Larangan
Korupsi dan Kolusi
PENDAHULUAN
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus
politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Sedangkan
pengertian kolusi adalah sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang
diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar
segala urusannya menjadi lancar.
Berbicara tentang korupsi
dan kolusi di negeri kita tercinta ini sangat tidak asing dan bahkan sering
disorot oleh media masa, seakan korupsi dan kolusi menjadi makanan yang empuk
bagi para pejabat baik tingkat daerah maupun nasional. kendati sudah ada institusi
negara yang sangat besar yang khusus mengatasi korupsi, namun masih banyak
mereka masih tetap tenang untuk makan uang haram ini. Adapun menurut hukum
Islam sudah jelas itu hukumnya haram dan banyak hadis-hadis Nabi yang
menerangkan tentang hal itu.[1]
B A B II
I S I
A. Bulughul-Maram
Matan hadis
١٤٢٤- عَنْ اَ بِيْ هُرَيْرَةَ قَا لَ : ( لَعَنَ رَسُولُ اللهِ ص الرًّا
ثِيَ وَ الْمُرْتَثِيَ فِى الحُكْمِ
رَوَاهُ اَحْمَدُ
وَاْلاَرْبَعَةُ ، وَحَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.
Terjemah
1424. Dari Abi Hurairah. Ia berkata: Rasulullah saw. mela’nat orang yang
memberi suapan dan yang menerima suapan di tentang hukum.
Diriwayatkan-dia oleh Ahmad dan Empat, dan dishahkan dia oleh
Tirmidzi dan dishahkan-dia oleh Ibnu Hibban. [2]
Kosa Kata
لَعَنَ: Dalam artian melaknat
الرَّا ثِيَ: Orang yang menyuap
الْمُرْتَثِيَ: Orang yang diberi
suap
Takhrij Hadis
- لَعَنَ للهُ الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ فِى الحُكْمِ
- حم ( يعنى
احمد بن حنبل ) ٢، ٢٨٧، ٢٨٨
- حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا عفان حدثنا أبو عوانة قال حدثنا عمر
بن أبي سلمة عن أبيه عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لعن
الله الراشي والمرتشي في الحكم
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره
وهذا إسناد حسن
·
Kitab
Musnad Ahmad Ibnu Hanbal juz 2
B. Lu’lu wal Marjan
Matan hadis
١٢٠٢־ حد يث أَبِى حُمَيْدٍ السَّا عِدِىِّ ، أَنَّ رَسُولَ
اللهِ ص٠م اسْتَعْمَلَ عَامِلاَ ، فَجَاءَهُ الْعَامِلُ حِيْنَ فَرَغَ مِنْ
عَمَلِهِ ، فَقَالَ: يَارَسُواللهِ ! ِهَذَالَكُمْ ، وَهٰذَا أُهْدِىَ لىِ.
فَقَالَ لَهُ: ˶ أَفَلاَ قَعَدْتَ فِى بَيْتِ أَبِيْكَ وَأُمِّكَ فَنَظَرْتَ
أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لاَ ˁ ˵ ثُمَّ قَامَ
رَسُولُ اللهِ ص.م عَشِيَّةً، بَعْدَ الصَّلاَةِ
، فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ، ثُمَّ قَالَ : ˶ أَمَّ بَعْدُ ، فَمَا
بَالُ العَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِيْنَا فَيَقُولُ هٰذَا مِنْ عَمَلِكُمْ ،
وَهٰذَا أُهْدِىَ لِى ، أَفَلاَ قَعَدَ فِى بَيْتِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ
هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ˁ فَوَالَّذِى
نَفْسُ محَمَّدٍ
بِيَدِهِ ! لاَ يَغُلُّ أَحَدُ كُمْ مِنْهَا
شَيْأً إِلاَّجَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ ، إِنْ
كَانَ بَعِيْرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ ، وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا
لَهَا خُوَارٌ ، وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ ، فَقَدْ بَلَّغْتُ ˵.
فَقَالَ أَبُو
حُمَيْدٍ : ثُمَّ رَفَعَ رَسُولُ اللهِ ص.م يَدَهُ حَتَى إِنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى
عُفْرَةِإِبْطِيْهِ.
