Tuesday, October 11, 2016

METODOLOGI PENELITIAN KAIDAH FIQH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.
Fiqh merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia Islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian Islam, baik di Indonesia maupun di dunia pada umumnya. Oleh karena itu, fiqh dituntut untuk dikembangkan, agar bidang itu memiliki makna bagi pengembangan ilmu dan pengembangan keahlian.
Pengembangan ilmu fiqh berasas kesinambungan dan perubahan ( continuity and change ). Bertitik tolak dari yang tersedia dan merumuskan kreasi baru untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Hal itu dapat dilakukan dengan merujuk kepada kaidah: al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah.
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana fokus penelitian kaidah fiqh ?
2. Apa tujuan dan kegunaan fiqh?
3. Bagaimana tinjauan pustaka dan kerangka berfikir penelitian kaidah fiqh ?
4. Bagaimana langkah- langkah oenelitian kaidah fiqh ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kaidah Fiqh dan Fiqh
Penelitian merupakan upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan yang baru sama sekali yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.[1] Sedangkan desain penelitian ialah suatu rencana tentang cara melakukan penelitian itu.[2]
Dua unsur yang membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan pengalaman ialah unsur informasi dan unsur metodologi. Kedua unsur tersebut merupakan pilar utama dalam bangunan atau badan pengetahuan ilmiah, disamping unsur substansi. Oleh karena itu, pengembangan suatu disiplin ilmu identik dengan pengembangan kedua unsur tersebut. Sementara itu, dalil dan teori merupakan dua unsure informasi yang paling dikenal, baik dikalangan masyarakat ilmiah maupun dalam masyarakat pada umumnya. Teori merupakan produk cara berfikir deduktif melalui  kegiatan kontemplasi yang merujuk kepada aksima tertentu. Teori juga merupakan produk cara berfikir induktif melalui kegiatan penelitian, yang merujuk kepada sejumlah data. Selanjutnya, teori dijadikan kerangka penelitian, baik yang diarahkan untuk menguji keajegannya maupun untuk mempertajam cakupannya. Di sini tampak relasi antara unsure informasi dengan unsur metodologi. Teori dioperasoinalisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir deduksi). Sebaliknya, data digeneralisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir induksi ).
Secara sederhana, teori dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang berisi hubungan antara dua konsep atau lebih. Misalnya hubungan antara konsep hukum dengan konsep politik; hubungan antara konsep hukum dengan konsep kebiasaan; hubungan antara konsep hukum dengan konsep politik dan konsep kebiasaan; dan seterusnya. Bahkan hubungan antar konsep yang tampak berlawanan. Misalnya hubungan antara konsep keyakinan dengan konsep  keraguan; hubungan antara konsep kesulitan dengan konsep kemudahan; hubungan antara konsep kemaslahatan dengan konsep kemafsadatan, dan seterusnya. Dengan demikian, kaidah fiqh dapat diidentifikasi sebagai teori. Ia merupakan salah satu pilar dalam ilmu fiqh, yang berhubungan dengan unsure metodologi dan unsure substansi.
Ciri ciri kaidah fiqh : [3]
1.      Dalam struktur hukum Islam sebagai suatu kesatuan sistem ( Islamic law system ) terdiri atas empat unsur. Unsur pertama adalah sumber hukum, yakni Qur’an dan Sunnah, yang memuat berbagai dalil normatif. Unsur kedua adalah ushul fiqh, yang memuat berbagai kaidah ushul untuk diaplikasikan dalam penggalian hukum ( istimbath al-ahkam ) dari dalil normatif itu. Unsur ketiga adalah fiqh, yakni substansi fiqh yang rinci mencakup beberapa bidang ( ibadah, munakahat, mawarits, muamalah, jinayah, siyasah, dan aqdhiyah ). Unsur keempat adalah kaidah fiqh yang disimpulkan dari substansi fiqh.
2.      Proses penggalian dan perumusan substansi fiqh dan kaidah fiqh sarat dengan penggunaan kaidah logika verbal. Fiqh dideduksi dari dalil dalam kedua sumber dengan menggunakan kaidah ushul, yang secara operasional dilakukan dengan metode istimbath hukum. Selanjutnya rincian substansi fiqh diinduksi, yang secara operasional dilakukan dengan metode istiqra’, kemudian menghasilkan kaidah fiqh. Dalam konteks penelitian dalil dioperasionalkan untuk menemukan data (fiqh). Sedangkan data yang telah terhimpun digeneralisasikan atau disimpulkan sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqh.
