PENDAHULUAN
Filsafat Kant
merupakan titik tolak periode baru bagi fisafat barat. Ia mengatasidan
menyimpulkan aliran Rasionalisme dan Empirisme. Bagi Kant baik Rasionalisme maupun Empirsme belum
berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum
dan terbukti dengan jelas. Aliran Rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, kebenaran
pasti berasal dari rasio (akal). Sebaliknya, aliran Empirisme meyakini
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin maupun yang inderawi.
Lalu muncul aliran Kritisme , yang mencoba memadukan dua pendapat yang berbeda.
Dalam perkembangan filsafat telah membuat banyak perubahan di Barat dan
memunculkan banyak pemikiran-pemikiran baru. Berbagai filosof terkenal
mempunyai banyak penemuan yang berbeda dalam memahami sebuah pengetahuan,
diantaranya Ariestoteles yaitu dengan pemikirannya yang Rasionalisme sedangkan
Plato dengan cara Empirisme. Akan tetapi bagi Khan baik Rasionalisme
maupun Empirsme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan
yang pasti, berlaku umum.[1]dan
terbukti dengan jelas. Dalam muqadimah salah satu buku yang berjudul Antologi
filsafat imanuel kant dikatakan “Pikiran tanpa isi kosong, intuisi tanpa
konsep berarti buta”.[2]
Maka dari itu
sangat penting kita pelajari tentang Kant yang merupakan salah satu filsuf yang
hidup pada masa itu dan turut serta
menyumbangkan pemikirannya yang dianggap sebagai penyempurnaan zaman
pencerahan.
PEMBAHASAN
A. Biografi Imanuel Kant
Dalam perkembangan filsafat telah membuat banyak
perubahan di Barat dan memunculkan banyak pemikiran-pemikiran baru. Kant
merupakan salah satu filusuf yang hidup pada masa itu dan turut serta
menyumbangkan pemikiranya yang dianggap sebagai penyempurnaan zaman pencerahan.
Kant lahir di Konisberg, kerajaan Prusia Timur, sekarang Kaliningrad, Rusia.[3]
Kant
lahir di Konigsberg, Prusia, pada tahun 1742, ia tidak prnah meninggalkan desa
kelahirannya kecuali beberapa waktu singkat karena memberikan kuliah di desa tetangganya.
Profesor ini sangat doyan memberikan kuliah gografi dan etnologi. Ia sebenarnya
berasal dari keluarga miskin yang meninggalkan Skotlandia beberapa ratus tahun
sebelum Kant lahir. Ibunya amat taat dan keras dalam agama. Kant sendiri amat
tekun melaksanakan agamanya.
Pada
tahun 1755 Kant memulai karirnya sebagai dosen swasta di Universitas
Konigsberg. Kemudian ia meninggalkan kedudukan itu selama lima belas tahun. Dua
kali lamarannya sebagai guru besar ditolak. Akhirnya pada tahun 1770 ia diangkat
menjadi profesor logika dan metafisika. Setelah beberapa tahun berpengalaman
sebagai pengajar, ia menulis buku tentang pendidikan. Buku ini, konon, berisi
pendapat-pendapat yang istimewa, tetapi ia tidak banyak menerapkan
pendapat-pendapatnya itu.[4]
Tidak
ada orang pada waktu itu yang mengira ia akan membuat kejutan yang hebat
terhadap dunia pemikiran dengan mengeluarkan buku yang berisi suatu sistem
metafisika yang baru. Pada usia 42 tahun ia menyatakan bahwa ia merasa
beruntung menyenangi metafisika. Pada masa ini ia memang banyak berbicara
tentang metafisika sebagai lautan yang gelap tanpa pantai dan tanpa cahaya
sedikitpun.Sebelum tertarik pada metafisika, ia lebih dulu menyenangi
pengetahuan yang bukan metafisika.Ia menulus tentang planet, gempa, api, angin
dan ratusan subyek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika.
Bukunya,
Teory Of Heaven (1755), mirip sekali
dengan hipotesis nebua dari laplace. Menurut Kant, semua planet, sudah atau
akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari mempunyai masa
berkembang lebih panjang, barangkali di huni oleh spicies yang lebih cerdas
dibandingkan dengan penghuni bumi kita ini.
Bukunya,
Antropology (1778, bahan yang pernah
dikuliahkan), memperkirakan keberasalan manusia dari hewan. Melalui berbagai kondisi
ia terus menyelesaikam karya besarnya selama lima belas tahun. Selesai tahun
1781 tatkala ia berumum 57 tahun. Belum pernah ada orang yang matang selambat
itu dan juga belum pernah ada buku sehebat itu dalam mengguncangkan dunia
pemikiran.[5]
B. Lahirnya Epistimologi Imanuel Kant
Menurut Kant zaman pencerahan adalah zaman manusia
keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia
sendiri. Filsafat Kant juga muncul pada masa ini.
