Wednesday, October 19, 2016

KONSTRUK TEORITIK, BIDANG DAN PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Teknologi pendidikan dapat dipandang dari berbagai sisi. Cara pandang tersebut melandasi langkah gerak teknologi pendidikan dalam dunia pendidikan. teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu, bidang garapan, dan profesi. Masing-masing sudut pandang memiliki syarat-syarat tersendiri dan teknologi pendidikan sudah memenuhi seluruh persyaratan ditinjau dari ketiga visi tadi. Peningkatan teknologi pendidikan sebagai konstruk teoritik dan profesi ditentukan oleh kawasan dan bidang garapan. Bidang garapan mengembangkan, menerapkan, membuktikan dan memperbaiki teori berdasarkan masukan dari lapangan. Teknologi pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media pendidikan yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Sedangkan teknologi dalam arti luas menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
B.                 Rumusan Masalah
1.                  Apa maksud konstruk teoritik teknologi pendidikan?
2.                  Apa maksud bidang atau kawasan teknologi pendidikan?
3.                  Apa maksud profesi teknologi pendidikan?


BAB I
PEMBAHASAN
A.                Konstruk Teoritik Tekhnologi Pendidikan
Ada asumsi bahwa seakan-akan metode untuk mengonstruksi teori itu mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan disetujui secara universal. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana mengonstruksi suatu teori, tidak disangsikan bahwa untuk mengonstruksi teori itu merupakan suatu proses yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat dimasukkan dalam satu pun klasifikasi. Pada umumnya dimufakati bahwa ada dua metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif.
1.                  Konstruksi teori secara deduktif
Teoretikus deduktif bekerja dari atas ke bawah. Ia membangun suatu teori yang kelihatannya logis dengan dasar apriori. Kemudian, teori itu diuji melalui eksperimen-eksperimen yang sifatnya ditentukan oleh teori tersebut. Dalam teori ini mula-mula dirumuskan sekumpulan asumsi dasar atau postulat-postulat dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu yang telah dikenal. Dari postulat-postulat ini dikeluarkan hipotesis-hipotesis atau teorema-teorema. Hipotesis-hipotesis ini kemudian diuji, lalu hipotesis yang terbukti benar, dipertahankan. Dengan cara yang sama postulat-postulat yang menghasilkan teorema atau hipotesis yang benar dipertahankan sehingga selama periode tertentu, teori itu mengalami koreksi sendiri. Pada umumnya inilah ciri-ciri teori deduktif. Teori deduktif selalu berada dalam proses koreksi sehingga menuntut banyak dilakukan penelitian-penelitian. Hal yang menjadi masalah dengan teori semacam ini ialah andaikata sebagian besat postulat itu tidak benar, akan menyebabkan dilakukannya penelitian-penelitian yang kurang begitu berguna.
2.                  Konstruksi teori secara induktif
Teoritis induktif bekerja dari bawah ke atas, menyusun sistem-sistem (dapat disebut teori-teori mini) yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah  berkali-kali diuji. Lalu menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi tingkatannya sebagai generalisasi teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu teori yang dapat mencakup semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan semacam ini mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang mengonstruksi teori itu tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang “kebenarannya” cukup tinggi. Akan tetapi, ada masalah yang dihadapinya, yaitu cara ini kerap kali menyebabkan timbulnya teori yang rendah tingkatannya. Diantaranya ada yang tidak khas, fungsinya bertumpang tindih satu dengan yang lain.
3.                  Keadaan sekarang
Dua cara konstruksi teori yang telah dikemukakan di atas sebenarnya merupakan dua hal yang ekstrem. Ada teoritikus yang pada kenyataannya lebih suka pada cara yang satu, tetapi ada pula yang suka pada cara yang lain, walaupun setiap teoretikus itu akan menggunakan strategi yang mengandung unsur-unsur kedua pendekatan itu. Pilihan antara metode deduktif atau cara induktif mungkin didasarkan atas keyakinan seorang teoretikus terhadap “hal-hal yang telah diketahui” dalam bidangnya.bila seseorang merasa bahwa dalam psikologi ada fakta-fakta tertentu yang sudah mantap sekali difahami dan sudah ada cukup pemahaman tentang bekerjanya proses-proses dasar psikologi, penggunakan metode deduktif dibenarkan. Sebaliknya, bila seseorang kurang yakin akan nilai-nilai ilmiah data psikologi yang ada, metode induktiflah yang lebih baik. Dalam psikologi, ada teoretikus-teoretikus yang secara sengaja menggunakan kedua metode ini dalam penelitian mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Mereka ini disebut para fungsionalis. Pendekatan fungsioanlis dalam konstruksi teori merupakan ciri khas psikologi dewasa ini.[1]