3.      Kaidah fiqh merupakan produk cara berfikir induksi dalam mengabstraksikan rincian substansi fiqh dengan mempertemukan titik persamaan dan menyisihkan titik perbedaan. Ia dirumuskan sebagai kaidah umum, atau berlaku secara umum, atau mayoritas. Ia mentoleransi adanya pengecualian, istisna, atau exception, meskipun dalam batas- batas tertentu
4.      Substansi kaidah fiqh merupakan teori yang menunjukkan hubungan dua konsep atau lebih. Tetapi dalam konteks ilmu fiqh, ia merupakan unsur metodologi. Oleh karena itu, kaidah fiqh dapat disebut sebagai teori instrumental.
5.      Kaidah fiqh dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang beragam : pernyataan deskriptif dan pernyataan preskriptif; pernyataan positif dan pernyataan negatif; juga pernyataan alternatif. Pernyataan- pernyataan itu tersusun secara tunggal, singkat, lugas, dan sederhana; seolah-seolah antara kaidah yang satu dengan yang lain terpisah, tanpa saling berhubungan. Oleh karena itu, kaidah fiqh amat mudah untuk diaplikasikan dalam perumusan hukum baru yang bersifat parsial, antara lain oleh mufti dan qadhi’ (hakim).
6.      Kaidah fiqh dapat dipilah berdasarkan cakupannya. Ada kaidah fiqh yang amat luas cakupannya, sehingga seluruh rincian substansi fiqh tercakup dalam kaidah: “ Meraih kemaslahatan ”
7.      Perumusan kaidah fiqh merujuk kepada substansi fiqh dari beragam madzhab fiqh. Ketika madzhab fiqh telah menjadi entitas dan identitas ulama’, masing- masing madzhab memiliki rumusan dan perbendaharaan kaidah fiqh[4].
Penyusunan dan perumusan kaidah fiqh dilakukan secara bertahap, sehingga mengalami pertumbuhan dan perkembangan tersendiri. Ketika wacana fiqh mengalami perkembangan, kaidah fiqh mengikutinya secara perlahan. Namun sebaliknya, ketika kreatifitas dalam wacana fiqh mengalami kemandegan, maka penyusunan, perumusan, dan pembukuan kaidah fiqh makin berkembang. Hasil dari proses itu, dewasa ini dikenal lima kaidah pokok ( al-qawa’id al-khamsah ) yang bersifat umum. Seluruh rincian substansi fiqh dikembalikan kepada kaidah tersebut. Kelima kaidah tersebut adalah :
Ø  Setiap perkara tergantung kepada maksudnya (al-‘umuru bimaqashidiha)[5]
Ø  Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan ( al-yaqinu la yuzalu bi al-syak )[6]
Ø  Kesulitan mendatangkan kemudahan ( al-masyaqah tajlib al-taysir )[7]
Ø  Kemadaratan harus dihilangkan ( al-dharara yuzalu )
Ø  Adat dapat digunakan sebagai hukum ( al-‘adah muhakkamah )
Berdasarkan uraian tersebut, substansi kaidah fiqh merupakan suatu produk dari proses abstraksi ( induksi ) substansi fiqh yang dirumuskan secara ringkas dan sederhana. Ia mengandung nilai- nilai filosofis yang bersifat strategis dari keseluruhan hukum Islam yang diarahkan untuk memperloleh kemaslahatan, yang sekaligus menghindarkan kemafsadatan. Atas perihal tersebut kaidah fiqh dapat dikonkretkan ( deduksi ) kembali bagi penataan kehidupan manusia, yang mengandung nilai- nilai instrumental yang bersifat taktis dan konsepsional. Selanjutnya lebih dikonkretkan lagi dalam wujud teknis dan operasional. Hal itu berhubungan dengan derajat kemaslahatan manusia yang tercakup dalam konsep al- maqasid al- syari’ah, yang terdiri atas tiga level: al- dharuriyah, al- hajjiyah, dan al- tahsiniyah. Dengan perkataan lain, kaidah fiqh dapat dijadikan patokan untuk diaplikasikan bagi penataan entitas kehidupan manusia dan bagi pengembangan wacana intelektual[8].
B. FOKUS PENELITIAN.
Pada umumnya fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Secara garis besar terdiri dari empat unsur utama substansi fiqh, proses induksi, landasan kaidah dan subtansi kaidah fiqh. Dari ke empat unsur tersebut bertemu dalam subtasi kaidah fiqh. Kaidah fiqh disini merupakan titik temu dari timbal balik dari ketiga unsur tersebut. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah. Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
Berdasarkan uraian diatas fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan logis. Dalam MLKF kaidah fiqh merupakan inti fokus dan ditempatkan sebagai yang telah diketahui.

Kedua, model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam serangkaian subtansi fiqh. Kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian sebagai hubungan timbal balik dari keempat unsur lainnya. Kaidah fiqh ditempatkan sebagai sesuatu yang diketahui.
Ketiga, model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks kehidupan manusia.
