Tuesday, October 11, 2016

JUAL BELI MUROBAHAH (makalah ekonomi syariah)

BAB I
PENDAHULUAN

Murabahah merupakan bentuk penjualan pembayaran yang ditunda dan perjanjian komersial murni, walaupun tidak berdasarkan teks al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi dibolehkan dalam hukum Islam. Bank Islam telah menggunakan perjanjian murabahah dalam aktivitas pembiayaan melalui barang dagangan, dan memperluas jaringan dan penggunaannya.
Pembiayaan itu terdiri lebih dari 75% pembiayaan bank Islam berdasarkan atas kepemilikan pengembalian yang telah ditetapkan sebelumnya pada investasi bank. Keuangan murabahah dan harga kredit yang lebih tinggi di dalamnya jelas menunjukkan bahwa ada nilai waktu dalam pembiayaan yang berdasarkan murabahah, yang menuju walaupun tidak langsung kepada penerimaan nilai waktu dari uang.
Menerima nilai waktu dalam transaksi murabahah dan kemudian menolak hal yang sama dalam transaksi uang nampaknya menjadi tidak konsisten dan tidak logis. Jika hukum Islam dapat mengijinkan pembiayaan murabahah seperti dipraktikkan dalam perbankan Islam, maka pertanyaannya adalah,”Apakah ada basis moral untuk tidak mengijinkan bunga tetap pada pinjaman?”. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pembiayaan murabahah dalam lembaga ekonomi syariah.








BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Secara hukum murabahah diatur dalam Pasal 1 angka 133 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yang menyatakan bahwa murabahah termasuk salah satu kegiatan berdasarkan prinsip syariah yang dapat diterapkan oleh bank. Secara teknis mengenai penerapan akad jual-beli dalam praktik perbankan syariah diatur dalam Fatwa DSN-MUI dan PBI No. 7/46/PBI/2005.[1] Pengaturan mengenai pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah. Ketentuan umum mengenai pembiayaan murabahah  yang tercantum dalam fatwa tersebut, yaitu:
1.      Bank dan nasabah  harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3.      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membelikan barang yang diperlukan nasabah ats nama bank sendiri, dan pembelian harus sah dan bebas riba.
5.      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
6.      Bank kemudian menjual barang kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam hal ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati pada jangka waktu tertentu.
8.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan aau kerusakan akad, pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.      Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau di kemudian hari yang disepakati bersama. Rukun dari akad murabahah yaitu:
a.       Pelaku akad, yaitu ba’I (penjual) dan musytari (pembeli).
b.      Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan) dan tsaman (harga).
c.       Shighah.[2]
Syarat akad  murabahah yaitu:
a.       Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c.       Kontrak harus bebas dari riba.
d.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat sesudah pembelian.
e.       Pembeli harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,.[3]
Skema Bai’ al-Murabahah
1.      Negosiasi dan Persyaratan

Oval: Bank Oval: Nasabah
 




5. terima barang & dokumen
 
             6. bayar


3. beli barang
 

4. kirim
 
 


Suplier (penjual)

Bentuk-bentuk akad murabahah antara lain:
a.       Murabahah sederhana. Adalah bentuk akad murabahah ketika penjual memasarkan barang kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang diinginkan.
b.      Murabahah kepada Pemesan. Bentuk murabahah ini melibatkan 3 pihak, yaitu pemesan, pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena kebutuhan pemesan akan pembiayaan.[4]
Pembiayaan murabahah yang umum dipraktikkan oleh perbankan syariah di Indonesia juga memiliki perbedaan dengan konsep klasik murabahah, yaitu:

Karakteristik Pokok
Praktik Klasik
Praktik di Indonesia
Tujuan Transaksi
Kegiatan jual-beli
Pembiayaan dalam rangka penyediaan barang
Tahapan Transaksi
2 tahap
1 tahap
Proses Transaksi
a.      Penjual membeli barang dari produsen.
b.      Penjual menjual barang kepada pembeli.
Bank selaku penjual dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari produsen untuk dijual kembali kepada nasabah
Pengungkapan harga pokok dan marjin
Harus transparan
Harus transparan
Tenor
Sangat pendek
Jangka panjang (1-5 tahun)
Cara pembayaran transaksi jual-beli
Cash and carry
Dengan cicilan
Kolateral
Tanpa kolateral
Ada kolateral/ jaminan tambahan[5]


B.            Murabahah dalam Sistem Perbankan Islam
Bank-bank Islam mengambil Murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Adapun kelebihan kontrak Murabahah adalah:
ü  Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya termasuk harga pokok barang dan keuntungan;
ü  Subjek penjualan adalah barang atau komoditas;
ü  Pembayaran yang ditunda.[6]
1.      Ketentuan Murabahah kepada nasabah:
a)         Nasabah  mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau asset kepada bank.
b)         Jika bank menerima permohonan, ia harus membeli terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
c)         Bank kemudian menawarkan asset kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
d)        Dalam jual beli, bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

2.      Jaminan dalam Murabahah:
a)         Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
b)         Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

3.      Hutang dalam Murabahah:
a)         Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.
b)         Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c)         Jika penjualan barang menyebabkan kerugian, nasabah harus menyelesaikan hutang sesuai kesepakatan awal.

4.      Penundaan pembayaran dalam  Murabahah:
a)         Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
b)         Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban, maka penyelesaian dilakukan melalui BASARNAS setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.[7]



BAB III
KESIMPULAN

A.           Pengertian Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati. Pengaturan mengenai pembiayaan murabahah juga diatur dalam Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

B.            Murabahah dalam Sistem Perbankan Islam
Bank-bank Islam mengambil Murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Adapun kelebihan kontrak Murabahah adalah:
ü  Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya termasuk harga pokok barang dan keuntungan;
ü  Subjek penjualan adalah barang atau komoditas;
ü  Subjek penjualan hendaknya memiliki dan dimiliki penjual dan ia harus mampu mengirimkan kepada pembeli;
ü  Pembayaran yang ditunda.



DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur, Aspek Hukum Reksadana Syariah di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008.

Saeed, Abdullah, Bank Islam dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press,2001.

Anshori, Abdul Ghofur, Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008.




[1] Abdul Ghofur Anshori, dkk, Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008 ), hal. 35-36.
[2]  Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012 ), hal. 82.
[3]  Muhammad Syafi’I antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 102.
[4]  Ibid, hal.89.
[5]  Ibid, hal. 221-222.
[6]  Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 138-139.
[7] Abdul Ghofur Anshori, Aspek Hukum Reksadana Syariah di Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2008), 21-23.

No comments:

Post a Comment