Monday, October 24, 2016

Hadist Mutawatir dan Hadits Ahad

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa berarti mutabi yakni yang datang berikutnya atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya.
Sedangkan pengertian hadits mutawatir menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain sebagai berikut:
مَارَوَاهُ جَمْعٌ عَنْ جَمْعٍ تُحِيْلُ الْعَادَةُ تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الْكَذَبِ
“ hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta”.
Ada juga yang mengatakan:
مَارَوَاهُ جَمْعٌ تُحِيْل تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الْكَذَبِ عَنْ مِثْلِهِمْ مِنْ أَوَّلِ السَّنَدِ إِلَى مُنْتَهَاهُ
“hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Sejak awal sanad sampai akhir sanad, pada setiap tingkat (Thabaqat)”.
Sementara Nur ad-Din ‘atar mendefinisikan:
الَّذِي رَوَاهُ جَمْعٌ كَثِيْرٌ لَايُمْكِنُ تَوَاطُؤُهُمْ عَلَى الْكَذَبِ عَنْ مِثْلِهِمْ إِلَى انْتِهَاءِ السَّنَدِ وَكَانَ مُسْنَنَدُهُمْ الحِسُّ
“hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indera.[1]
Adapun hadits mutawatir menurut ulama hadits adalah:
هُوَ خَبَرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يُجِبُ فِ العَادَةِ إِحَالَةُ اِجْتِمَاعِهِمْ وَتَوَاطُئِهِمْ عَلَى الْكَذِبِ
“khabar yang didasarkan pada panca indera yang dikhabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk mengkhabarkan berita itu dengan dusta”.[2]
Jadi hadits mutawatir bisa diartikan hadis yang di riwayatkan oleh sejumlah besar periwayat yang ada pada semua tingkatan dan para periwayat tersebut mustahil mereka berkumpul untuk berdusta serta di terima secara langsung melalui panca indra.[3]
B.     Syarat-syarat hadits mutawatir
a.       Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindera, yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.
b.      Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta. Dengan demikian, jumlahnya adalah relatif, tidak ada batas tertentu. Menurut Abu Ath-Thayib, jumlah perawinyaempat orang. Ashhab Asy-Syafii menyatakan lima orang, dan ulama lain menyatakan mencapai dua puluh atau empat puluh orang.
c.       Adanya keseimbangan jumlah antara para rowi dalam tabaqah pertama dengan jumlah rawi dalam tabaqah berikutnya. [4]
Menurut ulama mutakhirin suatu hadits dapat ditetapkan sebagai hadits mutawatir jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi
Hadits mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa kepada keyakinan bahwa mereka itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Mengenai masalah ini ulama berbeda pendapat.  Ada yang menetapkan jumlah tertentu dan ada yang tidak mensyaratkan jumlah tertentu, yang penting dengan jumlah itu, menurut adat, dapat memberikan keyakinan terhadap apa yang diberitakan dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta. Sedangkan menurut ulama yang menetapkan jumlah tertentu, merka masih berselisih mengenai jumlah itu.
Al-Qadhi Al-Baqillani jumlah perawi hadits mutawatir tidak boleh berjumlah empat. Lebih dari itu lebih baik. Ia menetapkan sekurang-sekurangnya berjumlah 5 orang. Al-Isthakhary menetapkan yang oaling baik minimal 10 orang, sebab jumlah 10 itu merupakan awal bilangan banyak.
Ulama lain menentukan 12 orang, mendasarkan pada firman Allah:

وبعثنا منهم اثني عشر نقيبا ( المائدة :   )
...dan telah kami angkat diantar mereka 12 orang pemimpin. (QS Al-Maidah : 12)
Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang, sesuai dengan firman Allah:
إن يكن منكم عشرون صابرون يغلبوا مائتين ( الانفال:   )
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh...(QS Al-Anfal : 65)
Ayat ini memberikan sugesti kepada orang-orang mukmin yang tahan uji, yang hanya dengan jumalh 20 orang saja mampu  mengalahkan 200 orang kafir.
Ada juga yang mengatakan bahwa jumlah perawi yang diperlukan dalam hadits mutawatir minimal 40 orang.

b.      Adanya keseimbangan antar perawi pada thabaqah pertama dengan thabaqah berikutnya.
Jumlah perawi hadits mutawatir antar tabaqah (lapisan) dengan tabaqat lainnya harus seimbang. Dengan demikian, bial suatu hadits diriwayatkan dua puluh orang sahabat, kemudian diterima doleh sepuluh orang tabi’in, dan sekanjutnya hanya diterima oleh lima tabi’in, tidak dapat digolongkan sebagai hadits mutawadtir. Sebab jumlah perawinya tidak seimbang antara thabaqat pertama dengan thabaqah-thabaqah seterusnya.
Akan tetapi ada juga yang berpendapat, bahwa keseimbangan jumlah perawi pada tiap thabaqah tidaklah terlalu penting. Sebab yang diinginkan dengan banyaknya perawi adalah terhindarnya kemungkinan berbohong.
c.       Berdasarkan tanggapan pancaindera
Berita yang disampaikan oleh perawinya tersebut harus berdasrkan tanggapan pancaindera. Artinya bahwa berita mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil pendengaran atau penglihatannya sendiri. Oleh karena itu, bila berita itu hasil renungan, pemikiran atau rangkuman dari suatu peristiwa lain ataupun hasil istinbath dari dalil-dalil yang lain, maka tidak dapat di katakan hadits mutawatir misalnya berita tentang baharunya alam semesta yang berpijak pada pemikiran bahwa setiap benda yang rusak itu baharu, maka berita seperti ini tidak dapat dikatakan Hadits Mutawatir. Demikian juga berita tentang ke-Esaan Tuhan menurut hasil pemikiran pada filosof, tidak dapat digolongkan sebagai hadits mutawatir.[5]

