PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ramadhan telah tiba, sebagai seorang muslim tidak ada sikap lain
kecuali menerima dan menyambut kedatangannya dengan penuh gembira. Nabi
bersabda “Barangsiapa yang senang dengan masuknya bulan Ramadhan, maka jasadnya
diharamkan atas api neraka.” Salah satu bentuk
kegembiraan menyambut Ramadhan ialah dengan siap melakukan puasa dan hal-hal
yang diperintahkan didalamnya. Banyak predikat yang diberikan pada bulan
Ramadhan. Predikat tersebut berkaitan dengan beberapa keistimewaan yang
ditawarkan Allah kepada manusia. Diantara predikat tersebut yakni bulan maghfirah
bulan yang penuh hikmah, bulan dimana pintu surga dibuka selebar-lebarnya
dan pintu neraka ditutup. Sebuah tawaran yang fungsional, apabila peluang
tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dalam rangkaian ayat puasa yang termaktub dalam surat al-Baqarah 183-188
diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa, menentukan awal mula masuknya
bulan Ramadhan hingga kelonggaran yang diberikan Allah kepada hambanya. Hal ini
sesuai tujuan amalan ibadah puasa ditegakkan ialah supaya hambanya menjadi
orang yang bertakwa dan hamba yang pandai bersyukur. Juga sebagai sarana dan
kesempatan untuk mengumpulkan amal ibadah sebanyak-banyaknya, serta kesempatan
untuk menghapus dosa-dosa yang telah diperbuat pada waktu yang telah lalu.
Dalam surat al-Baqarah ayat 185, Allah memerintahkan kepada umat
Islam agar menunaikan ibadah puasa apabila telah jelas munculnya hilal.
Mengenai waktu pemunculannya, terdapat perbedaan pandangan dalam penetapannya.
Yang dalam kesempatan nanti akan dibahas secara ringkas.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yng istimewa, dikarenakan pada bulan
inilah Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Meski demikian, pada waktu itu belum
ditetapkan kewajiban ibadah puasa atas umat Islam. Al-Qur’an diturunkan pada
bulan Ramadhan juga sebagai isyarat dianjurkan untuk lebih banyak membaca dan
mempelajari Al-Qur’an pada bulan ini agar memperoleh petunjuk dari-Nya.
B. Kisi-kisi
Pembahasan
1.
Teks Ayat Al-Baqarah 185
2.
Terjemah Ayat Al-Baqarah 185
3.
Penjelasan kosa kata (ma’na mufradat) Al-Baqarah 185
4.
Munasabah Ayat
5.
Asbabun Nuzul
6.
Tafsir dan Kandungan Ayat
PEMBAHASAN
1. Teks Ayat Al-Baqarah 185
ãöky tb$ÒtBu
üÏ%©!$# tAÌRé&
ÏmÏù
ãb#uäöà)ø9$#
Wèd
Ĩ$¨Y=Ïj9
;M»oYÉit/ur z`ÏiB
3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur
4 `yJsù
yÍky ãNä3YÏB
tök¤¶9$#
çmôJÝÁuù=sù ( `tBur
tb$2
$³ÒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB
BQ$r&
tyzé& 3 ßÌã
ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã
ãNà6Î/ uô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur
no£Ïèø9$# (#rçÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB
öNä31yyd
öNà6¯=yès9ur crãä3ô±n@
ÇÊÑÎÈ
2.
