BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Fiqh merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia
Islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian Islam, baik di Indonesia
maupun di dunia pada umumnya. Oleh karena itu, fiqh dituntut untuk
dikembangkan, agar bidang itu memiliki makna bagi pengembangan ilmu dan
pengembangan keahlian.
Pengembangan
ilmu fiqh berasas kesinambungan dan perubahan ( continuity and change ).
Bertitik tolak dari yang tersedia dan merumuskan kreasi baru untuk memenuhi
kebutuhan masa depan. Hal itu dapat dilakukan dengan merujuk kepada kaidah: al-muhafadzah
‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah.
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana fokus penelitian kaidah fiqh ?
2. Apa tujuan dan kegunaan fiqh?
3. Bagaimana tinjauan pustaka dan kerangka berfikir
penelitian kaidah fiqh ?
4. Bagaimana langkah- langkah oenelitian kaidah fiqh ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kaidah Fiqh dan Fiqh
Penelitian
merupakan upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan yang baru sama sekali
yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan
keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau
bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.[1]
Sedangkan desain penelitian ialah suatu rencana tentang cara melakukan
penelitian itu.[2]
Dua
unsur yang membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan pengalaman ialah
unsur informasi dan unsur metodologi. Kedua unsur tersebut merupakan pilar
utama dalam bangunan atau badan pengetahuan ilmiah, disamping unsur substansi.
Oleh karena itu, pengembangan suatu disiplin ilmu identik dengan pengembangan
kedua unsur tersebut. Sementara itu, dalil dan teori merupakan dua unsure
informasi yang paling dikenal, baik dikalangan masyarakat ilmiah maupun dalam
masyarakat pada umumnya. Teori merupakan produk cara berfikir deduktif
melalui kegiatan kontemplasi yang
merujuk kepada aksima tertentu. Teori juga merupakan produk cara berfikir
induktif melalui kegiatan penelitian, yang merujuk kepada sejumlah data.
Selanjutnya, teori dijadikan kerangka penelitian, baik yang diarahkan untuk
menguji keajegannya maupun untuk mempertajam cakupannya. Di sini tampak relasi
antara unsure informasi dengan unsur metodologi. Teori dioperasoinalisasi
dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir deduksi). Sebaliknya, data
digeneralisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir induksi ).
Secara
sederhana, teori dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang berisi hubungan
antara dua konsep atau lebih. Misalnya hubungan antara konsep hukum dengan
konsep politik; hubungan antara konsep hukum dengan konsep kebiasaan; hubungan
antara konsep hukum dengan konsep politik dan konsep kebiasaan; dan seterusnya.
Bahkan hubungan antar konsep yang tampak berlawanan. Misalnya hubungan antara
konsep keyakinan dengan konsep keraguan;
hubungan antara konsep kesulitan dengan konsep kemudahan; hubungan antara
konsep kemaslahatan dengan konsep kemafsadatan, dan seterusnya. Dengan
demikian, kaidah fiqh dapat diidentifikasi sebagai teori. Ia merupakan salah
satu pilar dalam ilmu fiqh, yang berhubungan dengan unsure metodologi dan
unsure substansi.
Ciri
ciri kaidah fiqh : [3]
1.
Dalam struktur hukum Islam sebagai suatu kesatuan sistem ( Islamic
law system ) terdiri atas empat unsur. Unsur pertama adalah sumber hukum,
yakni Qur’an dan Sunnah, yang memuat berbagai dalil normatif. Unsur kedua
adalah ushul fiqh, yang memuat berbagai kaidah ushul untuk diaplikasikan dalam
penggalian hukum ( istimbath al-ahkam ) dari dalil normatif itu. Unsur
ketiga adalah fiqh, yakni substansi fiqh yang rinci mencakup beberapa bidang (
ibadah, munakahat, mawarits, muamalah, jinayah, siyasah, dan aqdhiyah ). Unsur
keempat adalah kaidah fiqh yang disimpulkan dari substansi fiqh.
2.
Proses penggalian dan perumusan substansi fiqh dan kaidah fiqh sarat
dengan penggunaan kaidah logika verbal. Fiqh dideduksi dari dalil dalam kedua
sumber dengan menggunakan kaidah ushul, yang secara operasional dilakukan
dengan metode istimbath hukum. Selanjutnya rincian substansi fiqh diinduksi,
yang secara operasional dilakukan dengan metode istiqra’, kemudian menghasilkan
kaidah fiqh. Dalam konteks penelitian dalil dioperasionalkan untuk menemukan
data (fiqh). Sedangkan data yang telah terhimpun digeneralisasikan atau
disimpulkan sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqh.
3.
Kaidah fiqh merupakan produk cara berfikir induksi dalam
mengabstraksikan rincian substansi fiqh dengan mempertemukan titik persamaan
dan menyisihkan titik perbedaan. Ia dirumuskan sebagai kaidah umum, atau
berlaku secara umum, atau mayoritas. Ia mentoleransi adanya pengecualian,
istisna, atau exception, meskipun dalam batas- batas tertentu
4.
Substansi kaidah fiqh merupakan teori yang menunjukkan hubungan dua
konsep atau lebih. Tetapi dalam konteks ilmu fiqh, ia merupakan unsur
metodologi. Oleh karena itu, kaidah fiqh dapat disebut sebagai teori
instrumental.
5.
Kaidah fiqh dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang beragam : pernyataan
deskriptif dan pernyataan preskriptif; pernyataan positif dan pernyataan
negatif; juga pernyataan alternatif. Pernyataan- pernyataan itu tersusun secara
tunggal, singkat, lugas, dan sederhana; seolah-seolah antara kaidah yang satu
dengan yang lain terpisah, tanpa saling berhubungan. Oleh karena itu, kaidah
fiqh amat mudah untuk diaplikasikan dalam perumusan hukum baru yang bersifat
parsial, antara lain oleh mufti dan qadhi’ (hakim).