Sebelumnya, pemikiran yang berkembang di Barat adalah
pemikiran dogmatis gereja katolik atau dogmatisme. Dalam hal ini, filsafat Kant
telah membawa pencerahan bagi logika manusia. Filsafat Kant adalah pemikiran
baru yang berlawanan dengan dogmatisme. Menurut Kant, manusia harus dapat
mempertanggungjawabkan segala sesuatu dengan kritis. Inilah awal mula Filsafat
Kant yang disebut kritisisme.
Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata yaitu epistem yang berarti pengetahuan dan logos yang
berarti ilmu.Jadi epistemologi berarti ilmu yang mengkaji segala sesuatu
tentang pengetahuan.Epistemologi Kant pun pertama kali muncul di Jerman sebagai
bentuk kritik Kant terhadap dogmatisme yang telah berkembang berabad-abad sebelumnya.Epistemologi
Kant adalah filsafat yang mencoba memisahkan antara rasionalisme dan empirisme.Di
dalamnya, terdapat kritisisme dan sintesisme.Pada dasarnya, Kant ingin mengubah
permukaan filsafat secara radikal dengan melakukan sentralisasi pada diri
manusia sebagai subjek berpikir.Implikasinya, Kant tidak mengawali dengan
investigasi atas benda-benda sebagai objek, melainkan investigasi terhadap
struktur-struktur subjek yang memungkinkan mengetahui benda-benda sebagai
objek.Dalam hal ini, tanpa kita sadari, sebenarnya, pengetahuan lahir karena
manusia dengan akalnya secara aktif dan mengonstruksi gejala-gejala yang dapat
ditangkap.Upaya-upaya filosofis Kant ini dikenal dengan kritisisme atau
filsafat kritis.Filsafat
Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak
murni, yang tiada kepastiannya.Filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas
kemampuan-kemampuan rasio secara obyektif dan menentukan batas-batas
kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.[6]Tidak
seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa
subyek mengarahkandiri ke obyek.
C. Kritisme
Imanuel Kant
Menurut Kant, pengetahuan yang dihasilkan oleh kaum Rasionalisme yaitu
tercermin dalam putusan yang bersifat Analitik-Apriori, yaitu suatu bentuk putusan
dimana predikat sudah termasuk dengan sendirinya kedalam subjek. Putusan yang
bersifat Analitik-Aprioriini memang mengandung suatu kepastian dan berlaku umum,
tapi tidak memberikan suatu yang baru bagi kita.Sedangkan pengetahuan yang
dihasilkan oleh kaum Empirisme itu tercermin dalam putusan yang bersifat Sintetik-Aposteriori,
yaitu suatu bentuk putusan dimana predikat belum termasuk kedalam subjek.Meskipun
putusan yang bersifat Sintetik-aposteriori ini memberikan pengetahuan yang
barubagi kita, namun sifatnya tidak tetap, sangat tergantung pada ruang dan waktu.Kebenaran
di sini sangat bersifat Subjektif.Dengan melihat kebaikan yang terdapat di
antaradua putusan tersebut, serta kelemahannya sekaligus, Kant memadukan keduanya
kedalam suatu bentuk putusan yang Sintetik-Apriori, yaitu putusan yang bersifat
umum-universal, dan pasti.Didalam putusan Sintetik-Apriori ini, “akal dan pengalaman
inderawi dibutuhkan serentak”.[7]Kant
beranggapan bahwa kaum empirisme mberikan tekanan terlalu besar pada pengalaman
inderawi. Padahal data inderawi harusdibuktikan atau dicek dengan 12 kategori
‘apriori’ rasio, setelah itu baru bias dinyatakan sah.
