BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur yang
paling mayoritas dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Insonesia
bahkan dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam
satu batas teritorial kenegaraan.
Pada awal periode 1980-an, perkembangan Islam di Indonesia ditandai oleh
munculnya fenomena meningkatnya semangat religius umat yang sering dikenal
sebagai lahirnya kebangkitan Islam ini ditandai oleh munculknya gerakan Islam
baru yang memiliki basis ideology, pemikiran dan strategi gerakan yang berbeda
dengan gerakan atau ormas-ormas yang telah ada sebelumnya, sepertu NU,
Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad, Jamaat Khoir dsb.
Adanya ketegangan-ketegangan politik antara negara dengan umat Islam yang
merasa khawatir dengan kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata telah mendororng
intensivikasi rasa identitas islam[1].
Menguatnya rasa identitas keagamaan umat tersebut merupakan pembuka jalan bagi
masuknya semangat kebangkitan Islam yang saat itu berkembang di Timur Tengah.[2]
Munculnya semangat kebangkitan Islam di
Indonesia merupakan sebuah anugerah terselubung dari kondisi umat Islam yang
sedang terpuruk akibat kebijakan Orde Baru saat itu.
Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan perkembangan Islam di
Indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran,
perkembangan, dan kondisi sekarang, kita alami di Indonesia. Sebab, peristiwa
sejarah merupakan problematika yang meliputi dimensi waktu masa lampau,
sekarang dan masa yang akan datang.[3]
Namun, dalam makalah ini penulis hanya membatasi pembahasan makalah pada
pendidikan Islam pada masa orde baru.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kebijakan pemerintah pada masa orde baru?
2. Bagaimanakah Madrasah pada masa orde baru?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pemerintah pada masa orde baru
Sejak ditumpasnya peristiwa G30 SPKI pada tangggal 1 Oktober 1965, bangsa
Indonesia telah memasuki fase baru, yaitu Orde Baru. Orde Baru adalah:
a. Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
b. Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material
maupun spiritual melalui pembangunan.
c. Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[4]
Orde baru disokong oleh beberapa komponen yang pada waktu itu mempunyai
kekuatan dalam mempropagandakan sebuah sistem baru. Mereka itu antara lain TNI
(sebagai unsur organisasi pemerintah/militer) dan Mahasiswa (sebagai komponen
yang mewakili generasi muda yang dinamis). Dalam melaksanakan aksinya mereka
sangat terencana dan mengikutkan rakyat sebagai unsur penunjang sehingga mereka
mampu menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan menyodorkan sebuah surat
mandat yaitu Surat Perintah Sebelas Maret untuk Soeharto, sebagai mandataris
MPR.
Pada masa orde baru pemerintah mempunyai kebijakan-kebijakan di bidang
pendidikan:
a.
kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum
dengan menuagkannya dalam perundang-undang yang berlaku. Seperti hal berikut
ini:
b. Tap MPRS No. XXVII / MPRS / 1966. Bab II Pasal 1 yaitu: keinginan untuk
membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan seperti yang
dikehendaki Pembukaan UUD 1945. Karena menurut mereka (Orde Baru), banyak
masyarakat kita yang mentalnya telah dipengaruhi Manipol Usdek, yang dianggap
menyeleweng dari Pancasila.
c. Tap MPRS No. XXVII / MPRS / 1966. Pasal 4 yang menentukan isi pendidikn
adalah untuk mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan
agama. Juga mempertinggi kecerdasan dan keterampilan disamping membina dan
mengembangkan fisik yang kuat.
d. Tap MPR No. IV / MPR / 1973. Dikenal
dengan GBHN yang merumuskan tujuan pendidikan Nasional. Yaitu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian di salam dan
di luar sekolah berlangsung seumur hidup. Dengan penggunaan istilah membentuk
manusia seutuhnya, jasmani dan rohani, dengan komponen pengetahuan,
kreativitas, demokratis, bertanggung jawab, berbudi luhur, dan berlandaskan
semnagat sejati.
e. UU No. 2 / 1989. Tentang sistem pendidikan Nasional dengan perangkat
beberapa peraturan pemerintah sebagai kerangka pelaksaannya. Ada beberapa
prinsip yang diperhatika untuk dilaksanakan yaitu (a) pembentuk manusia
Pancasila yang seutuhnya sebagai manusia yang mandiri dengan kualitas tinggi.
