Tuesday, October 18, 2016

Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur yang paling mayoritas dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Insonesia bahkan dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu batas teritorial kenegaraan.
Pada awal periode 1980-an, perkembangan Islam di Indonesia ditandai oleh munculnya fenomena meningkatnya semangat religius umat yang sering dikenal sebagai lahirnya kebangkitan Islam ini ditandai oleh munculknya gerakan Islam baru yang memiliki basis ideology, pemikiran dan strategi gerakan yang berbeda dengan gerakan atau ormas-ormas yang telah ada sebelumnya, sepertu NU, Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad, Jamaat Khoir dsb.
Adanya ketegangan-ketegangan politik antara negara dengan umat Islam yang merasa khawatir dengan kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata telah mendororng intensivikasi rasa identitas islam[1]. Menguatnya rasa identitas keagamaan umat tersebut merupakan pembuka jalan bagi masuknya semangat kebangkitan Islam yang saat itu berkembang di Timur Tengah.[2]
Munculnya semangat kebangkitan Islam di Indonesia merupakan sebuah anugerah terselubung dari kondisi umat Islam yang sedang terpuruk akibat kebijakan Orde Baru saat itu.
Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan perkembangan Islam di Indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran, perkembangan, dan kondisi sekarang, kita alami di Indonesia. Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.[3] Namun, dalam makalah ini penulis hanya membatasi pembahasan makalah pada pendidikan Islam pada masa orde baru.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kebijakan pemerintah pada masa orde baru?
2.      Bagaimanakah Madrasah pada masa orde baru?