Terjemah Ayat Al-Baqarah 185
b#uäöà)ø9$#
Al - Qur’an
|
mÏù
didalamnya
|
AÌRé&
diturunkan
|
Ï%©!$#
yang
|
b$ÒtBu
Ramadhan
|
öky
(yaitu)
bulan
|
`yJsù
maka
barangsiapa
|
b$s%öàÿø9$#ur
Dan Furqan
(pembeda)
|
z yßgø9$#`ÏiB
Dari
petunjuk itu
|
M»oYÉit/ur
Dan
penjelasan
|
¨$¨Y=Ïj9
Bagi
manusia
|
Wèd
petunjuk
|
b$2
Adalah ia
|
`tBur
Dan
barangsiapa
|
çmôJÝÁuù=sù
Maka
hendaklah ia berpuasa
|
ök¤¶9$#
bulan
|
Nä3YÏB
Diantara
kamu
|
Íky
menyaksikan
|
Ìã
menghendaki
|
tyzé&
lain
|
BQ$r& `ÏiB
Dari
hari-hari
|
×o£Ïèsù
Maka
hitunglah (berpuasalah)
|
xÿyn?tãrr&
Atau dalam
perjalanan
|
$³ÒÍsD
sakit
|
ô£ãèø9$#
Kesukaran
|
ãNà6Î/
bagimu
|
Ìã wur
dan Dia
tidak menghendaki
|
ó¡ø9$#
kemudahan
|
Nà6Î/
bagimu
|
ª!$#
Allah
|
Nä31yyd
Dia
memberi petunjuk padamu
|
$tBn?tã
Atas apa yang
|
©!$#
Allah
|
#rçÉi9x6çGÏ9ur
Dan
hendaklah kamu mengagungkan
|
o£Ïèø9$#
bilangan
|
#qè=ÏJò6çGÏ9ur
Dan agar
kamu mencukupkan
|
crãä3ô±n@
Kamu
bersyukur
|
Nà6¯=yès9ur
Supaya
kamu
|
“ (Yaitu) bulan Ramadhan, bulan yang
didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara haq dan yang
bathil). Maka barang siapa diantara kamu menyaksikan bulan itu, hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.[1]
3.
Penjelasan Kosa Kata (Ma’na Mufradat) Al-Baqarah 185
öky : Nampak atau muncul.
b$ÒtBu : Berasal dari kata ar-ramdhu yang bermakna
sangat panas, ar-ramdha yang bermakna sengatan matahari. Disebut
“Ramadhan” karena ia membakar dan melenyapkan dosa.[2]
o£Ïèø9$# : Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata tersebut menunjuk
sesuatu yang dihitung.
tyzé& : Bentuk jama’ dari kata ukhra yang berarti lain.
Ayyam ukhra berarti hari-hari yang lain.[3]
Wèd : (sebagai petunnjuk) menjadi “hal”
artinya menunjukkan dari kesesatan.
4. Munasabah Ayat
Beberapa ayat, mulai ayat 183-188 merupakan
ayat yang berkenaan dengan puasa. Dalam ayat-ayat tersebut dijelas kan beberapa
hal yang terkait dengan puasa antara lain mengenai waktu, kapan, dispensasi dan
lainnya. Pada ayat-ayat ini terdapat keterkaitan antara ayat satu dengan yang lainnya.
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah
menyebutkan hukum qishash diikuti hukum wasiat kepada orang tua dan kerabat.
Pada ayat-ayat ini pula Allah menerangkan hukum-hukum seputar puasa secara detil.
Ini mengingat, bagian surat al-Baqarah ini mencakup hukum-hukum syariat. Dan
puasa menjadi salah satu rukun islam, maka disini Allah menyebutkan puasa untuk
memposisikan hamba-Nya pada posisi suci dan memasukkannya ke dalam orang yang
baik dan bertaqwa.[5]
5. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan dari Salmah ibn Akwa’ bahwa ia berkata :
ketika turun ayat “dan wajib bagi mereka yang berat menjalankannya (jika mereka
tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin”. Maka
siapa yang suka diantara berpuasa dan siapa yang suka berbuka dan membayar
fidyah sebagai gantinya, sehingga turunlah ayat berikutnya yang menasakh. “ Maka siapa diantara kamu
melihat bulan, hendaklah ia berpuasa”.[6]
6. Tafsir dan Kandungan Ayat
ãöky
tb$ÒtBu
üÏ%©!$# tAÌRé&
ÏmÏù
ãb#uäöà)ø9$#
Wèd
Ĩ$¨Y=Ïj9
;M»oYÉit/ur z`ÏiB
3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur
Artinya: “(Yaitu) bulan Ramadhan, bulan yang
didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara haq dan yang bathil).”