C.    Pembagian hadits mutawatir
a.       Hadits mutawatir lafzhi
Hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai antara riwayat satu dan lainnya. Yakni:
ما اتفقت ألفاظ الرواة فيه ولوحكما/هوما تواترلفظه وفيمعناه
“Hadits yang sama bunyi lafadz, hukum, dan maknanya.”

Contoh hadits mutawatir lafzhi adalah:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النر ( رواه البخارى)
“barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia bersiap-siap memduduki tempat duduknya dineraka.” (HR Bukhari)

Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang dengan lafadz dan makna yang sama.
b.      Hadits mutawatir ma’nawi
Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang lafadz dan maknanya berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum.
Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam kaidah ilmu hadit:
مااختلفوا فى لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى كلي
“hadits yang berlainan bunyi dan maknanya, tetapi dapat di ambil makna umum.”[6]
Ada juga yang mengatakan hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka sepakat berdusta. Mereka menukilkan dalam berbagai bentuk, tetapi dalam satu masalah atau mempunyai titik persamaan.
Menurut Al-Suyuthi hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka sepakat berdusta atas kejadian yang berbeda-beda tetapi bertemu pada  titik persamaan.
Contoh hadits mutawatir ma’nawi:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لايرفع يديه في شيئ مندعائه إلا فالاستسقاء وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه ( رواه البخارى)
“Nabi SAW tidak mengangkat keduanya tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam shalat istisqa, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya.” (HR Bukhari)[7]

c.       Hadits mutawatir ‘amali.
Sebagian ulama memberikan defenisi mutawatir amali sebagai berikut:

