Tuesday, October 4, 2016

METHODE PENALARAN ILMIAH: SILOGISME, DEDUKTIF DAN INDUKTIF

METHODE PENALARAN ILMIAH: SILOGISME, DEDUKTIF DAN INDUKTIF



PENDAHULUAN
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Dalam makalah ini akan disajikan beberapa pembahasan mengenai pengertian metode penalaran deduktif, penalaran induktif, dan silogisme.



PEMBAHASAN
1.    Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya.
2.    Metode Penalaran Ilmiah Deduktif
a.       Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif  sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduktif / deduksi adalah merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Proposisi baru itu tidak lain dari kesimpulan kita mengenai suatu fenomena yang telah kita identifikasi dengan mempertalikannya dengan proposisi yang umum. Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar, dan kalau proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar. Dengan pengertian lain bahwa deduksi yakni mengambil kesimpulan (pengertian) khusus dari kesimpulan-kesimpulan umum.[1]Penarikankesimpulansecaradeduktifbiasanyamempergunakanpolaberpikir yang dinamakansilogismus.Silogismusdisusundariduabuahpernyataandansebuahkesimpulan.[2]
Apabila orang menerapkan cara penalaran yang bersifat deduktif berarti orang bergerak dari atas menuju ke bawah. Artinya, sebagai langkah pertama orang perlu menentukan satu sikap tertentu dalam menghadapi masalah tertentu, dan berdasarkan atas penentuan sikap tadi kemudian mengambil langkah kesimpulan dalam tingkatan yang lebih rendah.[3]Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial. Penerapan metode deduksi harus melalui dua tahap yaitu :
1)      Dari pemahaman yang telah digeneralisasikan dapat dibuat deduksi mengenai sifat-sifat yang lebih khusus yang mengalir dari yang umum, tetapi segi khusus ini masih tetap merupakan pengertian umum.
2)      Yang umum, semuanya harus dilihat kembali dalam skala yang individual.[4]

Analitis Teori

Pengetahuan Umum

Analitis Deduktif
Jadi, penalaran deduktif bila digambarkan adalah sebagai berikut:

Kesimpulan
 


b.      Macam-macam penalaran deduktif adalah :
1)   Silogisme 
Silogisme adalah suatu proses menggabungkan tiga proporsi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.[5]Pernyataan yang mendukungsilogismeinidisebutsebagaipremis yang kemudiandibedakanmenjadipremis mayor yang menjelaskanataumenyatakansesuatu yang bersifatumum dan premis minor yang menyatakansesuatu yang lebihkhususdanterkaitpremis mayor.
Beberapa jenis dari silogisme :
a)    Silogisme kategorik
Semua binatang bakal mengalami mati (premis mayor). Gajah adalah binatang (premis minor).Jadi gajah bakal mengalami mati (konklusi).
Dengan ringkas silogisme kategorik dapat dinyatakan sebagai berikut :
Semua P adalah Q. P1 adalah P. Jadi P1 adalah Q.[6]
Contoh lain adalah : Semua burung dapat terbang (premis mayor). Merpati adalah burung (premis minor). Jadi merpati dapat terbang (konklusi)[7]
b)   Silogisme kondisional (bersyarat)
Bila di kampung itu turun hujan sangat deras, kampung itu banjir.Hujan turun sangat deras.Jadi kampung itu banjir.
Ringkasnya, silogisme kondisional adalah sebagai berikut:
Jika P dalam keadaan Q, maka akan terjadi R.P1 sekarang dalam keadaan Q. Jadi  P1 akan mengalami R.
c)    Silogisme pilihan (alternatif)

Kesimpulan
Ketika Hendra telah lulus kuliah, ia akan bekerja atau melanjutkan studi S2. Setelah lulus kuliah Hendra bekerja.Jadi, Hendra tidak melanjutkan studi S2.
Ringkasnya, silogisme alternatiif adalah sebagai berikut:
P harus memilih Q atau F.(Q dan F tidak terjadi serempak)P1 memilih R. Jadi, P1 tidak memilih Q.
d)   Silogisme Disjungtif (melerai)[8]
Bagi seorang pengusaha, baik yang bekerja keras ataupun tidak, tidaklah mungkin mendapatkan sukses begiitu saja. Ada seoramg pengusaha yang tidak bekerja sama sekali.Jadi, tidak mungkin begitu saja ia memperoleh kesuksesaan.
Silogisme disjungtif, singkatnya adalah sebagai berikut:
Tidak mungkin P yang sedang dalam keadaan R bakal menjadi Q.P dalam keadaan R. Jadi, tidak mungkin P bakal menjadi Q.[9]
2)   Entimen 
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.[10]
3.      Metode Penalaran Induktif 
a.       Pengertian Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Dari satu pengalaman saja orang mungkin mempunyai pengetahuan, tentu saja mengenai yang satu itu. Pengetahuan khusus ini dapat juga tercapai berulang kali dan kemudian dijadikan landasan oleh manusia untuk pengetahuan yang lebih luas wilayahnya, sehingga berlaku (lebih) umum.[11]
Apabila orang menerapkan cara penalaran yang bersifat induktif berarti orang bergerak dari bawah menuju ke atas. Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu penalaran dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.