Kant juga mengkritik kaum rasionalis melangkah
terlalu jauh dengan pernyataan mereka tentang seberapa banyak akal dapat
memberikan sumbangan.Baik rasionalisme maupun empirisme, kata Kant, keduanya
berat sebelah. Kant beranggapan bahwa rasionalisme dan empirisme
sama-sama benar separuh, tetapi juga sama-sama salah separuh.Jadi, baik
‘indera’ maupun ‘akal’ sama-sama memainkan peranan dalam konsep sikita mengenai
dunia.[8]
Uraian mengenai batas pengetahuan menghasilkan teori kritik Akal
Murni (Critique of Pure Reason), batas tindakan manusia menghasilkan Kritik
Akal Praktis (Critique of Pratical Reason) dan batas akan harapan manusia
mengahasilkan teori kritik penimbangan (Critique of judgment).[9]
D. Kritik
dan Rasio Murni
Pengaku anak an kebebasan dankesa daranakan keterbatasan manusia ini
melahirkan konsep kant cara pandang yang realistis.[10]
Dalam “Kritikatas Rasio Murni” Kant menjelaskan bahwa cirri pengetahuan
bersifatumum, mutlak, dan member pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dahulu
membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau bidang yakni:
Pertama, pada bidang
ini peranan subyek lebih menonjol, namun harus ada dua bentuk murni yaitu,
“ruang” dan “waktu” yang dapat diterapkan pada pengalaman.Hasilpencerapan indrawi
yang dikaitkan dengan bentuk “ruang” dan “waktu” ini merupakan fenomin konkret.Namun
pengetahuan yang diperoleh indrawi ini selallu berubah-ubah tergantung pada subjek yang mengalami dan situasi
yang melingkupi.[11]
Kedua,
bidang akal, apa yang diperoleh melalui bidang indrawi tersebut untuk memperoleh
pengetahuan yang bersifat Objektif-Universal haruslah dituangkan dalam
bidang akal, karena dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam.
Misalnya meja itu bagus.
Ketiga, Bidang Rasio, pengetahuan yang diperoleh dalam
bidang akal itu baru dapat dikatakan sebagai putusan Sintetik-Apriori, setelah
dikaitkan dengan tiga macam ide yaitu, Allah ide teologis, jiwa ide
psikologis, dan Dunia ide kosmologis.
Akan tetapi ketiga macam ide tersubut tidak mungkin
dicapai oleh akal manusia. Ketigaide ini hanya merupakan petunjuk untuk menciptakan
kesatuan pengetahuan.[12]
E. Kritis
Atas Rasio Praktis
Dalam Kritik Atas Rasio Murni (Critique
of Pure Reason), Kant menjadikan unsur-unsur penting dari semua pengetahuan
tergantung, bukan pada isi pengalaman, tetapi pada bentuk-bentuk apriori.
Demikian juga dalam Kritis Atas Rasio Praktis (Critique of Practical
Reason), Kant membuat universalitas dan hukum moral menjadi tergantung,
bukan pada tindakan empiris dan tujuan yang kita niatkan dalam tindakan kita,
tetapi pada imperatif kategoris, yakni dalam kehendak itu sendiri.[13]
Sebuah
tindakan akan menjadi tindakan yang baik secara moral jika kehendak
tersebut adalah otonom. Tindakan dilakukan bukan berdasarkan pertimbangan pada
hasil akhir yang akan dicapai tetapi hanya pada ketaatan pada kewajiban. “Kewajiban
demi kewajiban itu sendiri”: inilah kekuatan kewajiban moral Kantian. Ini
artinya di antara semua yang bersifat memerintah yang dapat menentukan kehendak
dalam sebuah tindakan perlu membedakan yang hipotesis dari yang kategoris.
Imperatif
hipotetis menetapkan sebuah perintah demi mencapai sebuah tujuan dan dengan
demikian sangat dikondisikan oleh hasil akhir yang hendak dicapai tersebut.
Misalnya, Anda harus mengkonsumsi obat yang diperlukan jika Anda ingin sembuh.
Sementara itu, imperatif kategoris mendesakkan dirinya secara otomatis, yakni
berdasarkan kekuatan kewajiban, tanpa memperhatikan hal baik atau atau buruk
yang mungkin timbul karena tindakan tersebut. Misalnya, “Kerjakan ini karena
itulah kewajibanmu.” Hanya imperatif kategoris menikmati kewajiban dan
keharusan, dan karenanya hanya mereka dapat menjadi dasar moralitas.
Perbedaan
mendasar harus dikemukakan antara bentuk apriori intelek dan bentuk-bentuk
apriori dari kehendak . Yang pertama, akan menjadi tidak bermakna jika
kehilangan unsur material. Bentuk-bentuk apriori intelek membutuhkan unsur
empiris agar bisa dipahami. Sebaliknya, bentuk-bentuk apriori dari kehendak
tidaklah kosong. Bentuk-bentuk ini memiliki elemen-elemen penentu dalam dirinya
sendiri. Dengan kata lain, hal sebaliknya harus dikatakan di sini: Bukanlah
unsur-unsur empiris yang menentukan bentuk (imperatif), tetapi justru
bentuk-bentuklah yang menentukan unsur empiris dan menjadikannya mengandung
tuntutan moral.
Dalam Critique of Pure Reason kita tidak dapat mencapai realitas yang
melampaui panca indra karena bentuk-bentuk pengetahuan kita adalah kosong. Isi dari kategori-kategori itu
tidak bisa tidak bersifat fenomenal, hal yang terkondisikan. Sebaliknya,
bentuk-bentuk kehendak memiliki isi yang sifatnya independen dalam dirinya,
tidak dikondisikan oleh unsur material. Kehendak itu sendiri yang membuat
tindakan manusia bersifat baik secara moral, dan tidak sebaliknya. Bahkan,
menurut Kant, tindakan empiris akan baik hanya dengan syarat bahwa itu
dilakukan demi kewajiban. Demikianlah, kehendak tetaplah melampaui dunia
fenomenal dan mekanik.
