Wednesday, October 19, 2016

DESAIN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum dari pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak bermakna manakala tidak diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif.
Persoalan bagaimana mengembangkan kurikulum, ternyata bukanlah hal yang mudah, serta tidak  sederhana yang kita bayangkan. Dalam skala makro, kurikulum berfungsi sebagai suatu  alat dan pedoman untuk mengantar peserta didik sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh karena itu, proses mendesain dan merancang suatu kurikulum mesti harus memperhatikan sistem nilai yang berlaku beserta perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat itu. Disamping itu, oleh karena kurikulum juga harus berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan bakat dan minatnya, maka proses pengembangannya harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada peserta didik.
Kurikulum harus terus menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi dan muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi ditambah dengan pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, menuntut suatu desain kurikulum yang berorientasi pada siswa dan teknologi. Oleh karena itu sangat penting bagi kita sebagai calon guru dalam mengetahui desain-desain kurikulum.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari desain kurikulum?
2.      Apa sajakah sifat-sifat desain kurikulum?
3.      Bagaimana asas dari desain kurikulum?
4.      Bagaimana pola desain kurikulum?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Desain Kurikulum
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan lingkup isi sering diintregasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dasar diteruskan dengan yang lanjutan.[1]
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.[2]

B.     Sifat-Sifat Desain Kurikulum
a.       Strategis, yaitu karena merupakan instrumen yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
b.      Komprehensif, yang mencakup keseluruhan aspek-aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
c.       Integratif, yang mengintegrasikan rencana yang luas, mencakup pengembangan dimensi kualitas dan kuantitas.
d.      Realistik, berdasarkan kebutuhan nyatapeserta didik dan kebutuhan masyarakat.
e.       Humanistik, menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia, baik kuantitatif maupun kualitatif.
f.       Futuralistik, mengacu jauh kedepan dalam merencanakan masyarakat yang maju.
g.      Merupakan bagian integral yang mendukung manajemen pendidikan secara sitematik.
h.      Perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan standar nasional.
i.        Berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik.
j.        Bersifat desentralistik, karena dikembangkan oleh daerah sesuai dengan kondisi dan potensi daerah.[3]

C.     Asas-Asas Desain Kurikulum
a.       Objektivitas, harus memiliki tujuan yang jelas dan spesifik berdasarkan tujuan pendidikan nasional, data input yang nyata sesuai dengan kebutuhan.
b.      Keterpaduan, desain kurikulum memadukan jenis dan sumber dari semua disiplin ilmu, keterpaduan sekolah dan masyarakat, keterpaduan internal, serta keterpaduan dalam proses penyampaian.
c.       Manfaat, menyediakan dan menyajikan pengetahuan dan keterampilan sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan dan tindakan, serta bermanfaat sebagai acuan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan.
d.      Efisiensi dan efektivitas, disusun berdasarkan prinsip efisiensi dana, tenaga dan waktu dan efektif dalam mencapai tujuan dan hasil pendidikan.
e.       Kesesuaian, disesuaikan dengan sasaran peserta didik, kemampuan tenaga kependidikan, kemajuan IPTEK, dan perubahan/perkembangan masyarakat.
f.       Keseimbangan, memperhatikan keseimbangan antara jenis bidang studi, sumber yang tersedia, serta antara kemampuan dan program yang akan dilaksanakan.
g.      Kemudahan, memberikan kemudahan bagi para pemakainya yang membutuhkan pedoman berupa bahan kajian dan metode untuk melaksanakan proses pembelajaran.
h.      Berkesinambungan, ditata secara berkesinambungan sejalan drngan tahap-tahap, jenis dan jenjang satuan pendidikan.
i.        Pembakuan, dibakukan sesuai jenjang dan jenis satuan pendidikan, sejak dari pusat, propinsi kabupaten/kota madya.
j.        Mutu, memuat perangkat pembelajaran yang bermutu, sehingga turut meningkatkan mutu proses belajar dan kualitas lulusan secara keseluruhan.[4]