Pengetahuan Umum
Penarikan kesimpulan secara umum itu adalah sebagai berikut: “ Perunggu itu bila dipanaskan akan memuai, perak bila dipanaskan juga memuai, begitu pula emas dan jenis logam lainnya, dengan demikian semua logam, apabila ia dipanaskan, akan memuai pula.”[12]Jadi, penalaran deduktif bila digambarkan adalah sebagai berikut:

Sintetis Induksi

Pengetahuan Khusus

Analitis Teori

Kesimpulan
 



b.      Macam-macam Penalaran Induktif
1)   Generalisasi 
Generalisasi adalah penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris.[13]Premis-premis dari induksi ialah prosisi empiris yang langsung kembali kepada suatu observasi indra atau proposisi dasar (basic statemen). Proposisi dasar menunjuk kepada fakata, yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkapan indra. Pikiran tidak dapat mempersoalkan benar-tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat menerimanya.[14]Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain. Generalisasi menurut Soekadijo (1994) harus memenuhi 3 syarat :
a)    Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik. Artinya generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan bahwa: “ Semua A adalah B”, maka proposisi itu harus benar, berapapun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subjek yang memenuhi kondisi A.
b)   Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-tempiral artinya tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku dimana saja dan kapan saja.
c)    Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan “dasar prngandaian” disini ialah dasar dari yang disebut contrary-to-fact conditionals atau unfulfilled conditionals.[15]
2)   Analogi 
Analogi adalah membandingkan dua hal yang banyak persamaanya. Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan yang sebelumnya. Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain, dengan mengidentifikasi mencari persamaan. Analogi dapat dimanfaat sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran.[16]
3)   Hubungan Kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Macam hubungan kausal adalah :
1.    Sebab-Akibat
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2.    Akibat-Sebab
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3.    Akibat-Akibat
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.[17]


PENUTUP
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya.
1.    Penalaran Deduktif
Penalaran deduksi yakni mengambil kesimpulan (pengertian) khusus dari kesimpulan-kesimpulan umum. Macam-macam penalaran deduktif adalah:
a.    Silogisme: silogisme kategorik, silogisme kondisional (bersyarat), silogisme pilihan (alternatif), dan silogisme disjungtif (melerai).
b.    Entimen
2.      Penalaran Induktif 
Penalaran dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Macam-macam penalaran induktif adalah:
a.       Generalisasi
b.      Analogi
c.       Hubungan Kausal : Sebab-Akibat, Akibat-Sebab dan Akibat-Akibat









DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

A.W, Mastur. Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS Press, 1986.

Bakry, Hasbullah. Sistematik Filsafat. Jakarta: Widjaya, 1975.

Narbuko, Cholid, dkk. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007.

Poedjawijatna, L.R. Logika Filsafat Berfikir. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.

Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.

Suriasumantri, Jujun.S. Filsafat Ilmu. _: Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.


http://yopipazzo.blogspot.com/2012/10/penalaran-induktif.html. diakses tanggal 20 September , pukul  10.45.




[1] Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, ( Jakarta: Widjaya, 1975), 40.
[2] Jujun. S. Suriasumantri,Filsafat Ilmu, (_: Pustaka Sinar Harapan, 2005), 48-49.
[3] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 58.
[4]Ibid, 58-59.
[5]Surajiyo, Filsafat llmu dan Perkembangannya di Indonesia, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 122.
[6] Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 27.
[7] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), 18.
[8] Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 27-28.
[9] Ibid.
[11]L.R Poedjawijatna, Logika Filsafat Berfikir, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), 70.
[12] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, 57.
[13] Surajyo, Filsafat Imu dan Perkembangannya di Indonesia, 119.
[14] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 167.
[15] Surajyo, Filsafat Imu dan Perkembangannya di Indonesia, 119.
[16] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, 169.
[17]http://yopipazzo.blogspot.com/2012/10/penalaran-induktif.html  diakses tanggal 20 September , pukul  10.45.

No comments:

Post a Comment