METHODE PENALARAN ILMIAH: SILOGISME, DEDUKTIF DAN INDUKTIF
PENDAHULUAN
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung
menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan
aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar
dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus
sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan
kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama
dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Dalam makalah ini akan disajikan beberapa pembahasan
mengenai pengertian metode penalaran deduktif, penalaran induktif, dan silogisme.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan
indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan
konklusi disebut konsekuensi.
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis,
dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu
atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat
analitik dari proses berpikirnya.
2.
Metode
Penalaran Ilmiah Deduktif
a. Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif sebagai suatu istilah dalam penalaran,
deduktif / deduksi adalah merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang
bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi
baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari pengalaman-pengalaman hidup kita,
kita sudah membentuk bermacam-macam proposisi, baik yang bersifat umum maupun
bersifat khusus. Proposisi baru itu tidak lain dari kesimpulan kita mengenai
suatu fenomena yang telah kita identifikasi dengan mempertalikannya dengan
proposisi yang umum. Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan
fakta-fakta. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi
yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu
proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar, dan kalau
proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar.
Dengan pengertian lain bahwa deduksi yakni mengambil kesimpulan (pengertian)
khusus dari kesimpulan-kesimpulan umum.[1]Penarikankesimpulansecaradeduktifbiasanyamempergunakanpolaberpikir
yang
dinamakansilogismus.Silogismusdisusundariduabuahpernyataandansebuahkesimpulan.[2]
Apabila orang menerapkan cara penalaran yang bersifat
deduktif berarti orang bergerak dari atas menuju ke bawah. Artinya, sebagai
langkah pertama orang perlu menentukan satu sikap tertentu dalam menghadapi
masalah tertentu, dan berdasarkan atas penentuan sikap tadi kemudian mengambil
langkah kesimpulan dalam tingkatan yang lebih rendah.[3]Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial. Penerapan metode deduksi harus melalui dua tahap yaitu :
1) Dari pemahaman yang telah digeneralisasikan dapat
dibuat deduksi mengenai sifat-sifat yang lebih khusus yang mengalir dari yang
umum, tetapi segi khusus ini masih tetap merupakan pengertian umum.
2) Yang umum, semuanya harus dilihat kembali dalam skala
yang individual.[4]
Analitis Teori
|
Pengetahuan Umum
|
Analitis Deduktif
|
Kesimpulan
|
b. Macam-macam penalaran deduktif adalah :
1) Silogisme
Silogisme adalah suatu proses menggabungkan tiga
proporsi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.[5]Pernyataan
yang mendukungsilogismeinidisebutsebagaipremis yang kemudiandibedakanmenjadipremis mayor
yang menjelaskanataumenyatakansesuatu yang bersifatumum dan premis minor
yang menyatakansesuatu yang lebihkhususdanterkaitpremis mayor.
Beberapa
jenis dari silogisme :
a) Silogisme kategorik
Semua binatang
bakal mengalami mati (premis mayor). Gajah adalah binatang (premis minor).Jadi
gajah bakal mengalami mati (konklusi).
Dengan
ringkas silogisme kategorik dapat dinyatakan sebagai berikut :
Contoh
lain adalah : Semua burung dapat terbang (premis mayor). Merpati adalah burung
(premis minor). Jadi merpati dapat terbang (konklusi)[7]
b) Silogisme kondisional (bersyarat)
Bila di
kampung itu turun hujan sangat deras, kampung itu banjir.Hujan turun sangat
deras.Jadi kampung itu banjir.
Ringkasnya,
silogisme kondisional adalah sebagai berikut:
Jika P
dalam keadaan Q, maka akan terjadi R.P1 sekarang dalam keadaan Q. Jadi P1 akan mengalami R.
c) Silogisme pilihan (alternatif)
Kesimpulan
|
Ringkasnya,
silogisme alternatiif adalah sebagai berikut:
P harus
memilih Q atau F.(Q dan F tidak terjadi serempak)P1 memilih R. Jadi, P1 tidak
memilih Q.
d) Silogisme Disjungtif (melerai)[8]
Bagi
seorang pengusaha, baik yang bekerja keras ataupun tidak, tidaklah mungkin mendapatkan
sukses begiitu saja. Ada seoramg pengusaha yang tidak bekerja sama sekali.Jadi,
tidak mungkin begitu saja ia memperoleh kesuksesaan.
Silogisme
disjungtif, singkatnya adalah sebagai berikut:
Tidak mungkin
P yang sedang dalam keadaan R bakal menjadi Q.P dalam keadaan R. Jadi, tidak
mungkin P bakal menjadi Q.[9]
2) Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan
dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena
sudah sama-sama diketahui.[10]
3. Metode Penalaran Induktif
a.
Pengertian
Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah suatu cara
atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan
bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus,
kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Dari satu pengalaman saja orang
mungkin mempunyai pengetahuan, tentu saja mengenai yang satu itu. Pengetahuan
khusus ini dapat juga tercapai berulang kali dan kemudian dijadikan landasan
oleh manusia untuk pengetahuan yang lebih luas wilayahnya, sehingga berlaku
(lebih) umum.[11]
Apabila orang menerapkan cara penalaran
yang bersifat induktif berarti orang bergerak dari bawah menuju ke atas.
Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu penalaran dengan memberikan
contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis kemudian menarik
kesimpulan yang bersifat umum.
Pengetahuan Umum
|
Sintetis Induksi
|
Pengetahuan Khusus
|
Analitis Teori
|
Kesimpulan
|
b.
Macam-macam
Penalaran Induktif
1)
Generalisasi
Generalisasi adalah penalaran yang menyimpulkan suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris.[13]Premis-premis
dari induksi ialah prosisi empiris yang langsung kembali kepada suatu observasi
indra atau proposisi dasar (basic statemen). Proposisi dasar menunjuk
kepada fakata, yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkapan
indra. Pikiran tidak dapat mempersoalkan benar-tidaknya fakta, akan tetapi
hanya dapat menerimanya.[14]Dalam
pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan fakta, contoh, data
statistik, dan lain-lain. Generalisasi menurut Soekadijo (1994) harus memenuhi
3 syarat :
a)
Generalisasi
harus tidak terbatas secara numerik. Artinya generalisasi tidak boleh terikat
kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan bahwa: “ Semua A adalah B”, maka
proposisi itu harus benar, berapapun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk
setiap dan semua subjek yang memenuhi kondisi A.
b)
Generalisasi
harus tidak terbatas secara spasio-tempiral artinya tidak boleh terbatas dalam
ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku dimana saja dan kapan saja.
c)
Generalisasi
harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan “dasar prngandaian”
disini ialah dasar dari yang disebut contrary-to-fact conditionals atau unfulfilled
conditionals.[15]
2)
Analogi
Analogi adalah membandingkan dua hal yang banyak
persamaanya. Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan
dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara
membandingkan situasi yang satu dengan yang sebelumnya. Berbicara tentang
analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang
lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain,
dengan mengidentifikasi mencari persamaan. Analogi dapat dimanfaat sebagai penjelasan
atau sebagai dasar penalaran.[16]
3)
Hubungan Kausal
Penalaran yang diperoleh dari
gejala-gejala yang saling berhubungan. Macam hubungan kausal adalah :
1.
Sebab-Akibat
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya
banjir.
2.
Akibat-Sebab
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan
dia tidak belajar dengan baik.
3.
Akibat-Akibat
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu
beranggapan jemuran di rumah basah.[17]
PENUTUP
Penalaran
adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis
diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain
menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses
berpikirnya.
1.
Penalaran
Deduktif
Penalaran
deduksi yakni mengambil kesimpulan (pengertian) khusus dari
kesimpulan-kesimpulan umum. Macam-macam penalaran deduktif adalah:
a. Silogisme: silogisme kategorik, silogisme kondisional
(bersyarat), silogisme pilihan (alternatif), dan silogisme disjungtif (melerai).
b. Entimen
2. Penalaran Induktif
Penalaran
dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis
kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Macam-macam penalaran induktif adalah:
a. Generalisasi
b. Analogi
c. Hubungan Kausal : Sebab-Akibat,
Akibat-Sebab dan Akibat-Akibat
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi,
dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
A.W, Mastur. Metodologi
Penelitian. Surakarta: UNS Press,
1986.
Bakry, Hasbullah. Sistematik Filsafat. Jakarta: Widjaya,
1975.
Narbuko, Cholid, dkk. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2007.
Poedjawijatna, L.R. Logika Filsafat Berfikir. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1992.
Sudarto.
Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2010.
Suriasumantri,
Jujun.S. Filsafat Ilmu. _: Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Widi,
Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
http://arhamulwildan.blogspot.com/2012/03/metode-penalaran-deduktif-dan-induktif.html. diakses tanggal 19 September, pukul 12.13.
http://yopipazzo.blogspot.com/2012/10/penalaran-induktif.html. diakses
tanggal 20 September , pukul 10.45.
[1]
Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, ( Jakarta: Widjaya, 1975), 40.
[2] Jujun.
S. Suriasumantri,Filsafat Ilmu, (_: Pustaka Sinar Harapan, 2005), 48-49.
[3] Sudarto,
Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997), 58.
[4]Ibid,
58-59.
[5]Surajiyo,
Filsafat llmu dan Perkembangannya di Indonesia, ( Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2010), 122.
[6] Restu
Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), 27.
[7] Hadari
Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), 18.
[8] Restu
Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), 27-28.
[9] Ibid.
[10]http://arhamulwildan.blogspot.com/2012/03/metode-penalaran-deduktif-dan-induktif.html, diakses tanggal 19 September, pukul 12.13
[11]L.R
Poedjawijatna, Logika Filsafat Berfikir, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1992), 70.
[12]
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, 57.
[13]
Surajyo, Filsafat Imu dan Perkembangannya di Indonesia, 119.
[14]
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 167.
[15]
Surajyo, Filsafat Imu dan Perkembangannya di Indonesia, 119.
[16]
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika
Ilmu Pengetahuan, 169.
[17]http://yopipazzo.blogspot.com/2012/10/penalaran-induktif.html diakses tanggal 20 September , pukul 10.45.
No comments:
Post a Comment