(b) memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat yang mempunyai ketahanan
Nasional yang utuh.[5]
Masa orde baru ini mencatat banyak keberhasilan diantaranya adalah
pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat Sd hingga Universitas
(TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang
sejajar dengan sekolah umum. Pemerintah juga memberikan izin kepada pelajar
muslimah untuk memakai rok panjang dan berhijab di sekolah Negeri sebagai ganti
seragam sekolah yang biasanya terbuka. [6]
Pada masa Orde Baru, peran lembaga yang ada, lebih di intensifkan untuk
membantu hasil yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Lembaga-lembaga yang
ada di Indonesia itu telah mengalami perubahan secara signifikan untuk
mengikuti perkembangan zaman dan waktu. Diantara yang mendapat perhatian lebih
dari pemerintah, sebagai buktilebih diberdayakan lembaga-lembaga sosial yang
ada di Masyarakat, yaitu Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Lembaga yang
sekarang ini mengalami perkembangan pesat terutama di bidang pendidikan
(kelembagaan) adalah Muhammadiyah. Mereka menggembangkan pendidikan umum sangat
modern. Sedang pada pendidikan dan condong pada bentuk tradisional atau populer
dengan pesantren, NU lebih maju dan mengalami perkembangan yang pesat. Dengan tingkat
perhatian pada sisi agama yang cukup.
Walaupun masing-masing mempunyai kosentrasi pada bentuk yang berbeda,
tetapi kesemuanya mempunyai tujuan ikut mencerdasarkan kehidupan bangsa Indonesia
secara umum. Sedang tentang metode, mereka kedua lembaga sosial keagamaan
tersebut pada perkembangannya saling mengisi. Metode yang dulu sangat dominan
pada satu sisi (NU), menjadi bagian dari sisi lain (Muhammadiyah). Dan sebaliknya. Hal ini dilakukan karena
mereka mempunyai keinginan untuk dapat mengajarkan ajaran Islam dengan metode
seefektif mungkin.[7]
b.
Kebijakan pemerintah untuk Madrasah dalam UU
Sisdiknas No. 20/2003.
Disahkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Dalam undang-undang dinyatakan bahwa
madrasah adalah sekolah umum yang bercirikan agama Islam, sehingga dengan
demikian, madrasah ekuivalen dengan sekolah umum termasuk dalam perlauan
anggaran.
Pengakuan kesederajatan madrasah denga lembaga-lembaga pendidikan lainnya
yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional (sekarang
Departemen Pendidikan Nasional) sebenarnya telah tertuang dalam UU No. 2 tahun
1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam UU tersebut dijelaskan posisi
madrasah dalam UU sistem pendidikan Nasional di Indonesia, yaitu bahwa madrasah
menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional, sehingga status
madrasah yang selama ini dianggap “kelas dua” tidak lagi ditemukan
justifikasinya secara legal formal.
Pada hakekatnya, penerapan UU No. 20 tahun 2003 adalah penguat dan
kelanjutan dari UU No. 2 tahun 1989 sebagai wujud komitmen masyarakat dan
pemerintah untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional.
Dualisme sistem pendidikan yang sementara ini ada di tanah air dengan
sendirinya telah teruntuhkan dengan lahirnya Undang-Undang tersebut.
Sementara itu dalam UU sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003, wujud
dari kepedulian pemerintah terhadap lembaga pendidikan madrasah dapat dilihat
dalam peraturan yang mengatur kedudukan, fungsi, jalur, jenjang, jenis dan
bentuk kelembagaan madrasah.[8]
2. Madrasah pada masa orde baru
Madrasah terus mengalami perubahan merangkak dari waktu ke waktu sampai
pada masa Orde Baru. Orde Baru yang ditandai dengan runtuhnya rezim Soekarno dan
berkuasany rezim Soeharto setidaknya dimulai pada tahun 1967-an. Pada waktu itu
terminologi modernisasi madrasah mulai nampak menguat dengan dilancarkannya
manuver-manuver politik pendidikan oleh Pemerintah Orde Baru.