أخرجه البخارى
فى: ٨٣- كتا ب اﻷيمان والنذور: ٣- باب كيف كانت يمين النبى ص.م
Terjemah
1202. Abu Humaid Assa’idi r.a berkata: Rasulullah saw. mengangkat
seorang aamil (pegawai) untuk menerima sedekah/ zakat, kemudian sesudah selesai
ia datang kepada Nabi saw. dan berkata: Ini untukmu dan yang ini hadiah yang
diberikan orang kepadaku. Maka Nabi saw. bersabda kepadanya: Mengapakah anda
tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu, untuk melihat apakah diberi hadiah
atau tidak? Kemudian sesudah solat, Nabi saw. berdiri setelah tasyahhud dan
memuji Allah selayaknya, lalu bersabda: Amma ba’du, mengapakah seorang aamil
yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata: Ini hasil untuk kamu dan
ini aku diberi hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya
untuk mengetahui apakah diberi hadiah atau tidak, demi Allah yang jiwa Muhammad
di tangan-Nya, tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi) melainkan ia
akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika berupa onta
bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembek, maka sungguh aku
telah menyampaikan. Abu Humaid berkata: Kemudian Nabi saw. mengangkat dua
tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya. (Bukhari, Muslim).[3]
Kosa Kata
أَفَلاَ قَعَدْتَ: Apakah mereka tidak tinggal
نَسْتَعْمِلُهُ: Menggunakan
بَعِيْرًا: Onta
رُغَاءٌ: Kuda
خُوَارٌ: Melenguh
تَيْعَرُ: Mengembek
Takhrij Hadis
أَفَلاَ قَعَدْتَ فِى
بَيْتِ أَبِيْكَ وَأُمِّكَ -
خ ( أيمان ٣، رى سير ٥٢) -
- 6145 - حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ
الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ
أَنَّهُ أَخْبَرَهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اسْتَعْمَلَ عَامِلًا فَجَاءَهُ الْعَامِلُ حِينَ فَرَغَ مِنْ عَمَلِهِ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَقَالَ لَهُ أَفَلَا قَعَدْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لَا ثُمَّ
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةً بَعْدَ
الصَّلَاةِ فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ أَمَّا
بَعْدُ فَمَا بَالُ الْعَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِينَا فَيَقُولُ هَذَا مِنْ
عَمَلِكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ
أَمْ لَا فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا
شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ
كَانَ بَعِيرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا
لَهَا خُوَارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ فَقَدْ بَلَّغْتُ
فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ ثُمَّ رَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَدَهُ حَتَّى إِنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى عُفْرَةِ إِبْطَيْهِ قَالَ أَبُو
حُمَيْدٍ وَقَدْ سَمِعَ ذَلِكَ مَعِي زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَلُوهُ
·
Kitab Shahih
Bukhori bab Iman juz 20
Kandungan Hukum Hadis
عن عبد
الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيْ وَالْمُرْتَشِيْ (رواه أبو داود والترمذي وصحّحه)
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah melaknat penyuap dan yang diberi suap”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam kitab al-Qadha, oleh Ibnu Majah dalam al-Ahkam, dan oleh At-Tabrani dalam as-Shagir. Kata al-Haitami, para perawinya orang-orang yang terpercaya. Penyusun kitab Subulussalam menyebutkan hadis ini dalam bab riba, karena sesungguhnya kutukan kepada orang tersebut memberikan pengertian bahwa pengambilan harta orang lain itu menyerupai riba.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Banyak yang memberikan definisi tentang suap ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap, seperti uraian berikut:
1. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2. Suap adalah sesuatu yang diberikan setelah seseorang meminta pertolongan secara kesepakatan.
3. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksloitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
4. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberi hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau supaya berbuat dzalim.
5. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.[4]
Mengenai penerimaan/gaji yang diperoleh Hakim
terdapat 4 macam yaitu :
1.
Risywah
2.
Hadiah
3.
Upah/gaji
4.
Rezeki
Mengenai tindakan Hakim yang menerima SOGOK atau RISYWAH
terdapat khilafiyah, antara lain :
1.
HARAM MUTLAK, baik atas yang memberikan dan yang menerimanya,
jika tujuannya meruntuhkan hukum yang berlaku. Umpama seorang terpidana
memberikan sogok kepada Hakim, agar ia membebaskannya, padahal ia harus
dijatuhi hukuman yang telah ditetapkan.
2.
HARAM atas Hakimnya dan Halal bagi terpidana. Umpama seorang
terpidana memberikan sogok kepada Hakim agar ia tidak dijatuhi hukuman mati.
3.
HALAL atas Hakimnya dan Hram atas terpidana. Umpama seorang
terpidsna memberikan sogok kepada Hakim yang
mengadilinya agar membebaskan atau meringankan hukumannya, tetapi Hakim
tetap menuntut hukum yang telah ditetapkan.
Mengenai Hadiah :
1.
HARAM, bila tidak ada kaitannya dengan perkara yang diadili.
2.
MAKRUH, nila ada kaitannya dengan perkara yang diadili.
Mengenai Upah :
HARAM, bila Hakim menerima gaji Negara.
B A B III
KESIMPULAN
Korupsi
merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak
mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidanan sebagaimana
hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian
merealisasikannya dalam perbuatan.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Adapun macam-macam suap adalah :
1. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2. Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.[6]
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Adapun macam-macam suap adalah :
1. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2. Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar. Terjemah
Bulughul-Maram. Terj. A. Hasan. Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2001.
Abdul Haqi, Muhammad Fuad. Al-Lu’lu’ wal
Marjan. Terj. H. Salim Bahreisy. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990.
__________. Bulughul Maram Jilid II.
Terj. Kahar Masyhur. Jakarta : Rineka Cipta, 1992
No comments:
Post a Comment