SUMBER PENGETAHUAN
MENURUT PLATO DAN ARISTOTELES
MENURUT PLATO DAN ARISTOTELES
PENDAHULUAN
Untuk
menghentikan pemikiran sofis yang menganggap bahwa menganggp semua kebenaran
itu relatif. Cara yang ditempuh oleh Socrates yaitu meyakinkan orang-orang
Athena, terutama para filosof dan hakim sofis bahwa tidak semua kebenaran itu
relatif, ada kebenaran yang umum yaitu kebenaran yang dapat diterima oleh semua
orang.
Setelah
orang dapat diyakinkan bahwa ada kebenaran umum, maka tidak terlalu sulit lagi
mengajak orang kembali pada agamanya.
Akan tetapi pengajaran Socrates itu harus dibayarnya dengan harga yang
amat mahal hukuman mati meminum racun. Akan tetapi pemikiran Socrates itu
bekerja. Plato, murid dan sekaligus teman dan guru Socrates, memperkuat
pendapat gurunya itu. Katanya, kebenaran umum memang ada, namanya idea. Idea
itu telah ada sebelum manusia ada, ia ada di alam idea. Dengan ini pengertian
umum Socrates diperkuat. Murid mereka yang satu lagi, yaitu Aristoteles,
memperkuat pendapat guru-guruya itu. Ia menulis buku yang menelanjangi
kepalsuan logika orang-orang sofis itu. Ia pun sependapat bahwa pengertian umum
yang kebenaranya berlaku umum memeng ada, namanya definisi. Sampai di sini
keadaan hegemoni berubah lagi: akal dan hati, rasio dan iman, filsafat dan
agama sama-sama menang.[1]
Dalam pemikiranya mengenai akal dan hati, Ia menyebutkan bahwa manusia itu
adalah hewan yang berakal sehat, yang mengluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikiranya, (the animal that reasons).[2]
Dari
penjelasan diatas, untuk dapat mengethui lebih jelas mngenai kedua pemikiran
filosof tersebut, untuk itu kami dari kelompok dua akan membahas mengenai
pemikiran Plato dan Aristoteles. Yang didalam makalah ini akan kami bahas
tentang biografi kedua tokoh, serta pemikiran-pemikiran filsafat dari Plato dan
Aristoteles.
Dalam
makalah ini penyusun menyadari masih banyak kesalahan ataupun kekeliruan, untuk
itu kami mengharap kritik ataupun saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga dalam pembahasan makalah ini mengenai
pemikiran Plato dan Aristoteles, dapat menambah pengetahuan bagi setiap
mahasiswa. Dan bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
PEMBAHASAN
A. PLATO (347-427
S.M)
1.
Biografi
Plato dilahirkan di Athena pada
tahun 427 SM dan menigal pada tahun 347 SM dalam usia 50 tahun. Ia berasal dari
keluarga Aristokrasi yang turun temurun memegang peran penting dalam politik
Athena. Sebenarnya Plato ingin menjadi olitikus namaun sejak kematian Socrates
membuat ambisinya menjadi terpendam.
Sejak berumur 20 tahun, Plato
mengikuti pelajaran Socrates. Pengaruh Socrates kian hari kian mendalam
sehingga ia menjadi murid Socrates yang paling setia. Ajaran Socrates tergambar
eluar melalui tulisan Plato, juga pandangan filosofisnya terkadang menyimpang
jauh dan lebih luas dari pendapat gurunya. Sejak delapan tahun ia menjadi murid
Socrates ia banyak berpergian sampai ke Italia dan Sicilia.[3]
2. Ciri-ciri Karya Plato
a. Bersifat
Sokratik
Dalam
Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan
kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya
b. Berbentuk
dialog
Hampir semua
karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Surat VII, Plato
berpendapat bahwa pena dan tinta membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam
huruf-huruf yang membisu. Oleh karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu
dituliskan, maka yang paling cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog.
c. Adanya
mite-mite
3.
