng-hawalah-kan kepada orang yang mampu/kaya, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang di-hawalah-kan. Dengan demikian, haknya dapat terpenuhi.
2.      Ijma
Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah pemindahan utang. Oleh sebab itu, harus pada uang atau kewajiban finansial.[11]
G.    Aplikasi Perbankan
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut:
1.      Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2.       Post-date check, di mana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
3.      Bill discounting, secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya saja, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee. Sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.[12]
H.    Pengertian Kafalah
Secara etimologi berarti penjaminan. Kafalah mempunyai padanan kata yang banyak, yaitu dh}amanah, hamalah, dan za’amah. Menurut Al-Mawardi, ulama madzhab Syafi’i, semua istilah tersebut memiliki arti yang sama, yaitu penjaminan.[13]
Menurut istilah kafalah berarti akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak (kafil) kepada pihak lain (makful ‘anhu) dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful lahu).
Istilah kafalah dalam praktek perbankan sekarang ini adalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful ‘anhu) apabila pihak yang ditanggung cidera janji atau wanprestasi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak ketiga. Pada hakikatnya pemberian kafalah ini akan memberikan kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan isi perjanjian/kontrak yang telah disepakati tanpa khawatir apabila terjadi sesuatu dengan nasabah sehingga nasabah cidera janji untuk memenuhi prestasinya
I.       Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum kafalah dapat dipelajari dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dalam Al-Qur’an terdapat pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf, yaitu Al-Qur’an Surat Yusuf : 72 yang artinya:
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9ŽÏèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy ÇÐËÈ  
penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".[14]
Kata za’im yang artinya penjamin dalam Surat Yusuf tersebut adalahgharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran. Sedangkan Ibnu Abbas menafsirkan kata za’iim berarti sama dengan kata kafiil.
Dalam Al-Qur-an Surat al-Maidah (5) : 2 Allah berfirman yang artinya:
“Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”(QS. Al-Mai’dah : 2).
Selama masih dalam koridor kebaikan dan bukan untuk berbuat dosa dan pelanggaran, memberikan jaminan kepada orang lain merupakan perwujudan tolong menolong.
J.      Macam Kafalah
Menurut ulama wahbah az-Zuhayliy dan Sayyid Sabiq, ditinjau dari segi obyeknya Kafalah terbagi menjadi 2 Jenis, yaitu:[15]
1.      Kafalah bin Nafs (kafalah bil Wajhi), Merupakan akad jaminan dari kafil untuk menghadirkan diri seseorang pada waktu tertentu di tempat tertentu. Kafalah ini bukan merupakan kajian ekonomi Islam.
2.      Kafalah bil Ma>l, Merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. Kafalah bil Mal sendiri terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a.       Kafalah bi al -Taslim, yaitu merupakan jaminan yang diberikan dalam rangka menjamin penyerahan atas barang yang disewa pada saat berakhirnya masa sewa.
b.      Kafalah Munjazah, yaitu merupakan jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa adanya pembatasan waktu tertentu.
c.       Kafalah muqay>adah/muallaqah, yaitu merupakan jaminan atau kafalah yang dibatasi waktunya, sebulan, setahun dan sebagainya.