D.    Pola Desain Kurikulum
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1.      Subject centered design
Merupakan bentuk yang paling populer,  paling tua dan paling banyak digunakan. Kurikulum ini dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan terpisah-pisah. Desain ini berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Model desain ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
a.       Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan.
b.      Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal sudah menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.
Adapun kekurangan dari model ini, diantaranya:
a.       Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal ini bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
b.      Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
c.       Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lal, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Ada tiga bentuk subject centered design, yaitu:
1)      The subject design,
Merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi ini disajikan terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Pada saat itu pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi dan status sosial(Liberal Art).Pada abad ke 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada Liberal Art namun pada pendidikan yang lebih bersifat praktis, berkenana dengan mata pencaharian.
Kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:
a)      Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah.
b)      Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian sekarang.
c)      Kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman peserta didik.
d)     Isinya disususn berdasarkan sistematika ilmusering menimbulkan kesukaran dalam mempelajarinya.
e)      Lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan penyampaian.
Kelebihan bentuk kurikulum ini adalah:
a)      Penyusunannya cukup mudah karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun sistematis logis.
b)      Bentuk ini sudah dikenal lama sehingga mudah untuk dilaksanakan.
c)      Memudahkan peserta didik untuk mengikuti perguruan tinggi, karena umumnya menggunakan ini.
d)     Metode yang digunakan adalah metode ekspositori sehingga dapat dilaksanakan secara efisien.
e)      Bentuk ini sangat ampuh untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.
2)      The disciplines design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Namun dari keduannya ada perbedaan, pada subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject(ilmu). Pada disciplines design kriteria tersebut sudah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan itu hal itu mereka menggunakan istilah disiplin. Perbedaan lain adalah pada tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman. Peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip, juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya.
Kelebihan dari bentuk ini adalah:
a)      Tidak hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
b)      Peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Adapun kelemahan dari bentuk ini adalah:
a)      Belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi.
b)      Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.
c)      Belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik.
d)     Susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun penggunaannya.
3)      The broad fields design
Dri kedua bentuk di atas masih menunjukkan adanya pemisahan antar mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the broad fields design. Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial. Tujuan dari kurikulum ini adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh.
Ada dua kelebihan kurikulum ini, yaitu:
a)      Karena bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata pelajaran tetapi masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sitematis dan teratur.
b)      Karena mengintegrasikan beberapa mata pelajaran memungkinkan peserta didik melihat hubungan antar berbagai hal.
Adapun kelemahan dari kurikulum ini ialah:
a)      Kemampuan guru, untuk guru tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali.
b)      Karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja.
c)      Pengintegrasian bahan ajar terbatas sekal, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya kepada siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar.
d)     Meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi.[5]
2.      Learner-centered design
Sebagai reaksi sekaligus penyempurna terhadap kelemahan subject centered design. Kurikulum ini memberitempat peserta didik untuk belajar dan berkembang. Pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Berikut bentuk learner-centered design:
1)      The activity atau experience design
Ciri-ciri bentuk ini, diantaranya:
a)      Struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik.
b)      Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru dengan siswa.
c)      Desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.[6]
3.      Prolem centered design
Berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Konsep pendidikan model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama mereka menghadapi masalah-masalah bersama dan berinteraksi dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan kehidupan mereka. Konsep ini menjadi landasan dalam kurikulum yang mana isi kurikulum berupa masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Ada dua model kurikulum ini, ialah:
1)      The areas of living design
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses dan yang bersifat isi diintegrasikan. Model desain ini menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Kelebihan dari desain ini, diantaranya:
a)      Dalam bentuk teritegrasi.
b)      Menjadikan peserta didik aktif, karena didorong untuk belajar memecahkan masalah.
c)      Berbentuk releven.
d)     Bersifat fungsional.
e)      Motivasi peserta didik berasal dari dalam dirinya.
Adapun kelemahannya yaitu:
a)      Penentuan lingkup sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda.
b)      Lemahnya atau kurangnya kontinuitas organisasi kurikulum.
c)      Mengabaikan warisan budaya.
2)      The core design
Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran tertentu sebagai inti. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial.
Ada beberapa macam bentuk the core design, diantaranya:
a)      The sparate subject core.
b)      The correlated core.
c)      The fused core.
d)      The activity/experience core.
e)      The areas of living core.
f)        The social problem core.[7]


BAB III
KESIMPULAN

1.      Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum.
2.      Sifat-sifat desain kurikulum, yaitu strategis, komprehensif, integratif, realistik, humanistik, futuralistik, Merupakan bagian integral, perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan standar nasional, berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik, bersifat desentralistik.
3.      Asas-asas desain kurikulum, yaitu objektivitas, keterpaduan, manfaat, efisiensi dan efektivitas, kesesuaian, keseimbangan, kemudahan, berkesinambungan, pembakuan mutu.
4.      Pola desain kurikulum, diantaranya:
1.      Subject centered design.
2.      Learner-centered design.
3.      Prolem centered design.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Rosda.

Sanjaya, Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana. 2011.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1997.



       [1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 113.
       [2] Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi(Jakarta: Kencana, 2011), 37.
       [3] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Rosda), 155.
       [4] Ibid, 155-156.
       [5] Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, 113-117.
       [6] Ibid, 117-120.
       [7] Ibid, 120-122.

No comments:

Post a Comment