BAB II
PEMBAHASAN

1.      Kebijakan Pemerintah pada masa orde baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G30 SPKI pada tangggal 1 Oktober 1965, bangsa Indonesia telah memasuki fase baru, yaitu Orde Baru. Orde Baru adalah:
a.       Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
b.      Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual melalui pembangunan.
c.       Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[4]
Orde baru disokong oleh beberapa komponen yang pada waktu itu mempunyai kekuatan dalam mempropagandakan sebuah sistem baru. Mereka itu antara lain TNI (sebagai unsur organisasi pemerintah/militer) dan Mahasiswa (sebagai komponen yang mewakili generasi muda yang dinamis). Dalam melaksanakan aksinya mereka sangat terencana dan mengikutkan rakyat sebagai unsur penunjang sehingga mereka mampu menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan menyodorkan sebuah surat mandat yaitu Surat Perintah Sebelas Maret untuk Soeharto, sebagai mandataris MPR.
Pada masa orde baru pemerintah mempunyai kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan:
a.                   kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum dengan menuagkannya dalam perundang-undang yang berlaku. Seperti hal berikut ini:
b.      Tap MPRS No. XXVII / MPRS / 1966. Bab II Pasal 1 yaitu: keinginan untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan UUD 1945. Karena menurut mereka (Orde Baru), banyak masyarakat kita yang mentalnya telah dipengaruhi Manipol Usdek, yang dianggap menyeleweng dari Pancasila.
c.       Tap MPRS No. XXVII / MPRS / 1966. Pasal 4 yang menentukan isi pendidikn adalah untuk mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama. Juga mempertinggi kecerdasan dan keterampilan disamping membina dan mengembangkan fisik yang kuat.
d.       Tap MPR No. IV / MPR / 1973. Dikenal dengan GBHN yang merumuskan tujuan pendidikan Nasional. Yaitu usaha sadar  untuk mengembangkan kepribadian di salam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Dengan penggunaan istilah membentuk manusia seutuhnya, jasmani dan rohani, dengan komponen pengetahuan, kreativitas, demokratis, bertanggung jawab, berbudi luhur, dan berlandaskan semnagat sejati.
e.       UU No. 2 / 1989. Tentang sistem pendidikan Nasional dengan perangkat beberapa peraturan pemerintah sebagai kerangka pelaksaannya. Ada beberapa prinsip yang diperhatika untuk dilaksanakan yaitu (a) pembentuk manusia Pancasila yang seutuhnya sebagai manusia yang mandiri dengan kualitas tinggi. (b) memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat yang mempunyai ketahanan Nasional yang utuh.[5]
Masa orde baru ini mencatat banyak keberhasilan diantaranya adalah pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat Sd hingga Universitas (TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum. Pemerintah juga memberikan izin kepada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan berhijab di sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya terbuka. [6]
Pada masa Orde Baru, peran lembaga yang ada, lebih di intensifkan untuk membantu hasil yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Lembaga-lembaga yang ada di Indonesia itu telah mengalami perubahan secara signifikan untuk mengikuti perkembangan zaman dan waktu. Diantara yang mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sebagai buktilebih diberdayakan lembaga-lembaga sosial yang ada di Masyarakat, yaitu Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Lembaga yang sekarang ini mengalami perkembangan pesat terutama di bidang pendidikan (kelembagaan) adalah Muhammadiyah. Mereka menggembangkan pendidikan umum sangat modern. Sedang pada pendidikan dan condong pada bentuk tradisional atau populer dengan pesantren, NU lebih maju dan mengalami perkembangan yang pesat. Dengan tingkat perhatian pada sisi agama yang cukup.
Walaupun masing-masing mempunyai kosentrasi pada bentuk yang berbeda, tetapi kesemuanya mempunyai tujuan ikut mencerdasarkan kehidupan bangsa Indonesia secara umum. Sedang tentang metode, mereka kedua lembaga sosial keagamaan tersebut pada perkembangannya saling mengisi. Metode yang dulu sangat dominan pada satu sisi (NU), menjadi bagian dari sisi lain (Muhammadiyah).  Dan sebaliknya. Hal ini dilakukan karena mereka mempunyai keinginan untuk dapat mengajarkan ajaran Islam dengan metode seefektif mungkin.[7]
b.                  Kebijakan pemerintah untuk Madrasah dalam UU Sisdiknas No. 20/2003.
Disahkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Dalam undang-undang dinyatakan bahwa madrasah adalah sekolah umum yang bercirikan agama Islam, sehingga dengan demikian, madrasah ekuivalen dengan sekolah umum termasuk dalam perlauan anggaran.
Pengakuan kesederajatan madrasah denga lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Departemen Pendidikan Nasional) sebenarnya telah tertuang dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam UU tersebut dijelaskan posisi madrasah dalam UU sistem pendidikan Nasional di Indonesia, yaitu bahwa madrasah menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional, sehingga status madrasah yang selama ini dianggap “kelas dua” tidak lagi ditemukan justifikasinya secara legal formal.
Pada hakekatnya, penerapan UU No. 20 tahun 2003 adalah penguat dan kelanjutan dari UU No. 2 tahun 1989 sebagai wujud komitmen masyarakat dan pemerintah untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional. Dualisme sistem pendidikan yang sementara ini ada di tanah air dengan sendirinya telah teruntuhkan dengan lahirnya Undang-Undang tersebut.
Sementara itu dalam UU sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003, wujud dari kepedulian pemerintah terhadap lembaga pendidikan madrasah dapat dilihat dalam peraturan yang mengatur kedudukan, fungsi, jalur, jenjang, jenis dan bentuk kelembagaan madrasah.[8]