Dalam gambar itu tampak bahwa kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian. Ia ditempatkan sebagai sesuatu yang telah diketahui, sementara ke empat unsur lainnya sebagai sesuatu yang belum diketahui.
Dari ketiga model fokus diatas terdapat dua unsur yang konstan yang selalu berhubungan dengan kaidah fiqh. Subtansi fiqh selalu dalam posisi yang sama tidak mengalami perubahan. Cara berfikir induktif sangat tergantung pada kapasitas dirinya. Logika induksi disini suatu cara dan kaidah brfikir logis yang ditetapkan sebagai dalil metodologis. Dalam proses induksi yakni suatu kerja dikalangan ulama mahdzha ketika merumuskan kaidah fiqh.[9]
C. TUJUAN dan KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian kaidah fiqh ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan pola hubungan kaidah fiqh dengan unsur lainnya, yakni landasan filosofis, landasan logis, subtansi fiqh, jenjang kaidah, dan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan kehidupan dan bagi pengembangan wacana intelektual.[10] Sedangkan secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih. Pola hubungan antar unsur pada masing-masing level penelitian dipandang sebagai sesuatu yang bersifat simultan, sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Sementara itu, dalam kaidah fiqh tersebut terdapat  dua konsep atau lebih, bahkan ada yang mencakup tujuh konsep, misalnya kaidah: taghayyur al-ahkam bitaghayur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id wa al-niyat.
Tujuan penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari berbagai rincian substansi fiqh. Dalam proses itu dicari “titik temu”antara tujuan hukum dengan cara berfikir induktif dan substansi fiqh. Dengan cara demikian, dapat dipahami posisi kaidah fqih dalam pencapaian tujuan hukum. Sedangkan tujuan penelitian MPUM diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan pandangan ulama salah satu atau beberapa madzhap tentang kaidah fiqh. Hal itu berkenaan dengan proses deduksi fiqh dan induksi kaiddah fiqh.  Atas perihal tersebut dapat dipahami relasi antara kaidah fiqh dengan substansi fiqh. Selain itu, dapat dibandingkan tentang kontribusi masing-masing ulama : formulasi, sebaran, dan alokasi kaidah pada masing-masing bidang (dan bagian) fiqh. Sementara itu, tujuan penelitian MAKF diarahkan untuk memahami dan menggambarkan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan kehidupan manusia dan wacana intelektual.dengan merujuk kepada sumber yang digunakan dan dalam konteks entitas kehidupan manusia secara makro.
2. Kegunaan penelitian Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh. Hal tersebut mencakup:[11]
Ø  Untuk merumuskan kaidah fiqh baru, baik sebagai pengembangan dari kaidah yang telah dirumuskan maupun sama sekali rumusan baru, sehingga wacana fiqh semakin kaya.
Ø  Untuk menata pengkajian kaidah fiqh sebagai subyek khusus dengan pendekatan holistik, sehingga pengkajian kaidah fiqh lebih mendalam.
Ø  Untuk dialihkan kedalam kegiatan pembelajaran, terutama di perguruan tinggi, sehingga para pencari ilmu akan memperoleh informasi mutakhir terutama berkenaan dengan landasan dan aplikasi kaidah fiqh, yang pada ujungnya kompetensi ilmiah yang bersangkutan akan meningkat.
Ø  Untuk dijadikan titik tolak bagi kegiatan penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti yang bersangkutan maupun oleh peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Kedua , hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif. Yang mencakup:
v  Untuk mengembangkan apresiasi terhadap kaidah fiqh sebagai bagian dari salah inti kebudayaan dalam masyarakat muslim.
v  Untuk meningkatkan apresiasi terhadap aplikasi kaidah fiqh sehingga muncul toleransi yang tinggi atas keberagaman pemahaman kaidah fiqh dan fiqh pada umumnya.
v  Untuk dijadikan salah satu bahan rujukan dalam proses penataan kehudupan manusia yang semakin pelik dan majemuk, sebagaimana dikemukakan dalam teladan diatas. Apabila hal itu akan dirumuskan, maka hasil penelitian kaidah fiqh diintegrasikan dengan unsur lain dalam konteks struktur dan pola budaya, sehingga terwujud apa yang kemudian dapat disebut sebagai teknologi hukum. Atas  perihal tersebut untuk menerima masukan atas berbagai kekurangan dan kelemahan.
v  Untuk dijadikan salah satu  bahan masukan dalam mengembangkan kegiatan berfikir kreatif sehingga formula fiqh, produk  fatwa, dan produk badan penyelenggara negara lebih mencerminkan ke arah pencapaian kemaslahatan dalam kehidupan manusia[12].
D. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berfikir
1. Tinjauan Pustaka
          Secara operasional cara kerja dalam proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana telah dibahas dalam Bab II. Pertama,mengiventarisasi judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat, mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka. Isi laporan yang dikemukakan mencakup : teori yang digunakan, aplikasi teori dalam penelitian,unsur- unsur metodologi yang digunakan  temuan yang diperoleh relasi antar laporan penelitian dengan penelitian dengan penelitian  yang direncanakan oleh peneliti, serta aplikasi dari peneltian tersebut.
2. kerangka berpikir
Merujuk kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses induksi .yang  terdiri stas bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Ketujuh komponen itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Pertama, tujuan hukum,kedua dalil hukum, ketiga subtansi fuqh, keempat logika induksi, kelima kaidah fiqh, keenam aplikasi entitas, ketujuh aplikasi wacana.
E. Langkah-langakah penelitian
1. metode penelitian
Penelitian MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian hermenetis atau metode penelitian sejarah.Penelitian MAKF dapat memilih pendekatan historis atau pendekatan sosiologis dengan penggunaan metode penelitian sejarah atau metode penelitian studi kasus.
2. sumber data
Secara umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al –qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh. Pemilihan sumber data dilakukan secara purposit dengan merujuk kepada fokus ,tujuan , model,dan pendekatan penelitian.
3. pengumpulan data
Pengumpulan data dari sumber kepustakaan, terutama kitab-kitab kaidah fiqh,dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
þ  Mengumpulkan kitab kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus penelitian.
þ  Membaca kitab yang telah dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ  Mencatat isi kitab yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ  Menerjemahkan isi catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ  Memilih kaidah fiqh sebagai sesuatu”yang telah diketahui.
þ  Berdasarkan hasil klasifikasi data itu.
þ  Berdasarkan hasil pemilahan itu dapat dilakukan tabulasi data dalam bentuk berbagai tabel  silang.
4. analisis data
Data yang telah dihimpun kemudian dianalisis secara bertahap sebagaimana berikut ini:
a.        Data yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.       Menafsirkan data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.       Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model penelitian.
d.      Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.       Menghubungkan apa yang ditemukan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
f.       Berdasarkan tahapan kelima dapat dideskripsikan kesimpulan makro dari penelitian tersebut[13].



















BAB III
KESIMPULAN
Fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah. Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan logis.
Kedua, model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam serangkaian subtansi fiqh.
Ketiga, model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks kehidupan manusia.
Secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih.
Tujuan penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari berbagai rincian substansi fiqh.
Kegunaan penelitian Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh.
Kedua , hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif.
proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama,mengiventarisasi judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat, mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka.
Merujuk kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses induksi .yang  terdiri stas bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Langkah-langakah penelitian
1. metode penelitian
Penelitian MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian hermenetis atau metode penelitian sejarah.
2. sumber data
Secara umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al –qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh.
3. pengumpulan data
þ  Mengumpulkan kitab kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus penelitian.
þ  Membaca kitab yang telah dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ  Mencatat isi kitab yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ  Menerjemahkan isi catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ  Memilih kaidah fiqh sebagai sesuatu”yang telah diketahui.
þ  Berdasarkan hasil klasifikasi data itu.
4. analisis data.
a.       Data yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.       Menafsirkan data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.       Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model penelitian.
d.      Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.       Menghubungkan apa yang ditemukan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.


















DAFTAR PUSTAKA

Bisri Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jakarta: Prenada Media, 2003.
Musbikin Imam, Qawa’id al- Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif Bandung: TARSIT, 1996.
Ngani Nico, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012.
Saleh Saleh, Usul al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 .
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah Bandung: Pustaka Setia, 2005 .
Rokamah Ridho, Kaidah Fiqhiyah Ponorogo: STAIN PO Press, 2010.
Usman Muchlis, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001.
Washil Nashr Farid Muhammad, Qawa’id Fiqhiyyah  Jakarta: Amzah, 2005.





[1] Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 ), 2.
[2] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif ( Bandung: TARSIT, 1996 ), 40.
[3] Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ), 106-107.
[4] Abdul Mun’im Saleh, Usul al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, ( Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 27-29.
[5]Muchlis Usman, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 107.
[6] Imam Musbikin, Qawa’id al- Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 33.
[7] Ridho Rokamah, Kaidah Fiqhiyah ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2010 ), 55.
[8] Nashr Farid Muhammad Washil, Qawa’id Fiqhiyyah ( Jakarta: Amzah, 2005), 30.
[9] Cik Hasan Basri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ),116-122.
[10] Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah ( Bandung: Pustaka Setia, 2005 ), 71.
[11] Cik, Model, 124-125.
[12] Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012),81.
[13] Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ), 125-137.
 BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG.