K.    Aplikasi Dalam Perbankan
Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat diaplikasikan dalam bentuk pemebrian jaminan bank dengan terlebih dahulu diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank atas dasar hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif baik berupa komitmen maupun kontinjen.
Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit. Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihakyang terkait untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih aman dan terjamin, sehingga adanya kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah wanprestasi/lalai dalam memenuhi kewajibannya.
Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.
Transaksi yang dapat dikelompokkan dalam akad-akad kafalah adalah:[16]
1.    Bank Garansi
Bank garansi adalah surat jaminan yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pihak ketiga atas permintaan nasabah sehubungan dengan transaksi ataupun kontrak yang telah mereka sepakati sebelumnya. Pemberian jaminan ini pada umumnya disyaratkan oleh pihak ketiga terhadap mitra kerjanya, yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian dilaksanakannya isi kontrak sesuai dengan yang telah disepakati. Apabila terjadi cidera janji oleh mitra kerjanya, berdasarkan surat jaminan bank (bank garansi) maka pihak ketiga tadi dapat mengajukan kalim kepada bank penerbit garansi tersebut, asal saja semua syarat-syarat untuk pengajuan klaim telah terpenuhi. Bank garansi berfungsi sebagai covering risk jika salah satu pihak lali/cidera janji memenuhi kewajibannya di mana pihak bank mengambil-alih risiko tersebut.
2.    Letter of Credit
Pada umumnya instrumen letter of credit yang diterbitkan oleh bank akan membantu memperlancar transaksi perdagangan (ekspor impor) antar negara karena letter of credit berperan sebagai jembatan penghubung, pengambil-alihan risiko bagi masing-masing pihak terkait sehingga mereka merasa lebih aman untuk melakukan transaksi.
Apabila pihak eksportir melakukan pengiriman barang-barng mereka kepada importir terlebih dahulu sebelum importir melakukan pembayaran atas harga barang yang dikirim tersebut, akan timbul kekhawatiran dari pihak eksportir kalau importir tidak melaksanakan pembayaran sedangkan barang-barang sudah terlanjur dikirim ke negara importir, sehingga eksportir akan menanggung risiko kemungkinan tidak diterimanya pembayaran. Sebaliknya apabila importir melakukan pembayaran/mengirim uang terlebih dahulu kepada eksportir sebelum barang dikirim oleh eksportir kepada importir, justru saat ini importir yang khawatir dan mempunyai risiko kalau pihak eksportir tidak mengirimkan barang-barang sesuai dengan pesanan, sedangkan pembayarannya telah dilakukan terlebih dahulu.
Kondisi ragu-ragu dan saling curiga antara eksportir dan importir akan berlangsung terus karena masing-masing pihak tidak akan mau melakukan transaksi yang berisiko tinggi tanpa adanya suatu jaminan dan kepastian akan pembayaran maupun peneriamaan barang sesuai dengan kesepakatan mereka, sehingga akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran dan pertumbuhan transaksi perdagangan secara keseluruhan.
Untuk menjembatani permasalahan ini diperlukan suatu instrumen yang dikeluarkan oleh institusi yang independen dan dapat diterima oleh masing-masing pihak terkait agar mereka dapat menjalankan transaksi secara aman tanpa keraguan. Instrumen tersebut adalah letter of credit, merupakan dokumen bank yang intinya berupa janji atau komitmen bank kepada pihak penjual/eksportir melalui bank mereka untuk melakukan pembayaran, pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka kirim, dengan syarat apabila semua klausula-klausula yang disyaratkan dalam dokumen tadi telah dipenuhi oleh penjual/eksportir.
Dalam hal ini bank sebagai penerbit letter of credit akan menerbitkan letter of credit atas dasar permohonan dari pembeli (importir) melalui sales contract yang telah mereka sepakati (antara importir dan eksportir) sehingga pihak bank dalam hal ini bukan dalam posisi mewakili importir, tetapi memberikan jaminan terhadap kelangsungan bisnis importir, karena dengan adanya letter of credit ini pihak eksportir akan merasa aman untuk mengirimkan barang-barangnya terlebih dahulu sedangkan pembayaran dari importir akan diterima nanti setelah dokumen-dokumen yang diterima mereka, diperiksa dan sesuai dengan yang disepakati. Pembayarn baru akan dilakukan apabila semua dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam letter of credit tersebut telah dipenuhi oleh eksportir.
3.    Kartu Kredit
Bank menjamin nasabah (pemegang kartu) untuk belanja tanpa uang cash kepada pihak ketiga (merchant, supermarket, hypermarket).Dan karena penjaminan itu, maka bank selaku kafil dapat mengenakan ujrah (fee) kepada nasabah
L.     Pengertian Rahn
Secara etimologi, gadai (al-rahn) berarti al-t}ubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan.[17] Sedangkan secara terminologi, al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.[18]
Beberapa  pandangan atau pendapat ulama fiqh mengenai pengertian gadai (ar-rahn) di antaranya adalah:
1.      Ulama Syafi’iyah: “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang.”
2.      Ulama Malikiyah: “Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat.”  
Menurut mereka, yang dijadikan barang jaminan bukan saja harta yang bersifat materi, tetapi juga harta yang bersifat manfaat tertentu. Harta yang dijadikan barang jaminan tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi penyerahannya boleh juga secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan maka yang diserahkan itu adalah surat jaminannya (sertifikat sawah).
3.      Ulama Hanabilah: “Harta yang dijadikan jaminan utang sebagai pembayar harga (nilai) utang ketika yang berutang berhalangan (tak mampu) membayar utangnya kepada pemberi pinjaman.”
4.      Ulama Hanafiyah: “Menjadikan sesuatu (barang) sebagai  jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya.” [19]
M.   Dasar Hukum Rahn
1.      Al-Qur’an
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْ ضَةٌ ۗ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ...