ما علم من الدّ ين با لضرورة وتواتر بين المسلمين أن النبيّ صلى ا الله عليه وسلّم فعله أو أمر به أو غير ذلك
 “sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir antara kaum muslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan atau selain itu”.
     Dengan demikian hadis mutawatir amali adalah hadis mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah saw. Yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian dijadikan contoh pada generas-generasi berikutnya. Misalnya hadis tentang shalat.[8]
D.    Pengertian Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang.
Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :
لحد يث الاحد هوالحديث الذى لم يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر سواء كان الراوى واحد او اثنين اوثلاثة ااو اربعة اوخمسة الى غير ذ لك من العداد التى لا تشعر بان الحديث د خل فى خبر المتوتر.
Artinya :
Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.
Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut
Hadits Ahad adalah Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadits Mutawatir
Atau dengan kata lain, Hadits Ahad adalah suatu Hadits yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita Hadits Mutawatir, baik pemberita itu seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa Hadits tersebut masuk ke dalam Hadits Mutawatir.[9]
E.     Pembagian Hadits Ahad
              Hadis Aahaad terbagi menjadi 3 macam yaitu: Masyhur, `Aziz dan Gharib.
1.      Hadis Masyhur
               Masyhur menurut bahasa adalah tenar, terkenal atau menampakkan. Dalam istialh hadis masyhur terbagi menjadi dua macam yaitu:
a.       Masyhur Ishthilaahi.
“Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada setiap tingkatan (tabaqaqh) sanad dan belum mencapai tingkat mutawatir”.
Contoh hadis :
sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, tetapi akan melepaskan ilmu dengan dengan mengambil para ulama, sehingga apabila tidak terdapat serang yang alim  maka orang yang bodoh akan dijaikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”.
Hadis ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yaitu Ibnu Amru, Aisyah dan Abu Hurairah. Dengan demikian hadis ini masyhur dikalangan sahabat, karena terdapat tiga orang sahabat yang meriwayatkannya, sekalipun dikalangan tabi`ian lebih dari tiga orang tapi tidak mencapai tingkat mtawatir.
b.      Masyhur Ghayr Ishthilahi
   Hadis MasyhurGhayrIshthilahiadalah hadis yang popular atau terkenal dikalangan kelompok atau golongan tertentu, sekalipun jumlah perawinyatiak mencapai tiga orang atau lebih.
2.      Hadis `Aziz
   `Aziz secara bahasa berarti sedikit atau langka, atau berarti kuat. Hadis diberi nama`aziz karena sedikit atau langka adanya.
Dari segi istilah terdapat beberapa defenisi antara lain adalah
hadis yang tidak diriwayatkan kurang daridua orang disemua tingkatan (tabaqah) sanad”.
contoh hadis `aziz:
لايوءمن أحدكم حتىّ أكون أحبّ إليه من نفسه من ولده ووالده والنّاس أجمعين (متفق عليه)
hadis diriwayatkan dari Abu Hurairahra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai dari pada orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya”.(HR.Muttafaq `Alaih)
Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu Hurairah.Kemudian Anas memberitakan kepada dua orang yaitu Qatadah dan Abdul Aziz ibnShuhaib.Qatadah memberitakan pula kepada dua orang yaitu Syu`bah dan Sa`id. Dan Abdul Aziz memberitakan pula kepada dua orang yaitu Ismail ibn Ulaiyah dan Abdul Waris.
3.      Hadis Gharib
   Gharib menurut bahasa berarti “menyendiri” atau “ jauh dari kerabatnya”. menurut istilah ialah “   hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya”.
Ibnu Hajar mendefenisikan sebagai berikut:
“hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya,  dimana saja penyendiriansanaditu terjadi”.
Dilihat dari bentuk penyendirian rawi, hadis gharib terbagi menjadi dua macam:
a.       Gharib Mutlak
Gharib mutlak yaitu “ hadis yang garabah-nya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanadyaitu seorang sahabat”.
Pokok sanad atau disebut asal sanad karena sahabat yang menjadi referensi utama dalam periwayatan hadis meskipun banyak jalan dan tingkatan dalam sanad. Contoh hadis Nabi saw.
عن عمرابن الخطّاب رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول: انّما الاعمال با لنّيات و انّما لكلّ امرئ ما نوى (رواه البخارى ومسلم وغرهما)
Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya,…….”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab saja. Kemudian diriwayatkan oleh Al-Qamah bin Waqqash kemudian Muhammad bin Ibrahim. Dengan demikian hadis tersebut gharib mutlak karena hanya Umar bin Khattab saja yang meriwayatkan dari kalangan sahabat.
b.      Gharib Nisbi
Gharib nisbi yaitu apabila keghariban (perawi satu orang ) terjadi pada pertengahan sanad bukan pada awal sanadnya. Maksudnya satu hadis yang diriwayatkanoleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadis ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.
Adapun berbagai kegharibanatau ketersendirian yang dianggap sebagai gharibnisbi adalah sebagai beikut:
1.      Seorang perawi terpercaya secara sendiriran meriwayatkan hadis (muqayyad bi ats-tsiqah)
2.      Seorang perawi tertentu meriwayatkan secara sendiriran dari seorang perawi tertentu pula (muqayyad `alaar-rawi)
3.      Penduduk negeri atau penduduk daerah secara tersendiri meriwayatkan hadis (muqayyad bi al-balad).[10]



BAB III
PENUTUP
A.    Pengertian Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir bisa diartikan hadis yang di riwayatkan oleh sejumlah besar periwayat yang ada pada semua tingkatan dan para periwayat tersebut mustahil mereka berkumpul untuk berdusta serta di terima secara langsung melalui panca indra.
B.     Syarat-syarat Hadits Mutawatir
a.       Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan pancaindera.
b.      Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta.
c.       Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam thabaqah pertama dengan jumlah rawi dalam thabaqah berikutnya.
Sedangakan menurut mutaakhirin syarat hadits mutawatir adalah sebagai berikut:
a.       Diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi
b.      Adanya keseimbangan antar perawi pada thabaqah pertama dengan thabaqah berikutnya.
c.       Berdasarkan tanggapan pancasila
C.    Pembagian Hadits Mutawatir
1.      Hadits Mutawatir Lafzhi
2.      Hadits Mutawatir Ma’nawi
3.      Hadits Mutawatir ‘Amali
D.    Pengertian Hadits Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadis mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadis dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadis mutawatir”.
E.     Pembagian Hadits Ahad
a.       Hadis Masyhur
Hadits Masyhur dibagi menjadi 2 yaitu:
1.       Masyhur Ishthilaahi.
2.      Masyhur Ghayr Ishthilahi
b.      Hadis `Aziz
c.       Hadits Gharib
Hadits Gharib dibagi menjadi 2 yaitu:
1.      Gharib Mutlak
2.      Gharib Nisbi





[1] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 95-97
[2] Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 129
[3]http//www.%20Ridho%20%20Hadits%20segi%20kuantitas%20dan%20kualitas%20Hadits.htm.
[4] Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 130
[5] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 97-101
[6] Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 131
[7] Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),104
[8]http//www.blognya%20Zulkhulafair%20%20hadits%20ditinjau%20dan%20ssegi%20kuantitas%20dan%20kualitas%20sanadnya.htm.
[9] http//www.%20Ridho%20%20Hadits%20segi%20kuantitas%20dan%20kualitas%20Hadits.htm.

[10]http//www.blognya%20Zulkhulafair%20%20hadits%20ditinjau%20dan%20ssegi%20kuantitas%20dan%20kualitas%20sanadnya.htm.

No comments:

Post a Comment