Fiqh merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia Islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian Islam, baik di Indonesia maupun di dunia pada umumnya. Oleh karena itu, fiqh dituntut untuk dikembangkan, agar bidang itu memiliki makna bagi pengembangan ilmu dan pengembangan keahlian.
Pengembangan ilmu fiqh berasas kesinambungan dan perubahan ( continuity and change ). Bertitik tolak dari yang tersedia dan merumuskan kreasi baru untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Hal itu dapat dilakukan dengan merujuk kepada kaidah: al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah.
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana fokus penelitian kaidah fiqh ?
2. Apa tujuan dan kegunaan fiqh?
3. Bagaimana tinjauan pustaka dan kerangka berfikir penelitian kaidah fiqh ?
4. Bagaimana langkah- langkah oenelitian kaidah fiqh ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kaidah Fiqh dan Fiqh
Penelitian merupakan upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan yang baru sama sekali yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.[1] Sedangkan desain penelitian ialah suatu rencana tentang cara melakukan penelitian itu.[2]
Dua unsur yang membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan pengalaman ialah unsur informasi dan unsur metodologi. Kedua unsur tersebut merupakan pilar utama dalam bangunan atau badan pengetahuan ilmiah, disamping unsur substansi. Oleh karena itu, pengembangan suatu disiplin ilmu identik dengan pengembangan kedua unsur tersebut. Sementara itu, dalil dan teori merupakan dua unsure informasi yang paling dikenal, baik dikalangan masyarakat ilmiah maupun dalam masyarakat pada umumnya. Teori merupakan produk cara berfikir deduktif melalui  kegiatan kontemplasi yang merujuk kepada aksima tertentu. Teori juga merupakan produk cara berfikir induktif melalui kegiatan penelitian, yang merujuk kepada sejumlah data. Selanjutnya, teori dijadikan kerangka penelitian, baik yang diarahkan untuk menguji keajegannya maupun untuk mempertajam cakupannya. Di sini tampak relasi antara unsure informasi dengan unsur metodologi. Teori dioperasoinalisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir deduksi). Sebaliknya, data digeneralisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir induksi ).
Secara sederhana, teori dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang berisi hubungan antara dua konsep atau lebih. Misalnya hubungan antara konsep hukum dengan konsep politik; hubungan antara konsep hukum dengan konsep kebiasaan; hubungan antara konsep hukum dengan konsep politik dan konsep kebiasaan; dan seterusnya. Bahkan hubungan antar konsep yang tampak berlawanan. Misalnya hubungan antara konsep keyakinan dengan konsep  keraguan; hubungan antara konsep kesulitan dengan konsep kemudahan; hubungan antara konsep kemaslahatan dengan konsep kemafsadatan, dan seterusnya. Dengan demikian, kaidah fiqh dapat diidentifikasi sebagai teori. Ia merupakan salah satu pilar dalam ilmu fiqh, yang berhubungan dengan unsure metodologi dan unsure substansi.
Ciri ciri kaidah fiqh : [3]
1.      Dalam struktur hukum Islam sebagai suatu kesatuan sistem ( Islamic law system ) terdiri atas empat unsur. Unsur pertama adalah sumber hukum, yakni Qur’an dan Sunnah, yang memuat berbagai dalil normatif. Unsur kedua adalah ushul fiqh, yang memuat berbagai kaidah ushul untuk diaplikasikan dalam penggalian hukum ( istimbath al-ahkam ) dari dalil normatif itu. Unsur ketiga adalah fiqh, yakni substansi fiqh yang rinci mencakup beberapa bidang ( ibadah, munakahat, mawarits, muamalah, jinayah, siyasah, dan aqdhiyah ). Unsur keempat adalah kaidah fiqh yang disimpulkan dari substansi fiqh.
2.      Proses penggalian dan perumusan substansi fiqh dan kaidah fiqh sarat dengan penggunaan kaidah logika verbal. Fiqh dideduksi dari dalil dalam kedua sumber dengan menggunakan kaidah ushul, yang secara operasional dilakukan dengan metode istimbath hukum. Selanjutnya rincian substansi fiqh diinduksi, yang secara operasional dilakukan dengan metode istiqra’, kemudian menghasilkan kaidah fiqh. Dalam konteks penelitian dalil dioperasionalkan untuk menemukan data (fiqh). Sedangkan data yang telah terhimpun digeneralisasikan atau disimpulkan sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqh.