6.
Kaidah fiqh dapat dipilah berdasarkan cakupannya. Ada kaidah fiqh yang
amat luas cakupannya, sehingga seluruh rincian substansi fiqh tercakup dalam
kaidah: “ Meraih kemaslahatan ”
7.
Perumusan kaidah fiqh merujuk kepada substansi fiqh dari beragam madzhab
fiqh. Ketika madzhab fiqh telah menjadi entitas dan identitas ulama’, masing-
masing madzhab memiliki rumusan dan perbendaharaan kaidah fiqh[4].
Penyusunan
dan perumusan kaidah fiqh dilakukan secara bertahap, sehingga mengalami
pertumbuhan dan perkembangan tersendiri. Ketika wacana fiqh mengalami perkembangan,
kaidah fiqh mengikutinya secara perlahan. Namun sebaliknya, ketika kreatifitas
dalam wacana fiqh mengalami kemandegan, maka penyusunan, perumusan, dan
pembukuan kaidah fiqh makin berkembang. Hasil dari proses itu, dewasa ini
dikenal lima kaidah pokok ( al-qawa’id al-khamsah ) yang bersifat umum.
Seluruh rincian substansi fiqh dikembalikan kepada kaidah tersebut. Kelima
kaidah tersebut adalah :
Ø
Setiap perkara tergantung kepada maksudnya (al-‘umuru bimaqashidiha)[5]
Ø
Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan ( al-yaqinu la yuzalu
bi al-syak )[6]
Ø
Kesulitan mendatangkan kemudahan ( al-masyaqah tajlib al-taysir )[7]
Ø
Kemadaratan harus dihilangkan ( al-dharara yuzalu )
Ø
Adat dapat digunakan sebagai hukum ( al-‘adah muhakkamah )
Berdasarkan
uraian tersebut, substansi kaidah fiqh merupakan suatu produk dari proses
abstraksi ( induksi ) substansi fiqh yang dirumuskan secara ringkas dan
sederhana. Ia mengandung nilai- nilai filosofis yang bersifat strategis dari
keseluruhan hukum Islam yang diarahkan untuk memperloleh kemaslahatan, yang
sekaligus menghindarkan kemafsadatan. Atas perihal tersebut kaidah fiqh dapat
dikonkretkan ( deduksi ) kembali bagi penataan kehidupan manusia, yang
mengandung nilai- nilai instrumental yang bersifat taktis dan konsepsional.
Selanjutnya lebih dikonkretkan lagi dalam wujud teknis dan operasional. Hal itu
berhubungan dengan derajat kemaslahatan manusia yang tercakup dalam konsep al-
maqasid al- syari’ah, yang terdiri atas tiga level: al- dharuriyah, al-
hajjiyah, dan al- tahsiniyah. Dengan perkataan lain, kaidah fiqh dapat
dijadikan patokan untuk diaplikasikan bagi penataan entitas kehidupan manusia
dan bagi pengembangan wacana intelektual[8].
B. FOKUS PENELITIAN.
Pada
umumnya fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas.
Secara garis besar terdiri dari empat unsur utama substansi fiqh, proses
induksi, landasan kaidah dan subtansi kaidah fiqh. Dari ke empat unsur tersebut
bertemu dalam subtasi kaidah fiqh. Kaidah fiqh disini merupakan titik temu dari
timbal balik dari ketiga unsur tersebut. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil
normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi
landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara
rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama
pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah.
Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada
masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus
penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
Berdasarkan
uraian diatas fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model.
Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan
filosofis dan landasan logis. Dalam MLKF kaidah fiqh merupakan inti fokus dan
ditempatkan sebagai yang telah diketahui.
Kedua,
model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses
deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir
itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam
serangkaian subtansi fiqh. Kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian sebagai
hubungan timbal balik dari keempat unsur lainnya. Kaidah fiqh ditempatkan
sebagai sesuatu yang diketahui.
Ketiga,
model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat
berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya
kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan
demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks
kehidupan manusia.
Dalam
gambar itu tampak bahwa kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian. Ia
ditempatkan sebagai sesuatu yang telah diketahui, sementara ke empat unsur lainnya
sebagai sesuatu yang belum diketahui.
Dari
ketiga model fokus diatas terdapat dua unsur yang konstan yang selalu
berhubungan dengan kaidah fiqh. Subtansi fiqh selalu dalam posisi yang sama
tidak mengalami perubahan. Cara berfikir induktif sangat tergantung pada
kapasitas dirinya. Logika induksi disini suatu cara dan kaidah brfikir logis
yang ditetapkan sebagai dalil metodologis. Dalam proses induksi yakni suatu
kerja dikalangan ulama mahdzha ketika merumuskan kaidah fiqh.[9]
C.
TUJUAN dan KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Tujuan Penelitian
Secara
umum, penelitian kaidah fiqh ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan pola
hubungan kaidah fiqh dengan unsur lainnya, yakni landasan filosofis, landasan
logis, subtansi fiqh, jenjang kaidah, dan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan
kehidupan dan bagi pengembangan wacana intelektual.[10]
Sedangkan secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa
yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan
penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang
telah dipilih. Pola hubungan antar unsur pada masing-masing level penelitian
dipandang sebagai sesuatu yang bersifat simultan, sebagai suatu kesatuan yang
terintegrasi. Sementara itu, dalam kaidah fiqh tersebut terdapat dua konsep atau lebih, bahkan ada yang
mencakup tujuh konsep, misalnya kaidah: taghayyur al-ahkam bitaghayur
al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id wa al-niyat.