B.                 Bidang atau Kawasan Tekhnologi Pendidikan
Kawasan merupakan suatu realisasi dari definisi bidang teknologi pembelajaran. Kawasan mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar mampu memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dapat dilkukan oleh para praktisi. Rumusan kawasan  ang dikembangkan disiplin teknologi pendidikan dan pembelajaran disiapkan melalui rumusan AECT thun 1972  dan 1994. Tahun 1977 satgas AECT menghasilkan dua definisi dan dua kawasan yaitu teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran. AECT tahun 1994bhanya menelurkan satu definisi dan satu kawasan yaitu teknologi pembelajaran. Namun dalam penjelasannya, definisi tersebut berhasil memilih antara teori dan praktik.[2] Berikut rincian kawasan atau bidang teknologi pendidikan:
1.                  Kawasan Desain
a.       Pengertian kawasan desain
Kawasan desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi. Kawasan desain meliputi; desain, sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, karakteristik peserta didik dsn lain-lain.
b.      Kecenderungan dan permasalahan
Kecenderungan permasalahan dalam kawasan desain berpusat pada penggunaan desain sistem pembelajaran yang tradisional, aplikasi teori belajar dalam desain, dan pengaruh teknologi baru pada proses penyusunan desain. Salah satu masalah yang sangat penting adalah perlunya teori yang menghubungkan klasifikasi belajar dengan pemilihan media.
2.                  Kawasan Pengembangan
a.       Pengertian Kawasan Penelitian
Kawasan pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan berorientasi pada produk media pembelajaran yang kisi-kisi modelnya dihasilkan dari kawasan desain. Kawasan pengembangan meliputi; teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu.
b.      Kecenderungan dan permasalahan
Kecenderungan dan permasalahan dalam teknologi pendidikan dari kawasan pengembangan terletak pada tantangan mendesain teknologi interaktif,  penerapan konstruktivisme dan teori belajar sosial, sistem pakar dan otonomisasieralatan pengembangan, serta aplikasi untuk belajar jarak jauh.
3.                  Kawasan Pemanfaatan
a.       Pengertian kawasan pemanfaatan
Adalah aktifitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Kawasan pemanfaatan mencakup; pemanfaatan media, difusi inovasi, Implementasi dan pengembangan, kebijakan dan regulasi.
b.      Kecenderungan dan permasalahan
Kecenderungan dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi, dan pelembagaan.
4.                  Kawasan Pengelolaan
a.       Pengertian kawasan pengelolaan
Pengelolaan adalah bagian integral dan sering dihadapi oleh para teknolog pembelajaran. Peran pengelolaan ini sering dihadapi sebagai pemimpin/pejabat lembaga atau organisasi, baik dalam suatu unit besar atau hanya suatu unit terkecil organisasi. Prinsip pengelolaan diantaranya; perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan supervisi.  Pengelolaan meliputi; pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaasn informasi.
b.      Kecenderungan dan permasalahan
Kecenderungan terhadap peningkatan dan pengelolaan kualitas dari dunia industri tampaknya akan menyebar ke dunia pendidika. Hal tersebut akan membawa dampak pada kawasan pengelolaan.
5.                  Kawasan Penilaian
a.       Pengertian kawasan penilaian
Adalah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian adalah kegiatan unutk mengkaji serta memperbaiki suatu produk atau program. Kawasan penilaian beranjak dari: analisis masalah, pengukuran acuan patokan dan evaluasi.

b.      Kecenderungan dan permasalahan
Penilaian kebutuhan dan jenis “front-end analysis” yang lain semula berorientasi terutama pada perilaku dengan menitik beratkan pada data kinerja dan penjabaran materi atau isi jadi bagian-bagian yang lebih kecil.[3]
C.                Profesi Tekhnologi Pendidikan
1.    Definisi Profesi
            Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris Profession atau bahasa latin Profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suttu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.[4]
Profesi dianggap sebagai upaya pengembangan diri seseorang terkait dengan keahlian yang dimiliki. Profesi juga dianggap sebagai sekumpulan orang yang memiliki kualifikasi tertentu untuk mengerjakan suatu tugas, misalnya profesi keguruan. Keahlian diperoleh karena orang tersebut sudah mengikuti program pendidikan tertentu, salah satunya melalui program kesarjanaan. Profesi diperoleh seorang terdidik melalui penjenjangan kemampuan. Pengalaman selanjutnya menjadi aspek kedua yang menjadi pertimbangan untuk meningkatkan jenjang profesi. Pendidikan dan pengalaman menjadi tolok ukur peningkatan karier seseorang sekaligus unjuk kinerja yang baik. Ciri-ciri profesi yaitu mensyaratkan kemampuan akademis yang baik, memerlukan kriteria unjuk kinerja atau prestasi di bidang terkait, serta adanya upaya peningkatan kinerja oleh yang bersangkutan. Terkait dengan profesi dan pekerjaan, bersikap profesional adalah tuntutan yang wajar. Seseorang yang profesional dalam melaksanakan pekerjaannya adalah seseorang yang dapat menunjukkan kinerja sesuai dengan disiplin ilmu, berdisiplin, bertanggung jawab serta konsisiten atas apa yang dikerjakannya. Dengan sikap yang profesional ini, orang tersebut juga memperoleh hak yang sesuai untuk tanggung jawab dan keahlian bidangnya.
Sebagai profesi, teknologi pendidikan telah memenuhi persyaratan selain mempunyai pola pendidikan formal, gelar berjenjang. Selain itu, prsyaratan yang telah dipenuhi oleh teknologi pendidikan di antaranya meliputi hal-hal yaitu, pelatihan dan sertifikasi, publikasi ilmiah, kepemimpinan, asosiasi profesi, pengkuan masyarakat, kode etik.[5]
2.    Kriteria profesi
National Education Association (NEA) 1948. Menyarankan kriteria guru sebagai berikut:
a.    Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
b.    Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
c.    Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
d.   Jabtan yang memerlukan ‘latiahan dalam jabatan’ yang bersinambungan
e.    Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
f.     Jabatan yang menentukan standarnya sendiri
g.    Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
h.    Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.[6]