Begitu telah mencapai realitas yang
melampaui pengindraan. Kant memutuskan untuk menguji apa yang mungkin menjadi
postulat yang membuat moralitas menjadi mungkin.[14]
F.
Kritik
Penimbangan
Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Kant
mengemukakan delapan pokok persoalan di antaranya adalah bagaimana cara ia
berusaha merukunkan dua karya kritik sebelumnya di dalam satu kesatuan yang
menyeluruh. Bagian pertama dari karya itu berjudul “Kritik atas daya penilaian
estetis” dan terbagi menjadi dua bagian yang terkait dengan penilaian estetis
yaitu analisa daya penilaian estetis dan dialektika daya penilaian estetis.
Analisa putusan estetis dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu analisa tentang
cantik (beautiful) dan analisa tentang agung (sublime) Kritik ketiga dari
Immanuel Kant atas rasio dan empirisme yaitu dalam karyanya critique of
jidgement. Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik
atas rasio praktik” ialah munculnya dua lapangan tersendiri yaitu lapangan
keperluan mutlak dibidang alam dan lapangan kebebasan dibidang tingkahlaku
manusia.
Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan
dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial
dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat
menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman,
tidak dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar
nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian
sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan demikian, rasionalisme dan empirisme seharusnya bergabung
agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional
sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian maka kemungkinan
akan lahir aliran baru yaitu Rasionalisme empiris.[15]
KESIMPULAN
Melalui Revolusi
Kopernikan Kant menjadikan manusia sebagai titik sentral dengan menyelidiki struktur-struktur
subyek yang memungkinkan benda-benda diketahui sebagai obyek tidak sebaliknya
seperti yang biasa dilakukan filsuf sebelumnya yang mengandaikan bahwa subyek
mengarahkan diri kepada obyek.
Kant mempunyai beberapa karya yang
sangat penting yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, dan
kritik atas pertimbangan. Beberapa karyanya inilah yang sangat mempengaruhi
pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant.
Karena pemikiran kritisisme mengandung pedoman-pedoman berfikir yang rasional
dan empiris.
Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian
keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu.
Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat selalu dijadikan tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar
nyata dan rasional, sebagaimana mimpi nyata, tetapi “tidak real”, yang demikian
sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiman, F.
Budi. Filsafat Modern. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Higgin, Graham, AntologiFilsafat. PT. BentangPustaka,
Yogyakarta: 2004.
Mustansyar. Rizal, Filsafat Analitik Sejarah, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta 2001.
Palmquist. Stephen. Pohon
Filsafat (judul asli: the tree of philosophy A Course of introductory lectures
for beginning Students of philosophy), Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Q-Anees. Bambang, dkk, Filsafat Untuk Umum,
Kencana : Jakarta 2003.
Sarlito,WirawanSarwono. BerkenalanDenganAliran-alirandanTokohPsikologi, PT. Bulanbintang,.Jakarta: 1999.
Sofyan. Ayi, Kapita
Selekta Filsafat, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Tafsir. Ahmad, Filsafat
Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990.
http://www.mohammadmuslih.com/index.php/2013/05/28/epistemologi-immanuel-kant.
Diakses 15 Sept 2013, 15 05 WIB.
http://www. aminuddin uin malang. com/ index. php/
2010/05/28/ epistemologi.
Diakses 15 Sept 2013,15:20 WIB.
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2013/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html.
Diakses 15 Sept 2013 WIB.
[1]Rizal Mustansyir, Filsafat
Analitk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2001). 33.
[2]Graham Higgin, Antologi Filsafat,
(PT. Bentang Pustaka,Yogyakarta: 2004), hal. 123
[3]Wirawan Sarwono
sarlito. Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi. (Jakarta:
PT. Bulan bintang, 1999) 78.
[4]F. Budi Hardiman, Filsafat Modern,(jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), 131.
[5]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1990), 151.
[6]http://www.mohammadmuslih.com/index.php/2010/05/28/epistemologi-immanuel-kant. Diakses 15 Sept 2013, 15: 05 WIB.
[10]Ibid, 357.
[13]Ibid, 159
[14]http://www. aminuddin uin malang.
com/ index. php/ 2010/05/28/ epistemologi. Diakses 15 Sept 2013, 15:20 WIB.
[15]http://ozziexdanuarta.blogspot.com/2009/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html. Diakses 15 Sept 2013 WIB.
No comments:
Post a Comment