Tujuan
penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis
dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari
berbagai rincian substansi fiqh. Dalam proses itu dicari “titik temu”antara
tujuan hukum dengan cara berfikir induktif dan substansi fiqh. Dengan cara
demikian, dapat dipahami posisi kaidah fqih dalam pencapaian tujuan hukum.
Sedangkan tujuan penelitian MPUM diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan
pandangan ulama salah satu atau beberapa madzhap tentang kaidah fiqh. Hal itu
berkenaan dengan proses deduksi fiqh dan induksi kaiddah fiqh. Atas perihal tersebut dapat dipahami relasi
antara kaidah fiqh dengan substansi fiqh. Selain itu, dapat dibandingkan
tentang kontribusi masing-masing ulama : formulasi, sebaran, dan alokasi kaidah
pada masing-masing bidang (dan bagian) fiqh. Sementara itu, tujuan penelitian
MAKF diarahkan untuk memahami dan menggambarkan aplikasi kaidah fiqh bagi
penataan kehidupan manusia dan wacana intelektual.dengan merujuk kepada sumber
yang digunakan dan dalam konteks entitas kehidupan manusia secara makro.
2.
Kegunaan penelitian
Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan
untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat
digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh. Hal tersebut mencakup:[11]
Ø Untuk merumuskan kaidah fiqh baru, baik
sebagai pengembangan dari kaidah yang telah dirumuskan maupun sama sekali
rumusan baru, sehingga
wacana fiqh semakin kaya.
Ø Untuk menata pengkajian kaidah fiqh
sebagai subyek khusus dengan pendekatan holistik, sehingga pengkajian kaidah
fiqh lebih mendalam.
Ø Untuk dialihkan kedalam kegiatan
pembelajaran, terutama di perguruan tinggi, sehingga para pencari ilmu akan
memperoleh informasi mutakhir terutama berkenaan dengan landasan dan aplikasi
kaidah fiqh, yang pada ujungnya kompetensi ilmiah yang bersangkutan akan
meningkat.
Ø Untuk dijadikan titik tolak bagi
kegiatan penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti yang bersangkutan maupun
oleh peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
berkesinambungan.
Kedua ,
hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya
berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif. Yang mencakup:
v Untuk mengembangkan apresiasi terhadap
kaidah fiqh sebagai bagian dari salah inti kebudayaan dalam masyarakat muslim.
v Untuk meningkatkan apresiasi terhadap
aplikasi kaidah fiqh sehingga muncul toleransi yang tinggi atas keberagaman
pemahaman kaidah fiqh dan fiqh pada umumnya.
v Untuk dijadikan salah satu bahan rujukan
dalam proses penataan kehudupan manusia yang semakin pelik dan majemuk,
sebagaimana dikemukakan dalam teladan diatas. Apabila hal itu akan dirumuskan,
maka hasil penelitian kaidah fiqh diintegrasikan dengan unsur lain dalam
konteks struktur dan pola budaya, sehingga terwujud apa yang kemudian dapat
disebut sebagai teknologi hukum. Atas
perihal tersebut untuk menerima masukan atas berbagai kekurangan dan
kelemahan.
v Untuk dijadikan salah satu bahan masukan dalam mengembangkan kegiatan
berfikir kreatif sehingga formula fiqh, produk
fatwa, dan produk badan penyelenggara negara lebih mencerminkan ke arah
pencapaian kemaslahatan dalam kehidupan manusia[12].
D. Tinjauan Pustaka dan
Kerangka Berfikir
1.
Tinjauan Pustaka
Secara operasional cara kerja dalam
proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan
sebagaimana telah dibahas dalam Bab II. Pertama,mengiventarisasi judul-judul
bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi
dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan
pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu
dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan
unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat,
mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan
rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara
ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka. Isi
laporan yang dikemukakan mencakup : teori yang digunakan, aplikasi teori dalam
penelitian,unsur- unsur metodologi yang digunakan temuan yang diperoleh relasi antar laporan
penelitian dengan penelitian dengan penelitian
yang direncanakan oleh peneliti, serta aplikasi dari peneltian tersebut.
2.
kerangka berpikir
Merujuk
kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam
pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya
diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus
penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh
terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis
yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri
atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas
beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis
dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai
produk proses induksi .yang terdiri stas
bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan
manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Ketujuh
komponen itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Pertama, tujuan
hukum,kedua dalil hukum, ketiga subtansi fuqh, keempat logika induksi, kelima
kaidah fiqh, keenam aplikasi entitas, ketujuh aplikasi wacana.
E.
Langkah-langakah penelitian
1.
metode penelitian
Penelitian
MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan
menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih
pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian
hermenetis atau metode penelitian sejarah.Penelitian MAKF dapat memilih
pendekatan historis atau pendekatan sosiologis dengan penggunaan metode
penelitian sejarah atau metode penelitian studi kasus.
2.
sumber data
Secara
umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al
–qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh. Pemilihan
sumber data dilakukan secara purposit dengan merujuk kepada fokus ,tujuan ,
model,dan pendekatan penelitian.
3.
pengumpulan data
Pengumpulan
data dari sumber kepustakaan, terutama kitab-kitab kaidah fiqh,dapat dilakukan melalui
beberapa tahap sebagai berikut:
þ Mengumpulkan kitab
kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus
penelitian.
þ Membaca kitab yang telah
dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah
fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ Mencatat isi kitab yang
berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ Menerjemahkan isi
catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ Memilih kaidah fiqh
sebagai sesuatu”yang telah diketahui”.
þ Berdasarkan hasil
klasifikasi data itu.
þ Berdasarkan hasil pemilahan
itu dapat dilakukan tabulasi data dalam bentuk berbagai tabel silang.
4.
analisis data
Data
yang telah dihimpun kemudian dianalisis secara bertahap sebagaimana berikut ini:
a.
Data
yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam
sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada
pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.
Menafsirkan
data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.
Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data
lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model
penelitian.
d.
Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari
tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.
Menghubungkan apa yang ditemukan dalam
penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah
dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan
dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
BAB III
KESIMPULAN
Fokus penelitian kaidah
fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil
normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi
landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara
rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama
pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah.
Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada
masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus
penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
fokus
penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model
landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan
logis.
Kedua,
model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses
deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir
itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam
serangkaian subtansi fiqh.
Ketiga,
model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat
berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya
kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan
demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks
kehidupan manusia.
Secara khusus ditujukan
untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan
MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai
dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih.
Tujuan
penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis
dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari
berbagai rincian substansi fiqh.
Kegunaan penelitian Manakala
tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk
kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan
untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh.
Kedua , hasil
penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan
dengan aspek penataan kehidupan kolektif.
proses
penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama,mengiventarisasi
judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih
isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing
bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu
dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan
unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat,
mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan
rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara
ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka.
Merujuk
kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam
pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya
diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian
.Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas
tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni
kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas
ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa
bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses
penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses
induksi .yang terdiri stas bebeapa konsep.
Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh
,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Langkah-langakah
penelitian
1.
metode penelitian
Penelitian
MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan
menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih
pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian
hermenetis atau metode penelitian sejarah.
2. sumber data
Secara
umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al
–qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh.
3. pengumpulan data
þ Mengumpulkan kitab
kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus
penelitian.
þ Membaca kitab yang telah
dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah
fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ Mencatat isi kitab yang
berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ Menerjemahkan isi
catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ Memilih kaidah fiqh
sebagai sesuatu”yang telah diketahui”.
þ Berdasarkan hasil
klasifikasi data itu.
4. analisis data.
a.
Data yang telah diklasifikasikan itu
disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan
pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka
berpikir).
b.
Menafsirkan
data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.
Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data
lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model
penelitian.
d.
Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari
tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.
Menghubungkan apa yang ditemukan dalam
penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah
dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan
dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jakarta:
Prenada Media, 2003.
Musbikin Imam, Qawa’id al- Fiqhiyah Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif
Bandung: TARSIT, 1996.
Ngani Nico,
Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012.
Saleh Saleh, Usul al-Fiqh
dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, Sidoarjo: Dwiputra
Pustaka Jaya, 2012.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2008 .
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah Bandung: Pustaka
Setia, 2005 .
Rokamah Ridho, Kaidah Fiqhiyah Ponorogo: STAIN PO
Press, 2010.
Usman
Muchlis, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada
2001.
Washil Nashr Farid Muhammad, Qawa’id Fiqhiyyah Jakarta: Amzah, 2005.
[4] Abdul Mun’im Saleh, Usul
al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, ( Sidoarjo:
Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 27-29.
[5]Muchlis Usman, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 107.
[12] Nico Ngani, Metodologi
Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012),81.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Fiqh merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia
Islam dan menjadi salah satu subyek dalam pengkajian Islam, baik di Indonesia
maupun di dunia pada umumnya. Oleh karena itu, fiqh dituntut untuk
dikembangkan, agar bidang itu memiliki makna bagi pengembangan ilmu dan
pengembangan keahlian.
Pengembangan
ilmu fiqh berasas kesinambungan dan perubahan ( continuity and change ).
Bertitik tolak dari yang tersedia dan merumuskan kreasi baru untuk memenuhi
kebutuhan masa depan. Hal itu dapat dilakukan dengan merujuk kepada kaidah: al-muhafadzah
‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah.
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana fokus penelitian kaidah fiqh ?
2. Apa tujuan dan kegunaan fiqh?
3. Bagaimana tinjauan pustaka dan kerangka berfikir
penelitian kaidah fiqh ?
4. Bagaimana langkah- langkah oenelitian kaidah fiqh ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kaidah Fiqh dan Fiqh
Penelitian
merupakan upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan yang baru sama sekali
yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan
keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau
bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.[1]
Sedangkan desain penelitian ialah suatu rencana tentang cara melakukan
penelitian itu.[2]
Dua
unsur yang membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan pengalaman ialah
unsur informasi dan unsur metodologi. Kedua unsur tersebut merupakan pilar
utama dalam bangunan atau badan pengetahuan ilmiah, disamping unsur substansi.
Oleh karena itu, pengembangan suatu disiplin ilmu identik dengan pengembangan
kedua unsur tersebut. Sementara itu, dalil dan teori merupakan dua unsure
informasi yang paling dikenal, baik dikalangan masyarakat ilmiah maupun dalam
masyarakat pada umumnya. Teori merupakan produk cara berfikir deduktif
melalui kegiatan kontemplasi yang
merujuk kepada aksima tertentu. Teori juga merupakan produk cara berfikir
induktif melalui kegiatan penelitian, yang merujuk kepada sejumlah data.
Selanjutnya, teori dijadikan kerangka penelitian, baik yang diarahkan untuk
menguji keajegannya maupun untuk mempertajam cakupannya. Di sini tampak relasi
antara unsure informasi dengan unsur metodologi. Teori dioperasoinalisasi
dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir deduksi). Sebaliknya, data
digeneralisasi dengan cara kerja unsur metodologi (berfikir induksi ).
Secara
sederhana, teori dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang berisi hubungan
antara dua konsep atau lebih. Misalnya hubungan antara konsep hukum dengan
konsep politik; hubungan antara konsep hukum dengan konsep kebiasaan; hubungan
antara konsep hukum dengan konsep politik dan konsep kebiasaan; dan seterusnya.