Pemikiran Filsafat Tentang Idea
Sumbangsih
Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea
dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah
ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang
ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran
manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran
manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea. Idea adalah citra pokok dan
perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada
dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita.. Idea-idea ini saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea tentang dua buah lukisan tidak dapat
terlepas dari idea dua, idea dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan idea
genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara
hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah yang disebut idea yang “indah”. Idea
ini melampaui segala idea yang ada.[5]
Menurut Plato kebenaran umum itu bukan
dibuat secara dialog yang induktif, tetapi pengertian umum itu sudah tersedia
disana di alam idea. Idea itu umum, bearti berlaku untuk umum, menurut Plato
ada kebenaran khusus yaitu kongkritisasi
idea di alam ini. Plato yang mempunyi nama asli Aristocles ini berusaha untuk
mengadakan penyelesaian antara Herakletos dan Permendies yaitu yang berubah dan
yang tetap bergerak.[6]
Bagi Plato realitas itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah dan ada yang
tetap. Yang berubah tertangkap oleh inderawi sedangkan yang tetap tertangkap
oleh pikiran. Logos sebagaimana dikemukaka Heraclitos, mnjadi sebab perubahan
terus-menerus, serta yang mengatur dan menyatukan segala keberubahan.[7]
Menurut Plato yang tetap dan tidak
berubah atau kekal oleh Plato disebut “idea”. Bagi Plato idea buanlah sekedar
gagasan yang hanya terdapat dalam pikiran saja (subjektif), namun idea itu
bersifat obyektif, artinya idea itu berdiri sendiri, terlepas dari subjek yang
berfikir. Idelah yang memimpin pikiran manusia. Tiap orang pasti memiliki ide
yang berbeda. Tidak ada dua orang sama persis pemikiranya walaupun keduanya
manusia, karena setiap manusia mendapat bagian dari ide. Seiap manusia
mengungkapkan idenya dengan cara masin-masing karena idea manusia bersifat
umum.[8]
Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat, yaitu:
a. tingkat idea tertinggi adalah idea kebaikan,
b. dibawahnya idea jiwa dunia,
Plato dengan ajaran idea yang lepas
dari objek, yang berada di ala idea, bukan hasil abstraksi seperti pada
Socrates, jelas memperkuat posisi Scrates dalam menghadapi sofisme. Idea itu
umum, berarti berlaku umum. Sama dengan gurunya itu, Plato juga berpendapat
bahwa selain kebnaran yang umum itu ada kebenaran yang khusus yaitu
“kongkritisasi” idea di alam ini.[10]
Definisi menurut Plato berbeda
dengan definisi seperti diberikan Aristoteles. Sifat-sifat yang disebut kerap
hanya aksidentil. Definisi Plato lebih berupa klasifikasi, bersifat praktis dan
konkrit. Namun latar belakangnya lebih bersifat idealis sebab dengan jalan
definisi itu dicari bagi hal yang harus dirumuskan, mana kala tempatnya
diantara hierarki idea-idea.[11]
Dengan demikian jelaslah bahwa
kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat mlainkan sudah ada didalam
idea. Manusia dulu berada didunia idea bersama-ama bersama idea-idea lainya dan
mengenalinya. Manusia didunia nyata ini jiwanya terkurung oleh tubuh sehingga
kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya didunia idea. Dengan
kata lain pengertian manusia yang membentuk pengetahuan tidak lain adalah dari
ingatan apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.[12]
Hal yang penting juga untuk
diketahui dari filafat Plato adalah pemikiran dia tentang negara. Menurutnya
bahwa dalam tiap-tiap negara segala golongan dan segala orang-orang adalah alat
semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang
menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian
pekerjaan. Dalam negara yang ideal itu golongn pengusaha menghasilkan, tetapi
tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi tidak memerintah.
Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.[13] Menurut
Plato pendidikan anak-anak di umur 10 tahun ke atas menjadi urusan Negara.
Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya
pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan persaan tertuju kepada yang baik dan
yang indah, diutaakan mengajarkannya. Menurut penduduk negara dapat dibagi tiga
golongan yaitu, golongan teratas, tengah dan bawah. Golongan teratas adalah
golongan yang memeintah terdiri dari para filosof. Mereka bertujuan membuat
undang-undang dan mengawasi pelaksanannya dan mereka memegang kekuatan
tetinggi. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi negara. Tugas mereka
adalah mempertahankan negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya
undang-undang supaya dipatuhi semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan
terbawah atau rakyat pada umumnya. Mereka adalah kelompok produktif yang harus
pandai membawa diri.[14]
Menurut Plato supaya Negara aman, tenteram, makmur maka pembagian tugas dan
wewenang harus sesuai degan golongan masing-masing.[15]
Jiwa merupakan faktor yang sangat
penting yang masih diperlukan untuk membuat karya metafisis, dan Plato memberi
tempat yang tinggi pada konsep ini. Jiwa merupakan prinsip gerakan, jiwa
menggerakkan dirinya sendiri. Namun dalam dirinya sendiri jiwa itu merupakan
sumber gerakan karena jiwa itu merupakan prinsip gerakan, jiwamelibatkan
eksistensinya sendiri, dan ini berarti bahwa bentuk platonik itu memiliki
status ada abadi dengan sesuatu yang saa sekali berbeda dirinya sendiri yakni
jiwa.[16]
B.