Manuver tersebut diantaranya dengan
jalan formalisasi yaitu usaha pe-negeri-an madrasah atau lewat jalur
strukturisasi yaitu penjenjangan madrasah dengan mengacu pada aturan Departemen
Pendidikan Nasional. Kedua jalur tersebut memang sangat kontroversial, namun
demikian, kepedulian umat Islam terhadap keberadaan pendidikan Islam tidak
hilang. Hal ini terbukti dengan keinginan kuat umat Islam untuk mempertahankan
pendidikan agama untuk tetap berada di bawah naungan Departemen Agama.
Momentum modernisasi madrasah dilakukan oleh pemerintah Orde baru setelah
satu periode kekuasaannya. Pada tahun 1975 dikeluarkan SKB tiga menteri yaitu
Menteri Agama, Menteri dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Surat tersebut berisi di antaranya adalah meregulasi madrasah secara
intregal-komprehensif. Bermula dari SKB ini maka pada tahun-tahun berikutnya
bermunculan madrasah-madrsah di Indonesia.
SKB tersebut pada satu sisi merupakan momentum bersejarah pengekuan
pendidikan agama oleh pemerintah sebagai sub-sistem dari sistem pendidikan
nasional, namun pada sisi lain menyisakan permasalahan tersendiri. Porsi
kurikulum dengan 30 % agama dan 70 % umum sebagai upaya mengejar ketertinggalan
madrasah dengan sekolah umum lainnya, justru menjadikan mutu dan kualitas
madrasah setengah-setengah. Dalam hal agama ternyata lulusan madrasah lemah
basic competence-nya demikian juga lemah dalam penguasaan ilmu umum.
Sementara itu seiring dengan dibelakukannya Undang-Undang sistem pendidikan
Nasional No. 2 tahun 1989 yang di ikuti dengan pelaksaan PP No.28 tahun 1990
tentang pendidikan dasar dan menengah, madrasah mengalami kemajuan dengan
pengakuan secara legal dalam undang-undang. Dalam undang-undang ini, madrasah
didefinisikan sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam. Program yang
dikembangkan dalam periode ini adalah pemberian mata pelajaran yang sama persis
dengan sekolah umum sebagai konsekuensi dari pengertian madrasah tersebut.
Sementara itu surat keputusan menteri Agama RI Nomor 371/1993 tentang
Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) merupakan penyederhanaan dari MAPK, sehingga
program keagamaan menjadi salah satu jurusan di madrasah aliyah ini.
Pada tahun yang sama, Departemen Agama bekerjasama dengan Asia Development
Bank (ADB) melalui Basic Education Project (BEP) mendirikan madrasah tsanawiyah
model yang berjumlah 54 madrasah, tersebar di seluruh Indonesia. “Modelling”
ini kemudian dikembangkan lagi tidak hanya pada madrasah tsanawiyah, akan
tetapi juga pada madrasah ibtidaiyah, sehingga pada waktu itu madrasah
ibtidaiyah model berjumlah 44 madrasah, madrasah tsanawiyah model berjumlah 69
madrasah dan madrasah aliyah modelberjumlah 35 madrasah diseluruh wilayah Indonesia.[9]
BAB III
KESIMPULAN
1. Kebijakan pemerintah pada masa orde baru
a. kebijaksanaan di bidang pendidikan secara umum dengan menuagkannya dalam
perundang-undang yang berlaku.
b. Kebijakan pemerintah untuk Madrasah dalam UU Sisdiknas No. 20/2003.
2. Madrasah pada masa orde baru
Madrasah pada masa orde baru yang ditandai dengan runtuhnya rezim Soekarno
dan berkuasanya rezim Soeharto setidaknya dimulai pada tahun
1967-an.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional.
Jogjakarta: Kurnia Kalam. 2005.
Fuad, A. Zakki. Sejarah Pendidikan Islam. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel. 2011.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2007.
Rukiati, Enung K dan Fenti Hikmawati. Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia. 2006.
Ulum, Miftahul. Menelusuri Jejak Madrasah di
Indonesia; Teori-Teori Lahirnya Madrasah di Indonesia . Ponorogo: STAIN Po
PRESS. 2012.
Wathoni, Kharisul. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia. Ponorogo: STAIN Po PRESS. 2011.
No comments:
Post a Comment