Bahkan hubungan antar konsep yang tampak berlawanan. Misalnya hubungan antara
konsep keyakinan dengan konsep keraguan;
hubungan antara konsep kesulitan dengan konsep kemudahan; hubungan antara
konsep kemaslahatan dengan konsep kemafsadatan, dan seterusnya. Dengan
demikian, kaidah fiqh dapat diidentifikasi sebagai teori. Ia merupakan salah
satu pilar dalam ilmu fiqh, yang berhubungan dengan unsure metodologi dan
unsure substansi.
Ciri
ciri kaidah fiqh : [3]
1.
Dalam struktur hukum Islam sebagai suatu kesatuan sistem ( Islamic
law system ) terdiri atas empat unsur. Unsur pertama adalah sumber hukum,
yakni Qur’an dan Sunnah, yang memuat berbagai dalil normatif. Unsur kedua
adalah ushul fiqh, yang memuat berbagai kaidah ushul untuk diaplikasikan dalam
penggalian hukum ( istimbath al-ahkam ) dari dalil normatif itu. Unsur
ketiga adalah fiqh, yakni substansi fiqh yang rinci mencakup beberapa bidang (
ibadah, munakahat, mawarits, muamalah, jinayah, siyasah, dan aqdhiyah ). Unsur
keempat adalah kaidah fiqh yang disimpulkan dari substansi fiqh.
2.
Proses penggalian dan perumusan substansi fiqh dan kaidah fiqh sarat
dengan penggunaan kaidah logika verbal. Fiqh dideduksi dari dalil dalam kedua
sumber dengan menggunakan kaidah ushul, yang secara operasional dilakukan
dengan metode istimbath hukum. Selanjutnya rincian substansi fiqh diinduksi,
yang secara operasional dilakukan dengan metode istiqra’, kemudian menghasilkan
kaidah fiqh. Dalam konteks penelitian dalil dioperasionalkan untuk menemukan
data (fiqh). Sedangkan data yang telah terhimpun digeneralisasikan atau
disimpulkan sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqh.
3.
Kaidah fiqh merupakan produk cara berfikir induksi dalam
mengabstraksikan rincian substansi fiqh dengan mempertemukan titik persamaan
dan menyisihkan titik perbedaan. Ia dirumuskan sebagai kaidah umum, atau
berlaku secara umum, atau mayoritas. Ia mentoleransi adanya pengecualian,
istisna, atau exception, meskipun dalam batas- batas tertentu
4.
Substansi kaidah fiqh merupakan teori yang menunjukkan hubungan dua
konsep atau lebih. Tetapi dalam konteks ilmu fiqh, ia merupakan unsur
metodologi. Oleh karena itu, kaidah fiqh dapat disebut sebagai teori
instrumental.
5.
Kaidah fiqh dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang beragam : pernyataan
deskriptif dan pernyataan preskriptif; pernyataan positif dan pernyataan
negatif; juga pernyataan alternatif. Pernyataan- pernyataan itu tersusun secara
tunggal, singkat, lugas, dan sederhana; seolah-seolah antara kaidah yang satu
dengan yang lain terpisah, tanpa saling berhubungan. Oleh karena itu, kaidah
fiqh amat mudah untuk diaplikasikan dalam perumusan hukum baru yang bersifat
parsial, antara lain oleh mufti dan qadhi’ (hakim).
6.
Kaidah fiqh dapat dipilah berdasarkan cakupannya. Ada kaidah fiqh yang
amat luas cakupannya, sehingga seluruh rincian substansi fiqh tercakup dalam
kaidah: “ Meraih kemaslahatan ”
7.
Perumusan kaidah fiqh merujuk kepada substansi fiqh dari beragam madzhab
fiqh. Ketika madzhab fiqh telah menjadi entitas dan identitas ulama’, masing-
masing madzhab memiliki rumusan dan perbendaharaan kaidah fiqh[4].
Penyusunan
dan perumusan kaidah fiqh dilakukan secara bertahap, sehingga mengalami
pertumbuhan dan perkembangan tersendiri. Ketika wacana fiqh mengalami perkembangan,
kaidah fiqh mengikutinya secara perlahan. Namun sebaliknya, ketika kreatifitas
dalam wacana fiqh mengalami kemandegan, maka penyusunan, perumusan, dan
pembukuan kaidah fiqh makin berkembang. Hasil dari proses itu, dewasa ini
dikenal lima kaidah pokok ( al-qawa’id al-khamsah ) yang bersifat umum.
Seluruh rincian substansi fiqh dikembalikan kepada kaidah tersebut. Kelima
kaidah tersebut adalah :
Ø
Setiap perkara tergantung kepada maksudnya (al-‘umuru bimaqashidiha)[5]
Ø
Keyakinan tidak dapat dihilangkan oleh keraguan ( al-yaqinu la yuzalu
bi al-syak )[6]
Ø
Kesulitan mendatangkan kemudahan ( al-masyaqah tajlib al-taysir )[7]
Ø
Kemadaratan harus dihilangkan ( al-dharara yuzalu )
Ø
Adat dapat digunakan sebagai hukum ( al-‘adah muhakkamah )
Berdasarkan
uraian tersebut, substansi kaidah fiqh merupakan suatu produk dari proses
abstraksi ( induksi ) substansi fiqh yang dirumuskan secara ringkas dan
sederhana. Ia mengandung nilai- nilai filosofis yang bersifat strategis dari
keseluruhan hukum Islam yang diarahkan untuk memperloleh kemaslahatan, yang
sekaligus menghindarkan kemafsadatan. Atas perihal tersebut kaidah fiqh dapat
dikonkretkan ( deduksi ) kembali bagi penataan kehidupan manusia, yang
mengandung nilai- nilai instrumental yang bersifat taktis dan konsepsional.