Maksud ayat ini ialah, beberapa hari yang ditentukan
atas kamu, wahai kaum mukmin, ialah bulan Ramadhan, bulan yang diturunkannya
Al-Qur’an pertama kali, sebagai petunjuk bagi manusia, sebab didalamnya
terdapat petunjuk, mukjizat dan ayat-ayat yang jelas yang membedakan antara
yang benar dan yang bathil.[7]
`yJsù yÍky ãNä3YÏB
tök¤¶9$#
çmôJÝÁuù=sù (
Artinya: “Maka barang siapa diantara kamu
menyaksikan bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
Menurut Abu Su’ud ialah, barangsiapa yang hadir
(di negeri tempat tinggalnya), pada
bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa.[8]
Mengenai waktu terbitnya hilal, para fuqaha berbeda pendapat
diantaranya :
A. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa kemunculan hilal di malam
maupun siang hari tidak perlu dipermasalahkan. Penduduk dibelahan bumi bagian
timur mesti berpegang kepada rukyat penduduk belahan bumi bagian barat.
B. Mazhab Maliki berpendapat bahwa jika hilal terlihat, puasa
menjadi wajib atas semua daerah, baik daerah yang dekat maupun daerah yang
jauh. Puasa juga menjadi wajib setiap orang yang mendengar kabar kemunculan
hilal.
C. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa jika hilal terlihat dan
telah pasti terlihat disuatu daerah, baik daerah yang dekat maupun jauh semua
orang wajib berpuasa. Orang yang tidak melihat hilal pasti mengikuti
orang yang telah melihatnya.
D. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa jika hilal terlihat di suatu
daerah kewajiban puasa berlaku bagi daerah-daerah yang dekat. Tidak termasuk
daerah yang jauh. Kewajiban puasa tergantung pada perbedaan waktu terbit hilal.
Perbedaan waktu kemunculan terjadi kurang dari 24 farsakh (192 km).[9]
`tBur tb$2
$³ÒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB
BQ$r&
tyzé& 3
Artinya: “dan barang siapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.”
Allah SWT memberikan keringanan bagi
hambanya dalam menjalankan ibadah puasa dalam keadaan sakit maupun dalam
perjalanan. Hal ini merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah sebagai
kemudahan. Para fuqaha berbeda pendapat tentang sakit dan bepergian yang
diperbolehkan seseorang berbuka. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat.
·
Sakit yang membolehkan berbuka
Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa sakit secara
mutlak, tidak memandang apakah sakit itu ringan maupun sakit yang berat. Seperti
sakit gigi maupun sakit flu biasa.
Bagi sebagian Jumhur Ulama berpendapat bahwa rukhshah
(keringanan) bagi orang yang sakit ialah, jika tetap berpuasa dapat menyebabkan
kepayahan dan penderitaan.
Sebagian ahli fuqaha berpendapat bahwa sakit
yang membolehkan berbuka puasa ialah sakit berat/kronis yang membahayakan jiwa
atau (apabila diteruskan malah akan) menambah sakitnya, atau memperlambat
kesembuhan. Pendapat ini merupakan pendapat imam mazhab.[10]
·
Bepergian yang membolehkan berbuka
Al-Auza’i berpendapat, bahwa bepergian yang
membolehkan seseorang berbuka ialah bepergian sehari.
Menurut Syafi’i dan Ahmad berpendapat bepergian selama
dua hari dua malam dan jarak yang ditempuh kira-kira enam belas farsakh
(128 km).
Sedangkan menurt Abu Hanifah dan as-Tsauri,
berpendapat bepergian selama tiga hari tiga tiga malam dan jarak yang ditempuh
sejauh kira-kira empat belas farsakh (112 km).[11]
ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã
ãNà6Î/ uô£ãèø9$#
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Pada ayat ini para fuqaha mengambil kaidah fiqhiyah
yang berbunyi “ المشقة
تجلب ا لتيسر ” yang artinya kesukaran itu menuntut
kemudahan.[12]
Ini merupakan salah satu tujuan yang telah dikehendaki
Allah dalam semua persoalan agama. Ayat ini sejalan dengan firman-Nya “dan
dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS.
Al-Hajj 22:78).[13]
(#qè=ÏJò6çGÏ9ur
no£Ïèø9$#
Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupi bilangannya.”