3.      Kaidah fiqh merupakan produk cara berfikir induksi dalam mengabstraksikan rincian substansi fiqh dengan mempertemukan titik persamaan dan menyisihkan titik perbedaan. Ia dirumuskan sebagai kaidah umum, atau berlaku secara umum, atau mayoritas. Ia mentoleransi adanya pengecualian, istisna, atau exception, meskipun dalam batas- batas tertentu
4.      Substansi kaidah fiqh merupakan teori yang menunjukkan hubungan dua konsep atau lebih. Tetapi dalam konteks ilmu fiqh, ia merupakan unsur metodologi. Oleh karena itu, kaidah fiqh dapat disebut sebagai teori instrumental.
5.      Kaidah fiqh dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang beragam : pernyataan deskriptif dan pernyataan preskriptif; pernyataan positif dan pernyataan negatif; juga pernyataan alternatif. Pernyataan- pernyataan itu tersusun secara tunggal, singkat, lugas, dan sederhana; seolah-seolah antara kaidah yang satu dengan yang lain terpisah, tanpa saling berhubungan. Oleh karena itu, kaidah fiqh amat mudah untuk diaplikasikan dalam perumusan hukum baru yang bersifat parsial, antara lain oleh mufti dan qadhi’ (hakim).
6.      Kaidah fiqh dapat dipilah berdasarkan cakupannya. Ada kaidah fiqh yang amat luas cakupannya, sehingga seluruh rincian substansi fiqh tercakup dalam kaidah: “ Meraih kemaslahatan ”
7.      Perumusan kaidah fiqh merujuk kepada substansi fiqh dari beragam madzhab fiqh. Ketika madzhab fiqh telah menjadi entitas dan identitas ulama’, masing- masing madzhab memiliki rumusan dan perbendaharaan kaidah fiqh[4].
Penyusunan dan perumusan kaidah fiqh dilakukan secara bertahap, sehingga mengalami pertumbuhan dan perkembangan tersendiri. Ketika wacana fiqh mengalami perkembangan, kaidah fiqh mengikutinya secara perlahan. Namun sebaliknya, ketika kreatifitas dalam wacana fiqh mengalami kemandegan, maka penyusunan, perumusan, dan pembukuan kaidah fiqh makin berkembang. Hasil dari proses itu, dewasa ini dikenal lima kaidah pokok ( al-qawa’id al-khamsah ) yang bersifat umum. Seluruh rincian substansi fiqh dikembalikan kepada kaidah tersebut. Kelima kaidah tersebut adalah :
Ø  Setiap perkara tergantung kepada maksudnya (al-‘umuru bimaqashidiha)[5]
Ø  Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan ( al-yaqinu la yuzalu bi al-syak )[6]
Ø  Kesulitan mendatangkan kemudahan ( al-masyaqah tajlib al-taysir )[7]
Ø  Kemadaratan harus dihilangkan ( al-dharara yuzalu )
Ø  Adat dapat digunakan sebagai hukum ( al-‘adah muhakkamah )
Berdasarkan uraian tersebut, substansi kaidah fiqh merupakan suatu produk dari proses abstraksi ( induksi ) substansi fiqh yang dirumuskan secara ringkas dan sederhana. Ia mengandung nilai- nilai filosofis yang bersifat strategis dari keseluruhan hukum Islam yang diarahkan untuk memperloleh kemaslahatan, yang sekaligus menghindarkan kemafsadatan. Atas perihal tersebut kaidah fiqh dapat dikonkretkan ( deduksi ) kembali bagi penataan kehidupan manusia, yang mengandung nilai- nilai instrumental yang bersifat taktis dan konsepsional. Selanjutnya lebih dikonkretkan lagi dalam wujud teknis dan operasional. Hal itu berhubungan dengan derajat kemaslahatan manusia yang tercakup dalam konsep al- maqasid al- syari’ah, yang terdiri atas tiga level: al- dharuriyah, al- hajjiyah, dan al- tahsiniyah. Dengan perkataan lain, kaidah fiqh dapat dijadikan patokan untuk diaplikasikan bagi penataan entitas kehidupan manusia dan bagi pengembangan wacana intelektual[8].
B. FOKUS PENELITIAN.
Pada umumnya fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Secara garis besar terdiri dari empat unsur utama substansi fiqh, proses induksi, landasan kaidah dan subtansi kaidah fiqh. Dari ke empat unsur tersebut bertemu dalam subtasi kaidah fiqh. Kaidah fiqh disini merupakan titik temu dari timbal balik dari ketiga unsur tersebut. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah. Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
Berdasarkan uraian diatas fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan logis. Dalam MLKF kaidah fiqh merupakan inti fokus dan ditempatkan sebagai yang telah diketahui.

Kedua, model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam serangkaian subtansi fiqh. Kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian sebagai hubungan timbal balik dari keempat unsur lainnya. Kaidah fiqh ditempatkan sebagai sesuatu yang diketahui.
Ketiga, model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks kehidupan manusia.
Dalam gambar itu tampak bahwa kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian. Ia ditempatkan sebagai sesuatu yang telah diketahui, sementara ke empat unsur lainnya sebagai sesuatu yang belum diketahui.