BAB III
KESIMPULAN
1.                  Konstruk Teoritik Pendidikan
Ada asumsi bahwa seakan-akan metode untuk mengonstruksi teori itu mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan disetujui secara universal. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana mengonstruksi suatu teori, tidak disangsikan bahwa untuk mengonstruksi teori itu merupakan suatu proses yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat dimasukkan dalam satu pun klasifikasi. Pada umumnya dimufakati bahwa ada dua metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif.
2.                  Bidang/Kawasan Teknologi Pendidikan
Kawasan merupakan suatu realisasi dari definisi bidang teknologi pembelajaran. Kawasan mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar mampu memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dapat dilkukan oleh para praktisi.
3.                  Profesi Teknologi Pendidikan
Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris Profession atau bahasa latin Profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suttu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.


DAFTAR PUSTAKA

Dahar , Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. 2011.
Danim, Sudarwan. Inovasi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2002.
Darmawan, Deni. Inovasi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012.
Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group. 2014.
Soetjipto. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.




Profil SD Negeri 2 Badegan


Visi : terwujudnya pribadi siswa yang bertaqwa, berakhlak mulia, berprestasi, sehat, berbudaya dan berwawasan luas yang dilandasi oleh ajaran agama.

Misi :
1.      Menanamkan keyakinan melalui pengalaman agama.
2.      Menumbuhkembangkan pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa, olah raga dan seni budaya sesuai bakat, minat dan potensi siswa.
3.      Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.
4.      Menjalin kerja sama yang harmonis antara warga sekolah, komite dan lingkungan.
5.      Unggul dalam prestasi.




Profil Guru PAI


Nama : Satiman, S.Pd.I
Ttl : Ponorogo, 11 Januari 1961.
Nip : 1961011111985041002
Alamat : Desa Nglambong Badegan Ponorogo.


Hasil wawancara:

1.      Menurut Bapak tugas guru itu apa saja?
Jawab: mendidik dan membimbing anak agar anak berbudi pekerti yang luhur, mau melaksanakan sholat lima waktu dan mau membaca al-qur’an.
2.      Bagaimana cara Bapak mengajar?
Jawab: menggunakan kurikulum yang ada, juga dengan beberapa metode dengan cara mengembangkan kurikulum yang ada.
3.      Apa motivasi Bapak menjadi seorang guru?
Jawab: ingin memperjuangkan Agama, serta mendidik anak agar terbentuk budi pekerti yang luhur.
4.      Menjadi seorang guru itu suatu profesi yang menyenangkan atau malah menjadi suatu beban?
Jawab: menjadi guru itu suatu yang menyenangkan, karena jadi guru itu dapat mencerdaskan anak bangsa serta memberikan ajaran agama.
5.      Apa keluh kesah Bapak menjadi seorang guru?
Jawab: awal masuk jadi seorang guru itu minder dan adaptasi dengan guru-guru yang lain itu juga berat. Dan saat mengajar itu takut keliru karena belum pernah sukuan dan langsung diangkat menjadi seorang guru.
6.      Selain menjadi guru, seorang sarjana pendidikan itu bisa menjadi apa?
Jawab: seharusnya sarjana pendidikan itu jadi guru. Akan tetapi jika tidak dapat kesempatan jadi guru di sekolah bisa jadi guru ngaji, jad Da’i/Da’iyah, dll.



Hasil Dokumentasi







       [1]Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), 14-15.
       [2] Dewi Salma Prawiradilaga, Wawasan Teknologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2014),  42.
       [3] Deni Darmawan, Inovasi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 8-35.
       [4] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), 20-21.
       [5]Dewi Salma Prawiradilaga, Wawasan Teknologi Pendidikan,  141-144.
       [6] Soetjipto, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 18.

No comments:

Post a Comment