Selanjutnya lebih dikonkretkan lagi dalam wujud teknis dan operasional. Hal itu
berhubungan dengan derajat kemaslahatan manusia yang tercakup dalam konsep al-
maqasid al- syari’ah, yang terdiri atas tiga level: al- dharuriyah, al-
hajjiyah, dan al- tahsiniyah. Dengan perkataan lain, kaidah fiqh dapat
dijadikan patokan untuk diaplikasikan bagi penataan entitas kehidupan manusia
dan bagi pengembangan wacana intelektual[8].
B. FOKUS PENELITIAN.
Pada
umumnya fokus penelitian kaidah fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas.
Secara garis besar terdiri dari empat unsur utama substansi fiqh, proses
induksi, landasan kaidah dan subtansi kaidah fiqh. Dari ke empat unsur tersebut
bertemu dalam subtasi kaidah fiqh. Kaidah fiqh disini merupakan titik temu dari
timbal balik dari ketiga unsur tersebut. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil
normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi
landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara
rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama
pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah.
Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada
masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus
penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
Berdasarkan
uraian diatas fokus penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model.
Yang pertama model landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan
filosofis dan landasan logis. Dalam MLKF kaidah fiqh merupakan inti fokus dan
ditempatkan sebagai yang telah diketahui.
Kedua,
model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses
deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir
itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam
serangkaian subtansi fiqh. Kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian sebagai
hubungan timbal balik dari keempat unsur lainnya. Kaidah fiqh ditempatkan
sebagai sesuatu yang diketahui.
Ketiga,
model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat
berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya
kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan
demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks
kehidupan manusia.
Dalam
gambar itu tampak bahwa kaidah fiqh merupakan inti fokus penelitian. Ia
ditempatkan sebagai sesuatu yang telah diketahui, sementara ke empat unsur lainnya
sebagai sesuatu yang belum diketahui.
Dari
ketiga model fokus diatas terdapat dua unsur yang konstan yang selalu
berhubungan dengan kaidah fiqh. Subtansi fiqh selalu dalam posisi yang sama
tidak mengalami perubahan. Cara berfikir induktif sangat tergantung pada
kapasitas dirinya. Logika induksi disini suatu cara dan kaidah brfikir logis
yang ditetapkan sebagai dalil metodologis. Dalam proses induksi yakni suatu
kerja dikalangan ulama mahdzha ketika merumuskan kaidah fiqh.[9]
C.
TUJUAN dan KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Tujuan Penelitian
Secara
umum, penelitian kaidah fiqh ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan pola
hubungan kaidah fiqh dengan unsur lainnya, yakni landasan filosofis, landasan
logis, subtansi fiqh, jenjang kaidah, dan aplikasi kaidah fiqh bagi penataan
kehidupan dan bagi pengembangan wacana intelektual.[10]
Sedangkan secara khusus ditujukan untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa
yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan
penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai dengan cakupan fokus penelitian yang
telah dipilih. Pola hubungan antar unsur pada masing-masing level penelitian
dipandang sebagai sesuatu yang bersifat simultan, sebagai suatu kesatuan yang
terintegrasi. Sementara itu, dalam kaidah fiqh tersebut terdapat dua konsep atau lebih, bahkan ada yang
mencakup tujuh konsep, misalnya kaidah: taghayyur al-ahkam bitaghayur
al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal wa al-‘awa’id wa al-niyat.
Tujuan
penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis
dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari
berbagai rincian substansi fiqh. Dalam proses itu dicari “titik temu”antara
tujuan hukum dengan cara berfikir induktif dan substansi fiqh. Dengan cara
demikian, dapat dipahami posisi kaidah fqih dalam pencapaian tujuan hukum.
Sedangkan tujuan penelitian MPUM diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan
pandangan ulama salah satu atau beberapa madzhap tentang kaidah fiqh. Hal itu
berkenaan dengan proses deduksi fiqh dan induksi kaiddah fiqh. Atas perihal tersebut dapat dipahami relasi
antara kaidah fiqh dengan substansi fiqh. Selain itu, dapat dibandingkan
tentang kontribusi masing-masing ulama : formulasi, sebaran, dan alokasi kaidah
pada masing-masing bidang (dan bagian) fiqh. Sementara itu, tujuan penelitian
MAKF diarahkan untuk memahami dan menggambarkan aplikasi kaidah fiqh bagi
penataan kehidupan manusia dan wacana intelektual.dengan merujuk kepada sumber
yang digunakan dan dalam konteks entitas kehidupan manusia secara makro.
2.
Kegunaan penelitian
Manakala tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan
untuk kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat
digunakan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh. Hal tersebut mencakup:[11]
Ø Untuk merumuskan kaidah fiqh baru, baik
sebagai pengembangan dari kaidah yang telah dirumuskan maupun sama sekali
rumusan baru, sehingga
wacana fiqh semakin kaya.
Ø Untuk menata pengkajian kaidah fiqh
sebagai subyek khusus dengan pendekatan holistik, sehingga pengkajian kaidah
fiqh lebih mendalam.
Ø Untuk dialihkan kedalam kegiatan
pembelajaran, terutama di perguruan tinggi, sehingga para pencari ilmu akan
memperoleh informasi mutakhir terutama berkenaan dengan landasan dan aplikasi
kaidah fiqh, yang pada ujungnya kompetensi ilmiah yang bersangkutan akan
meningkat.
Ø Untuk dijadikan titik tolak bagi
kegiatan penelitian lebih lanjut, baik oleh peneliti yang bersangkutan maupun
oleh peneliti lain, sehingga kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
berkesinambungan.