2.      Madrasah pada masa orde baru
Madrasah terus mengalami perubahan merangkak dari waktu ke waktu sampai pada masa Orde Baru. Orde Baru yang ditandai dengan runtuhnya rezim Soekarno dan berkuasany rezim Soeharto setidaknya dimulai pada tahun 1967-an. Pada waktu itu terminologi modernisasi madrasah mulai nampak menguat dengan dilancarkannya manuver-manuver politik pendidikan oleh Pemerintah Orde Baru.
Manuver tersebut  diantaranya dengan jalan formalisasi yaitu usaha pe-negeri-an madrasah atau lewat jalur strukturisasi yaitu penjenjangan madrasah dengan mengacu pada aturan Departemen Pendidikan Nasional. Kedua jalur tersebut memang sangat kontroversial, namun demikian, kepedulian umat Islam terhadap keberadaan pendidikan Islam tidak hilang. Hal ini terbukti dengan keinginan kuat umat Islam untuk mempertahankan pendidikan agama untuk tetap berada di bawah naungan Departemen Agama.
Momentum modernisasi madrasah dilakukan oleh pemerintah Orde baru setelah satu periode kekuasaannya. Pada tahun 1975 dikeluarkan SKB tiga menteri yaitu Menteri Agama, Menteri dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Surat tersebut berisi di antaranya adalah meregulasi madrasah secara intregal-komprehensif. Bermula dari SKB ini maka pada tahun-tahun berikutnya bermunculan madrasah-madrsah di Indonesia.
SKB tersebut pada satu sisi merupakan momentum bersejarah pengekuan pendidikan agama oleh pemerintah sebagai sub-sistem dari sistem pendidikan nasional, namun pada sisi lain menyisakan permasalahan tersendiri. Porsi kurikulum dengan 30 % agama dan 70 % umum sebagai upaya mengejar ketertinggalan madrasah dengan sekolah umum lainnya, justru menjadikan mutu dan kualitas madrasah setengah-setengah. Dalam hal agama ternyata lulusan madrasah lemah basic competence-nya demikian juga lemah dalam penguasaan ilmu umum.
Sementara itu seiring dengan dibelakukannya Undang-Undang sistem pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 yang di ikuti dengan pelaksaan PP No.28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar dan menengah, madrasah mengalami kemajuan dengan pengakuan secara legal dalam undang-undang. Dalam undang-undang ini, madrasah didefinisikan sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam. Program yang dikembangkan dalam periode ini adalah pemberian mata pelajaran yang sama persis dengan sekolah umum sebagai konsekuensi dari pengertian madrasah tersebut.
Sementara itu surat keputusan menteri Agama RI Nomor 371/1993 tentang Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) merupakan penyederhanaan dari MAPK, sehingga program keagamaan menjadi salah satu jurusan di madrasah aliyah ini.
Pada tahun yang sama, Departemen Agama bekerjasama dengan Asia Development Bank (ADB) melalui Basic Education Project (BEP) mendirikan madrasah tsanawiyah model yang berjumlah 54 madrasah, tersebar di seluruh Indonesia. “Modelling” ini kemudian dikembangkan lagi tidak hanya pada madrasah tsanawiyah, akan tetapi juga pada madrasah ibtidaiyah, sehingga pada waktu itu madrasah ibtidaiyah model berjumlah 44 madrasah, madrasah tsanawiyah model berjumlah 69 madrasah dan madrasah aliyah modelberjumlah 35 madrasah diseluruh wilayah Indonesia.[9]








BAB III
KESIMPULAN
1.      Kebijakan pemerintah pada masa orde baru
a.       kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum dengan menuagkannya dalam perundang-undang yang berlaku.
b.      Kebijakan pemerintah untuk Madrasah dalam UU Sisdiknas No. 20/2003.
2.   Madrasah pada masa orde baru
Madrasah pada masa orde baru yang ditandai dengan runtuhnya rezim Soekarno dan berkuasanya rezim Soeharto setidaknya dimulai pada tahun 1967-an.


















DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Kurnia Kalam. 2005.
Fuad, A. Zakki. Sejarah Pendidikan Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel. 2011.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2007.
Rukiati, Enung K dan Fenti Hikmawati. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia. 2006.
Ulum, Miftahul. Menelusuri Jejak Madrasah di Indonesia; Teori-Teori Lahirnya Madrasah di Indonesia . Ponorogo: STAIN Po PRESS. 2012.
Wathoni, Kharisul. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Ponorogo: STAIN Po PRESS. 2011.




       [1] A. Zakki Fuad, Sejarah Pendidikan Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011), 154.
       [2] ibid, 156.
       [3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2007), 361.
       [4] Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 71.
       [5] Kharisul Wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 89.
       [6] Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional (Jogjakarta: Kurnia Kalam, 2005), 88.
       [7] Kharisul Wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 90.
       [8] Miftahul Ulum, Menelusuri Jejak Madrasah di Indonesia; Teori-Teori Lahirnya Madrasah di Indonesia (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2012), 38-40.
       [9] ibid, 35-37.

No comments:

Post a Comment