Dari ketiga model fokus diatas terdapat dua unsur yang konstan yang selalu berhubungan dengan kaidah fiqh. Subtansi fiqh selalu dalam posisi yang sama tidak mengalami perubahan. Cara berfikir induktif sangat tergantung pada kapasitas dirinya. Logika induksi disini suatu cara dan kaidah brfikir logis yang ditetapkan sebagai dalil metodologis. Dalam proses induksi yakni suatu kerja dikalangan ulama mahdzha ketika merumuskan kaidah fiqh.[9]
C. TUJUAN dan KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian kaidah fiqh ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan pola hubungan kaidah fiqh dengan unsur lainnya, yakni landasan filosofis, landasan logis, subtansi fiqh, jenjang kaidah, dan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan kehidupan dan bagi pengembangan wacana intelektual.[10] Sedangkan secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih. Pola hubungan antar unsur pada masing-masing level penelitian dipandang sebagai sesuatu yang bersifat simultan, sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Sementara itu, dalam kaidah fiqh tersebut terdapat  dua konsep atau lebih, bahkan ada yang mencakup tujuh konsep, misalnya kaidah: taghayyur al-ahkam bitaghayur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id wa al-niyat.
Tujuan penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari berbagai rincian substansi fiqh. Dalam proses itu dicari “titik temu”antara tujuan hukum dengan cara berfikir induktif dan substansi fiqh. Dengan cara demikian, dapat dipahami posisi kaidah fqih dalam pencapaian tujuan hukum. Sedangkan tujuan penelitian MPUM diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan pandangan ulama salah satu atau beberapa madzhap tentang kaidah fiqh. Hal itu berkenaan dengan proses deduksi fiqh dan induksi kaiddah fiqh.  Atas perihal tersebut dapat dipahami relasi antara kaidah fiqh dengan substansi fiqh. Selain itu, dapat dibandingkan tentang kontribusi masing-masing ulama : formulasi, sebaran, dan alokasi kaidah pada masing-masing bidang (dan bagian) fiqh. Sementara itu, tujuan penelitian MAKF diarahkan untuk memahami dan menggambarkan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan kehidupan manusia dan wacana intelektual.dengan merujuk kepada sumber yang digunakan dan dalam konteks entitas kehidupan manusia secara makro.
2. Kegunaan penelitian Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh. Hal tersebut mencakup:[11]
Ø  Untuk merumuskan kaidah fiqh baru, baik sebagai pengembangan dari kaidah yang telah dirumuskan maupun sama sekali rumusan baru, sehingga wacana fiqh semakin kaya.
Ø  Untuk menata pengkajian kaidah fiqh sebagai subyek khusus dengan pendekatan holistik, sehingga pengkajian kaidah fiqh lebih mendalam.
Ø  Untuk dialihkan kedalam kegiatan pembelajaran, terutama di perguruan tinggi, sehingga para pencari ilmu akan memperoleh informasi mutakhir terutama berkenaan dengan landasan dan aplikasi kaidah fiqh, yang pada ujungnya kompetensi ilmiah yang bersangkutan akan meningkat.
Ø  Untuk dijadikan titik tolak bagi kegiatan penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti yang bersangkutan maupun oleh peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Kedua , hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif. Yang mencakup:
v  Untuk mengembangkan apresiasi terhadap kaidah fiqh sebagai bagian dari salah inti kebudayaan dalam masyarakat muslim.
v  Untuk meningkatkan apresiasi terhadap aplikasi kaidah fiqh sehingga muncul toleransi yang tinggi atas keberagaman pemahaman kaidah fiqh dan fiqh pada umumnya.
v  Untuk dijadikan salah satu bahan rujukan dalam proses penataan kehudupan manusia yang semakin pelik dan majemuk, sebagaimana dikemukakan dalam teladan diatas. Apabila hal itu akan dirumuskan, maka hasil penelitian kaidah fiqh diintegrasikan dengan unsur lain dalam konteks struktur dan pola budaya, sehingga terwujud apa yang kemudian dapat disebut sebagai teknologi hukum. Atas  perihal tersebut untuk menerima masukan atas berbagai kekurangan dan kelemahan.
v  Untuk dijadikan salah satu  bahan masukan dalam mengembangkan kegiatan berfikir kreatif sehingga formula fiqh, produk  fatwa, dan produk badan penyelenggara negara lebih mencerminkan ke arah pencapaian kemaslahatan dalam kehidupan manusia[12].
D. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berfikir
1. Tinjauan Pustaka
          Secara operasional cara kerja dalam proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana telah dibahas dalam Bab II. Pertama,mengiventarisasi judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat, mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka. Isi laporan yang dikemukakan mencakup : teori yang digunakan, aplikasi teori dalam penelitian,unsur- unsur metodologi yang digunakan  temuan yang diperoleh relasi antar laporan penelitian dengan penelitian dengan penelitian  yang direncanakan oleh peneliti, serta aplikasi dari peneltian tersebut.
2. kerangka berpikir
Merujuk kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses induksi .yang  terdiri stas bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Ketujuh komponen itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Pertama, tujuan hukum,kedua dalil hukum, ketiga subtansi fuqh, keempat logika induksi, kelima kaidah fiqh, keenam aplikasi entitas, ketujuh aplikasi wacana.
E. Langkah-langakah penelitian
1. metode penelitian
Penelitian MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian hermenetis atau metode penelitian sejarah.Penelitian MAKF dapat memilih pendekatan historis atau pendekatan sosiologis dengan penggunaan metode penelitian sejarah atau metode penelitian studi kasus.
2. sumber data
Secara umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al –qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh. Pemilihan sumber data dilakukan secara purposit dengan merujuk kepada fokus ,tujuan , model,dan pendekatan penelitian.
3. pengumpulan data
Pengumpulan data dari sumber kepustakaan, terutama kitab-kitab kaidah fiqh,dapat dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
þ  Mengumpulkan kitab kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus penelitian.
þ  Membaca kitab yang telah dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ  Mencatat isi kitab yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ  Menerjemahkan isi catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ  Memilih kaidah fiqh sebagai sesuatu”yang telah diketahui.
þ  Berdasarkan hasil klasifikasi data itu.
þ  Berdasarkan hasil pemilahan itu dapat dilakukan tabulasi data dalam bentuk berbagai tabel  silang.
4. analisis data
Data yang telah dihimpun kemudian dianalisis secara bertahap sebagaimana berikut ini:
a.        Data yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.       Menafsirkan data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.       Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model penelitian.
d.      Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.       Menghubungkan apa yang ditemukan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
f.       Berdasarkan tahapan kelima dapat dideskripsikan kesimpulan makro dari penelitian tersebut[13].



















BAB III
KESIMPULAN
Fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah. Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan logis.
Kedua, model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam serangkaian subtansi fiqh.
Ketiga, model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks kehidupan manusia.
Secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih.
Tujuan penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari berbagai rincian substansi fiqh.
Kegunaan penelitian Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh.
Kedua , hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif.
proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama,mengiventarisasi judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat, mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka.
Merujuk kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses induksi .yang  terdiri stas bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Langkah-langakah penelitian
1. metode penelitian
Penelitian MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian hermenetis atau metode penelitian sejarah.
2. sumber data
Secara umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al –qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh.
3. pengumpulan data
þ  Mengumpulkan kitab kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus penelitian.
þ  Membaca kitab yang telah dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ  Mencatat isi kitab yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ  Menerjemahkan isi catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ  Memilih kaidah fiqh sebagai sesuatu”yang telah diketahui.
þ  Berdasarkan hasil klasifikasi data itu.
4. analisis data.
a.       Data yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.       Menafsirkan data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.       Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model penelitian.
d.      Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.       Menghubungkan apa yang ditemukan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.


















DAFTAR PUSTAKA

Bisri Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jakarta: Prenada Media, 2003.
Musbikin Imam, Qawa’id al- Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif Bandung: TARSIT, 1996.
Ngani Nico, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012.
Saleh Saleh, Usul al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 .
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah Bandung: Pustaka Setia, 2005 .
Rokamah Ridho, Kaidah Fiqhiyah Ponorogo: STAIN PO Press, 2010.
Usman Muchlis, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001.
Washil Nashr Farid Muhammad, Qawa’id Fiqhiyyah  Jakarta: Amzah, 2005.




[1] Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 ), 2.
[2] Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif ( Bandung: TARSIT, 1996 ), 40.
[3] Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ), 106-107.
[4] Abdul Mun’im Saleh, Usul al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, ( Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 27-29.
[5]Muchlis Usman, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 107.
[6] Imam Musbikin, Qawa’id al- Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 33.
[7] Ridho Rokamah, Kaidah Fiqhiyah ( Ponorogo: STAIN PO Press, 2010 ), 55.
[8] Nashr Farid Muhammad Washil, Qawa’id Fiqhiyyah ( Jakarta: Amzah, 2005), 30.
[9] Cik Hasan Basri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ),116-122.
[10] Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah ( Bandung: Pustaka Setia, 2005 ), 71.
[11] Cik, Model, 124-125.
[12] Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012),81.
[13] Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh ( Jakarta: Prenada Media, 2003 ), 125-137.

No comments:

Post a Comment