Kedua ,
hasil penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya
berkenaan dengan aspek penataan kehidupan kolektif. Yang mencakup:
v Untuk mengembangkan apresiasi terhadap
kaidah fiqh sebagai bagian dari salah inti kebudayaan dalam masyarakat muslim.
v Untuk meningkatkan apresiasi terhadap
aplikasi kaidah fiqh sehingga muncul toleransi yang tinggi atas keberagaman
pemahaman kaidah fiqh dan fiqh pada umumnya.
v Untuk dijadikan salah satu bahan rujukan
dalam proses penataan kehudupan manusia yang semakin pelik dan majemuk,
sebagaimana dikemukakan dalam teladan diatas. Apabila hal itu akan dirumuskan,
maka hasil penelitian kaidah fiqh diintegrasikan dengan unsur lain dalam
konteks struktur dan pola budaya, sehingga terwujud apa yang kemudian dapat
disebut sebagai teknologi hukum. Atas
perihal tersebut untuk menerima masukan atas berbagai kekurangan dan
kelemahan.
v Untuk dijadikan salah satu bahan masukan dalam mengembangkan kegiatan
berfikir kreatif sehingga formula fiqh, produk
fatwa, dan produk badan penyelenggara negara lebih mencerminkan ke arah
pencapaian kemaslahatan dalam kehidupan manusia[12].
D. Tinjauan Pustaka dan
Kerangka Berfikir
1.
Tinjauan Pustaka
Secara operasional cara kerja dalam
proses penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan
sebagaimana telah dibahas dalam Bab II. Pertama,mengiventarisasi judul-judul
bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih isi
dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing bahan
pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu
dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan
unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat,
mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan
rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara
ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka. Isi
laporan yang dikemukakan mencakup : teori yang digunakan, aplikasi teori dalam
penelitian,unsur- unsur metodologi yang digunakan temuan yang diperoleh relasi antar laporan
penelitian dengan penelitian dengan penelitian
yang direncanakan oleh peneliti, serta aplikasi dari peneltian tersebut.
2.
kerangka berpikir
Merujuk
kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam
pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya
diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus
penelitian .Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh
terdiri atas tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis
yakni kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri
atas ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas
beberapa bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis
dalam proses penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai
produk proses induksi .yang terdiri stas
bebeapa konsep. Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan
manusia. Ketujuh ,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Ketujuh
komponen itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Pertama, tujuan
hukum,kedua dalil hukum, ketiga subtansi fuqh, keempat logika induksi, kelima
kaidah fiqh, keenam aplikasi entitas, ketujuh aplikasi wacana.
E.
Langkah-langakah penelitian
1.
metode penelitian
Penelitian
MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan
menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih
pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian
hermenetis atau metode penelitian sejarah.Penelitian MAKF dapat memilih
pendekatan historis atau pendekatan sosiologis dengan penggunaan metode
penelitian sejarah atau metode penelitian studi kasus.
2.
sumber data
Secara
umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al
–qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh. Pemilihan
sumber data dilakukan secara purposit dengan merujuk kepada fokus ,tujuan ,
model,dan pendekatan penelitian.
3.
pengumpulan data
Pengumpulan
data dari sumber kepustakaan, terutama kitab-kitab kaidah fiqh,dapat dilakukan melalui
beberapa tahap sebagai berikut:
þ Mengumpulkan kitab
kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus
penelitian.
þ Membaca kitab yang telah
dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah
fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ Mencatat isi kitab yang
berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ Menerjemahkan isi
catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ Memilih kaidah fiqh
sebagai sesuatu”yang telah diketahui”.
þ Berdasarkan hasil
klasifikasi data itu.
þ Berdasarkan hasil pemilahan
itu dapat dilakukan tabulasi data dalam bentuk berbagai tabel silang.
4.
analisis data
Data
yang telah dihimpun kemudian dianalisis secara bertahap sebagaimana berikut ini:
a.
Data
yang telah diklasifikasikan itu disaring ulang dengan merujuk kepada ragam
sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan pengumpulan data dan merujuk kepada
pendekatan yang digunakan (kerangka berpikir).
b.
Menafsirkan
data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.
Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data
lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model
penelitian.
d.
Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari
tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.
Menghubungkan apa yang ditemukan dalam
penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah
dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan
dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
BAB III
KESIMPULAN
Fokus penelitian kaidah
fiqh berbentuk teks dan relatif terbatas. Subtansi fiqh merujuk kepada dalil
normatif yang didasarkan al-maqashid al-syari’ah yang juga menjadi
landasan filosofis kaidah fiqh.
Secara
rinci fokus penelitian kaidah fiqh tersebar berdasarkan dua pemilahan. Pertama
pemilahan bidang fiqh dan yang kedua berdasarkan pemilahan jenjang kaidah.
Jenjang kaidah fiqh dapat disusun pada cangkupan yang sangat terbatas pada
masing-masing bagian bidang fiqh. Dengan demikian besaran dan sebaran fokus
penelitian kaidah fiqh terbentang cukup luas.
fokus
penelitian kaidah fiqh dapat dirumuskan menjadi tiga model. Yang pertama model
landasan kaidah fiqh. Landasan ini meliputi landasan filosofis dan landasan
logis.
Kedua,
model pandangan ulama madzhab. Pada model ini ulama madzhab menggunakan proses
deduksi yang merupakan suatu cara produk cara berfikir. Dengan cara berfikir
itu maka terhimpun sejumlah produk pemikiran, sebagaimana tersusun dalam
serangkaian subtansi fiqh.
Ketiga,
model aplikasi kaidah fiqh. Sumber kaidah fiqh adalah rujukan yang memuat
berbagai kaidah fiqh yang telah dihimpun, disusun, dan dibukukan diantaranya
kitab kaidah fiqh yang sebagaimana dikemukakan dalam model kedua. Dengan
demikian model fokus ini memiliki peluang untuk dihubungakan dengan konteks
kehidupan manusia.
Secara khusus ditujukan
untuk memahami dan mendeskripsikan dari apa yang tercakup dalam MLKF, MPUM, dan
MAKF. Dan secara lebih khusus tujuan penelitian dirumuskan oleh peneliti sesuai
dengan cakupan fokus penelitian yang telah dipilih.