ARISTOTELES (384-322 S.M)
1.
Biografi
Aristoteles
adalah murid dan juga teman serta guru Plato, adalah orang yang mendapat
pendidikan yang baik sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang
yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berfikir saintifik ini besar
pengaruhnya pada Aristoteles. Oleh karena itu, kita menyaksikan fisafat
Aristoteles berbeda warna dengan filsafat Plato yang bersifat sistematis, amat
dipengaruhi oleh metode empiris.[17]
Aristoteles
lahir 384 S.M di Stageria, sebuah kota koloni Yunani di semenanjung Chalcidice
yang berada di wilayah Mechedonia, sebelah utara Yunani. Ayahnya Nichomacus
adalah sahabat dan dokter keluarga Amyntas 11, Raja Macedonia, ayah Raja
Philihpos dan kakek Alexandros yang agung.[18]
Filusuf piawai
kelahiran Stageria ini termasuk salah seorang cucu murid Socrates yang paling
jenius dalam bidanb filsafat. Ia telah banyak menulis karya filsafat, salah
satu diantaranya sekian banyak karyanya
adalah Organon, karya ini
merupakan sumbangan paling berharga dibidang MAB. Karya tersebut berisikan aturan
pikir yang sekarang lebih bikenal dengan istilah logika.[19]
2.
Karya Aristoteles
Salah satu
karya Aristoteles yang paling menonjol adalah penelitin ilmiah. Ketika ia
merantau ke sekitar pantai Asia kecil, ia mulai mulai melakukan penelitian
mengenai zoologi, biologi, dan botani. Aristoteles juga mengadakan penelitian
konstitusi dan sistem politik. Ia mampu meletakkan dasar bagi suatu cabang ilmu
politikyang disebut perbandingan pemerintahan dan politik.
Mengenai karya
tulis Aristoteles, menurut para cendekiawan di zaman purba, jumlahnya mencapai
lebih dari empat ratus buku yang dianggap buah jerih payahnya, namun sebagian
besar telah hilang. Dari sekitar lima buah buku yang masih ada, hana separuhnya
ang benar-benar hasil karya Aristoteles. W.D Ross membagi karya Aristoteles
dalam tiga bidang utama yaitu,
a.
Karya tulis
yang bersifat populer
Karya tersebut sangat terkenal yang berjudul Protrepticus yang isinya merupakan nasehat dan ajakan untuk belajar
filsafat.
b.
Kumpulan data
ilmiah
Hampir semua karya tulis hasil penelitian Aristoteles hilang,
kecuali Hi storiu Animulium
(pengetahuan tentang binatang)
c.
Bahan kuliah
Karya tulis inilah yang masih terpelihara hingga kini, namun
orientasinya mengandung perdebatan yang sangat ramai di kalanan masyarakat.[20]
3.
Pemikiran Filsafat
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat Plato dan
Aristoteles sesungguhnya terletak pada pandanagn mereka tentang ada dan
keberadaan ada. Hal itu jelas terlihat dalam pandangan mereka terhadap dunian
ini. Bagi Plato ada dua dunia yang terpisah satu sama lainnya yaitu dunia
indrawi yng tampakdan senantiasa berubah dan tidak abadi, oleh sebab itu tidak
sempurna dan dunia ide yang tidak berubah, abadi dan sempurna, dimana kebijakan
dan kebaikan merupakan ide tertinggi.[21]
Di dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika.
Logikanya disebut tradisional karena nantinya berkembang apa ang disebut logika
modern. Logika Aristoteles itu sring juga disebut Loika Formal. Bila
orang-orang sofis banyak menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh
kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics
menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.[22]
Logika Aristoteles adalah suatu
sistem berpikir deduktif (deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini
masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.
Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya
observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive thinking).
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.[23]
Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarkhi. Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika dan puisi.[23]
Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri.
Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan
do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak perlu mengharap
Ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana
untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Tuhan dicapai dengan akal tetapi ia
percaya pada Tuhan.[24]
Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles
selesai menggelarkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasioanl itu masih
digunakan selama beberapa abad sesudah Aristoteles, seblum filsafat benar-benar
memasuki dan tenggelam dalam abad pertengahan. Kemunduran filsafat itu sejalan
dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya menadi
pecahan-pecahan kecil imperium besar yang dibangun oleh Alexander. Sebelum abad
pertengahan kita melalui pemikiran Helenis.[25]
Menurut Aristoteles, ada dua cara dalam menark kesimpulan untuk
memperoleh pengetahuan baru. Pertama disebut apoditktik atau deduksi, yaitu cara menarik konklusi berdasarkan
dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan dan bertolak dari yang bersifat
universal ke khusus. Silogisme sebagai suatu prosedur penalaran untuk
memperoleh konklusi yang benar berdasarkan premis yang benar adalah suatu
bentuk formal dari apodiktik atau deduksi. Kedua, epagoki atau induksi, yaitu
cara menarik satu konklusi yang bersifat umum dari al-hal yang khusus. Menurut
Aristoteles deduksi adalah cara yang terbaik untuk menarik suatu kesimpulan untuk
memperoleh suatu pengetahuan baru. Oleh sebab itu di dalam logika, Aristoteles
tidak begitu memberi tempat bagi induksi.[26]
PENUTUP
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di pembahasan makalah ini dapat difahami
bahwa Aristoteles adalah salah sato filosof yang produktif dalam melahirkan
karya-karya dalam bidang filsafat, walaupun para ahlu masih kesulitan dalam
menyusun hasil karyanya karena karya Aristoteles yang terpisah-pisah. Walaupun
demikian dapat ditarik garis pemikiran Aristoteles dalam tiga masa. Pertama, masa Aristoteles benar-benar
menganut filsafat Plato. Kedua, masa pengembangan dimana perkembangan pmikiran
filsafat Aristoteles mulai memasuki tahap pembalikan yng semakin lama semakin
jauh dari filsafat Plato. Ketiga, masa penelitian empiris yang menghasilkan
karya ilmiah yang mengagumkan diantaranya biologo, metafisika, fisika,
meteorologi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Mustansir, Rizal, Filsafat
Analitik, cet 8, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001.
Saifudin, Ashari Endang, Ilmu Filsafat dan Agama, cet 7, Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1987.
Sholihin, M, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Moderen, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2007.
Sontag, Frederick, Pengantar Metafisika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2002.
Syadali, Ahmad, Mudzakir, Filsafat
Umum, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum,
cet 4, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 1990.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum,
cet 8, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 2000.
Q- Anis, Bambang, Hambali, Radea
Juli A, Filsafat Untuk Umum, Jakarta:
Perdana Media, 2003.
Waris, Filsafat Umum, Ponorogo:
STAIN Po Press, 2009.
, Metode-Metode Filsafat, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1986.
http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[1] Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, cet 8, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset, 2000), 63-64.
[2] Endang
Saifuddin Ashari, Ilmu Filsafat dan Agama(S urabaya: PT Bina Ilmu, 1987), 5.
[3] Ahmad, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Moderen, 82.
[4]
http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[5]
http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[6] Waris, Filsafat Umum, (Ponorogo : STAIN PO
PRESS, 2009), 27-28.
[7] Bambang
Q-Anees, Radea Juli A. Hambali, Filsafat
untuk umum (Jakarta : Prenada Media, 2003), 178.
[8] Solihin, Perkebangan Pemikiran Filsafat Dari Klasik
Hingga Modern, 84.
[9] Waris, Filsafat Umum, 29.
[10] Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum cet.8 (Bandung
: PT Remaja Rusdakarya, 2000), 59.
[11] ,
Metode-Metode Filsafat (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986),
37.
[12] Ahmad
Syadali Mudzakir, Filsafat Umum
(Bandung : CV Pustaka Setia, 1997), 70.
[13] Ibid.,
71.
[14]
Ahmad Mudzakir, Filsafat Umum, 72.
[15] Waris, Filsafat Umum, 28.
[16] Frederick
Sontag, Pengantar Metafisika (Yogyakarta
: Pustaka Pelajar Offset, 2001), 57.
[17] Ahmad, Filsafat Umum, 60.
[18] Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik
Hingga Modern, 87.
[19] Rizal
Mustansyir, Filsafat Analitik (Yogyakarta
: Pustaka Peajar Offset, 2001), 25.
[20] Silihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik
Hingga Modren, 90.
[21] Ibid.,
93.
[22] Ahmad,
Mudzakir, Filsafat Umum, 72-73.
[23]
http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/13/pola-pemikiran-socrates-plato-dan-aristoteles-454235.html
[24] Ahmad, Filsafat Umum, 61.
[25] Ahmad
Tafsir, Flsafat Umum, cet.1 (Bandung
: Remaja Rusdakarya Offset, 1990), 51.
[26] Solihin, Pengantar Pemikiran Filsafat dari Klasik
Hngga Modern, 98.
No comments:
Post a Comment