Maksud ayat ini ialah, umat islam yang menjalankan
ibadah puasa diberikan rukhshah untuk berbuka ketika sedang sakit maupun
ketika dalam perjalanan, karena Allah menghendaki kemudahan bagi hambanya dan
agar mencukupkan bilangannya. Oleh karena itu, orang yang tidak mencukupkan
bilangan secara ada’ karena alasan sakit atau dalam perjalanan,
hendaklah menyempurnakan (mencukupkan bilangannya secara qadha’). Dengan
demikian dapat memperoleh keberkahan dan kebaikan yang diberikan oleh Allah
SWT.[14]
(#rçÉi9x6çGÏ9ur
©!$# 4n?tã $tB
öNä31yyd
Artinya: “Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.”
Maksud takbir (mengagungkan Allah) disini
adalah bertakbir pada malam lebaran. Ibnu ‘Abbas berkata “Kaum muslim ketika
melihat hilal bulan Syawal wajib bertakbir.” Diriwayatkan dari az-Zuhri,
dari Nabi SAW. bahwa Nabi bertakbir pada hari lebaran Idul Fitri ketika menuju
tempat shalat, dan setelah selesai shalat, beliau berhenti membaca takbir.
Pendapat ini juga diriwayatkan dari sejumlah besar sahabat.[15]
öNà6¯=yès9ur
crãä3ô±n@
Artinya: “Supaya kamu bersyukur.”
Maksudnya, apabila kamu telah dapat melaksanakan apa
yang diperintahkan Allah kepadamu, yaitu taat kepada-Nya dengan mengerjakan
semua kewajiban dan meninggalkan larangan-Nya, mudah-mudahan kamu termasuk
orang-orang yang bersukur.[16]
KESIMPULAN
1. Bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an kepada segenap
umat manusia.
2. Allah mewajibkan berpuasa apabila telah jelas terlihat tanda-tanda
masuknya bulan Ramadhan yang ditandai munculnya hilal.
3. Apabila hilal telah terlihat, maka telah menjadi kewajiban umat Islam
untuk menjalankan puasa pada esok harinya.
4. Allah memberikan keringanan bagi hambanya yang sakit dan dalam
perjalanan dalam menjalankan ibadah puasa, dengan catatan mengqadha’ sebanyak
hari yang ditinggalkannya.
5. Allah memerintahkan hambanya agar mencukupkan bilangan puasa yang
ditinggalkan yang disebabkan sakit atau dalam perjalanan, agar diganti pada
hari yang lain.
6. Allah juga memerintahkan hambanya agar bertakbir menyambut datangnya
bulan Syawal.
DAFTAR PUSTAKA
Bina Ilmu. Tafsir
Ayat Ahkam Ash-Shabuni, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1983.
Al-Hikmah. Terjemah Al-Qur’an secara lafzhiyah Jilid I, Jakarta: Yayasan Pembinaan
Masyarakat Islam “Al-Hikmah”, 1980.
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain Vol. I. Terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung
: Sinar Baru Algesindo, 2003
Al-Zuhayly,
Wahbah. Puasa dan I’tikaf. Terj. Agus Dan Bahruddin. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005.
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain Vol. I. Terj. Bahrun Abu Bakar. Bandung
: Sinar Baru Algesindo, 2003.
Aminuddin,
Luthfi Hadi. Tafsir Ayat Ahkam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009.
Amin Suma,
Muhammad. Tafsir Ahkam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Ash-Shabuni,
Syaikh Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir. Terj. Yasin, Jakarta: Pustak
Al-Kautsar, 2011.
Rusydi, M.
Ansor. Tafsir Ayat-Ayat Ibadah. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2006.
[1]Al-Hikmah, Terjemah Al-Qur’an secara lafzhiyah
Vol. I (Jakarta: Yayasan
Pembinaan Masyarakat Islam “Al-Hikmah”), 204.
[2] Syaikh Muhammad Ali
Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir Vol. I,
Terj. Yasin (Jakarta: Pustal Al-Kautsar, 2011), 239.
[4] Imam Jalaluddin al-Mahalli, Tafsir Jalalain Vol. I, Terj.
Bahrun Abu Bakar (Bandung : Sinar Baru Algesindo
2003), 95
[5] Ash-Shabunni,
Tafasir, 238
[7] Ash-Shabunni,
Tafasir, 240.
[9] Wahbah Al-Zuhayly,
Puasa dan I’tikaf, Terj. Agus Dan Bahruddin (Bandung: Remaja
Rosdakarya), 154-155.
No comments:
Post a Comment