 “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)....(QSal-Baqarah: 283)

Ayat tersebut secara eksplisit menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan bisa dikenal sebgai jaminan (collateral) atau objek pegadaian.[20]
2.      Al-Hadits
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامَا مِنْ يَهُودِيِّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926, kitab al-Bayu, dan Muslim)

N.    Aplikasi Rahn Pada Bank Syariah
Kontrak rahn dipakai dalam dua hal, yaitu:
1.      Sebai prinsip
Rahn dipakai dalam prinsip, artinya sebagai akad tambahan terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensinya akad tersebut.
2.      Sebagai produk
Dibeberapa Negara akad rahn dipakai sebagai alternative dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa dalam rahn tidak dikenal bunga tetap, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan penjagaan serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berkumulasi dan berfungsi ganda, sementara rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.[21]
O.    Pengertian Qirad}
Menurut bahasa Qirad} diambil dari kata qardh yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Qirad} disebut juga dengan mudharabah(bagi hasil).
Menurut istilah Syar’i qiradh berarti akad diantara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi diantara mereka berdua sesuai perjanjian yang telah disepakati.[22]
P.     Landasan Hukum Qiradh
1.      Al Qur’an
}§øŠs9 öNà6øn=tã îy$oYã_ br& (#qäótGö;s? WxôÒsù `ÏiB öNà6În/§
Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (Rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”. (QS.Al Baqarah: 198)

2.      As Sunah
Hadits yang berkaitan dengan qiradh antara lain:
a.       Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan melakukan qiradh (memberi modal kepada orang lain) dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjual belikan” (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib)
b.      Dalam hadits yang lain diriwayatkan oleh Tabrani dan Ibnu Abbas bahwa Abbas Ibn Muthalib jika memberikan harta untuk mudarabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau memperbolehkannya.[23]
Q.    Aplikasi Dalam Perbankan
Akad qard biasanya diterapkan sebagai berikut:
1.      Sebagai produk perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
2.      Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bias menarik dananya karena, misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
3.      Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kcil atau membayar sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan[24]



BAB III
KESIMPULAN

1.       Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Menurut kalangan syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakil) kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu an-niyabah) dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.
2.       Secara etimologi, yang dimaksud dengan hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengoperkan. Sedangkan secara terminologi, pengertian hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
3.       Secara etimologi berarti penjaminan. Kafalah mempunyai padanan kata yang banyak, yaitu dhamanah, hamalah, dan za’amah. Menurut Al-Mawardi, ulama madzhab Syafi’i, semua istilah tersebut memiliki arti yang sama, yaitu penjaminan. Menurut istilah kafalah berarti akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak (kafil) kepada pihak lain (makful ‘anhu) dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan (makful lahu).
4.       Secara etimologi, gadai (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan.. Sedangkan secara terminologi, al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
5.      Menurut bahasa Qirad} diambil dari kata qardh yang berarti potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh. Qirad} disebut juga dengan mudharabah(bagi hasil). Menurut istilah Syar’i qiradh berarti akad diantara dua pihak untuk bekerja sama dalam usaha perdagangan dimana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi diantara mereka berdua sesuai perjanjian yang telah disepakati.
Daftar Pustaka

Ayub, Muhammad,  Understanding Islamic Finance,  (Jakarta,  PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Dahlan, Abdul Aziz, dkk Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6.
http://alhushein.blogspot.com diakses 29 april 2016 14:15 WIB
Karim, Helmi Fiqh Muamalah cet. 3, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Cetakan 1, Jakarta: Gema Insani, 2001),
Rhesa Yogaswara, dapat dilihat http://viewislam.wordpress.com/2016/04/16/konsep-akad-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/ diakses 2 Mei 2016 13:15 WIB
Sabiq Sayyid, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik Jakarta : Gema Insani, 2008.
Sesuai dengan pasal 8 huruf e,f,h,j dan I, surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/kep./dir  tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: Grafindo Persada, 2010.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press 2008..




[1]  Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press 2008), 224.
[2]  Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani, 2008), 120.
[3]  Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002) , 20
[4]  Muhammad Ayub,  Understanding Islamic Finance,  (Jakarta,  PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), 529
[5]  Abdul Aziz Dahlan, dkk Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6, 1912
[6]  Rhesa Yogaswara, dapat dilihat http://viewislam.wordpress.com/2016/04/16/konsep-akad-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/ diakses 2 Mei 2016 13:15 WIB.
[8]  Sesuai dengan pasal 8 huruf e,f,h,j dan I, surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/kep./dir  tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah
[9]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), 99.
[10]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 126.
[11]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 99.
[12]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah. 127
[13]  Ibid., 231.
[14]  Antonio, Bank Syariah, 231.
[15]  Ibid., 232.
[16]  http://alhushein.blogspot.com diakses 29 april 2016 14:15 WIB
[17]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. 105.
[18]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah. 128.
[20]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, 216.
[21]  Ibid., 217.
[22]  Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawalai Pers,2010), 51.
[23]  Ibid.
[24]  Antonio, Bank Syariah, 226

No comments:

Post a Comment