Tujuan
penelitian MLKF diarahkan untuk memahami dan mendeskripsikan landasan filosofis
dan landasan logis dalam proses perumusan kaidah fiqh yang disimpulkan dari
berbagai rincian substansi fiqh.
Kegunaan penelitian Manakala
tujuan penelitian telah tercapai maka hasil penelitian dapat digunakan untuk
kepentingan beberapa hal. Pertama , hasil penelitian dapat digunakan
untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dibidang fiqh.
Kedua , hasil
penelitian berguna bagi pemenuhan hajat hidup manusia, khususnya berkenaan
dengan aspek penataan kehidupan kolektif.
proses
penyusunan tinjauan pustaka dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama,mengiventarisasi
judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan fokus penelitian. Kedua, memilih
isi dalam bahan pustaka, terutama daftar isi atau subjudul pada masing-masing
bahan pustaka. Ketiga, menelaah isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan itu
dilakukan dengan cara pemilihan unsur informasi, terutama konsep dan teori ,dan
unsur metodologi yang berhubungan dengan fokus penelitian. Keempat,
mengelompokkan hasil bacaan yang telah dikutip dan dicatat itu, sesuai dengan
rumusan yang tercantum dalam fokus dan pertanyaan penelitian.
Secara
ringkas, inti laporan penelitian itu disusun dalam tinjauan pustaka.
Merujuk
kepada tinjauan pustaka disusun kerangka berpikir yang akan digunakan dalam
pelaksanaan penelitian. Kerangka berpikir yang bersifat umum ini, selanjutnya
diturunkan menjadi kerangka berpikir yang spesifik dengan merujuk kepada fokus penelitian
.Secara garis besar kerangka berpikir dalam penelitian kaidah fiqh terdiri atas
tujuh komponen. Pertama,tujuan hukum sebagai landasan filosofis yakni
kemaslahatan hidup manusia. Kedua, rincian dalil normative yang terdiri atas
ayat Qur’an dan teks Hadist. Ketiga, Subtansi fiqh yang terdiri atas beberapa
bidang (kehidupan). Keempat,logika induksi sebagai landasan logis dalam proses
penyimpulan rincian subtansi fiqh. Kelima, kaidah fiqh sebagai produk proses
induksi .yang terdiri stas bebeapa konsep.
Keenam, aplikasi kaidah fiqh bagi penataan entitas kehidupan manusia. Ketujuh
,aplikasi kaidah fiqh bagi pengembangan wacana intelektual.
Langkah-langakah
penelitian
1.
metode penelitian
Penelitian
MLKF dapat memilih pendekatan filosofis(teologis) atau pendekatan logis,dengan
menggunakan metode penelitian hermenetis .Penelitian MPUM dapat memilih
pendekatan logis atau pendekatan historis dengan penggunaan metode penelitian
hermenetis atau metode penelitian sejarah.
2. sumber data
Secara
umum ,sumber data dalam penelitian ini adalah kitab atau buku kaidah-kaidah fiqh (al
–qawa’id al-fiqhiyah), yang memuat berbagai teks kaidah fiqh.
3. pengumpulan data
þ Mengumpulkan kitab
kaidah fiqh yang akan dipilih sebagai sumber data dengan merujuk kepada fokus
penelitian.
þ Membaca kitab yang telah
dipilih tanpa mempersoalkan keanekaragaman pandangan tentang pengertian kaidah
fiqh atau pengertian yang sejenis.
þ Mencatat isi kitab yang
berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
þ Menerjemahkan isi
catatan ke dalam bahasa Indonesia (bila kitab itu berbahasa Arab).
þ Memilih kaidah fiqh
sebagai sesuatu”yang telah diketahui”.
þ Berdasarkan hasil
klasifikasi data itu.
4. analisis data.
a.
Data yang telah diklasifikasikan itu
disaring ulang dengan merujuk kepada ragam sumber (kitab kaidah fiqh) tahapan
pengumpulan data dan merujuk kepada pendekatan yang digunakan (kerangka
berpikir).
b.
Menafsirkan
data internal tentang konsep-konsep yang terdapat dalam kaidah fiqh.
c.
Data kaidah fiqh dihubungkan dengan data
lain yang mencerminkan unsur fokus penelitian pada masing-masing model
penelitian.
d.
Mendeskripsikan apa yang diperoleh dari
tahap ketiga dengan tetap merujuk kepada kerangka analisis.
e.
Menghubungkan apa yang ditemukan dalam
penelitian ini dengan hasil penelitian tentang fokus serupa yang pernah
dilakukan dalam konteks yang sama atau berbeda sebagaimana dapat ditemukan
dalam pengkajian dan tinjauan pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh Jakarta:
Prenada Media, 2003.
Musbikin Imam, Qawa’id al- Fiqhiyah Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001.
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif
Bandung: TARSIT, 1996.
Ngani Nico,
Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012.
Saleh Saleh, Usul al-Fiqh
dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, Sidoarjo: Dwiputra
Pustaka Jaya, 2012.
Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2008 .
Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah Bandung: Pustaka
Setia, 2005 .
Rokamah Ridho, Kaidah Fiqhiyah Ponorogo: STAIN PO
Press, 2010.
Usman
Muchlis, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Jakarta: Raja Grafindo Persada
2001.
Washil Nashr Farid Muhammad, Qawa’id Fiqhiyyah Jakarta: Amzah, 2005.
[4] Abdul Mun’im Saleh, Usul
al-Fiqh dan al-Qawa’id al-Fiqhiyah sebagai metode hukum islam, ( Sidoarjo:
Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 27-29.
[5]Muchlis Usman, Kaidah- Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), 107.
[12] Nico Ngani, Metodologi
Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jogyakarta: Pustaka Yustisia,2012),81.
No comments:
Post a Comment