BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kurikulum dari pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak bermakna
manakala tidak diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga
sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak
akan berlangsung secara efektif.
Persoalan bagaimana mengembangkan kurikulum, ternyata bukanlah hal
yang mudah, serta tidak sederhana yang
kita bayangkan. Dalam skala makro, kurikulum berfungsi sebagai suatu alat dan pedoman untuk mengantar peserta
didik sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat. Oleh karena itu, proses
mendesain dan merancang suatu kurikulum mesti harus memperhatikan sistem nilai
yang berlaku beserta perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat itu.
Disamping itu, oleh karena kurikulum juga harus berfungsi mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan bakat dan minatnya, maka
proses pengembangannya harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada peserta
didik.
Kurikulum harus terus menerus dievaluasi dan dikembangkan agar isi
dan muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi ditambah
dengan pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, menuntut suatu desain
kurikulum yang berorientasi pada siswa dan teknologi. Oleh karena itu sangat
penting bagi kita sebagai calon guru dalam mengetahui desain-desain kurikulum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari desain kurikulum?
2.
Apa sajakah sifat-sifat desain kurikulum?
3.
Bagaimana asas dari desain kurikulum?
4.
Bagaimana pola desain kurikulum?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Desain Kurikulum
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian
unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan kurikulum dapat dilihat dari
dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal
berkenaan dengan penyusunan lingkup isi sering diintregasikan dengan proses
belajar dan mengajarnya. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan
sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari
yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dasar diteruskan
dengan yang lanjutan.[1]
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model
kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.[2]
B.
Sifat-Sifat Desain Kurikulum
a.
Strategis, yaitu karena merupakan instrumen yang sangat penting
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
b.
Komprehensif, yang mencakup keseluruhan aspek-aspek kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
c.
Integratif, yang mengintegrasikan rencana yang luas, mencakup
pengembangan dimensi kualitas dan kuantitas.
d.
Realistik, berdasarkan kebutuhan nyatapeserta didik dan kebutuhan
masyarakat.
e.
Humanistik, menitikberatkan pada pengembangan sumber daya manusia,
baik kuantitatif maupun kualitatif.
f.
Futuralistik, mengacu jauh kedepan dalam merencanakan masyarakat
yang maju.
g.
Merupakan bagian integral yang mendukung manajemen pendidikan
secara sitematik.
h.
Perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai
dengan standar nasional.
i.
Berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik.
j.
Bersifat desentralistik, karena dikembangkan oleh daerah sesuai
dengan kondisi dan potensi daerah.[3]
C.
Asas-Asas Desain Kurikulum
a.
Objektivitas, harus memiliki tujuan yang jelas dan spesifik
berdasarkan tujuan pendidikan nasional, data input yang nyata sesuai dengan
kebutuhan.
b.
Keterpaduan, desain kurikulum memadukan jenis dan sumber dari semua
disiplin ilmu, keterpaduan sekolah dan masyarakat, keterpaduan internal, serta
keterpaduan dalam proses penyampaian.
c.
Manfaat, menyediakan dan menyajikan pengetahuan dan keterampilan
sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan dan tindakan, serta
bermanfaat sebagai acuan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan.
d.
Efisiensi dan efektivitas, disusun berdasarkan prinsip efisiensi
dana, tenaga dan waktu dan efektif dalam mencapai tujuan dan hasil pendidikan.
e.
Kesesuaian, disesuaikan dengan sasaran peserta didik, kemampuan
tenaga kependidikan, kemajuan IPTEK, dan perubahan/perkembangan masyarakat.
f.
Keseimbangan, memperhatikan keseimbangan antara jenis bidang studi,
sumber yang tersedia, serta antara kemampuan dan program yang akan
dilaksanakan.
g.
Kemudahan, memberikan kemudahan bagi para pemakainya yang
membutuhkan pedoman berupa bahan kajian dan metode untuk melaksanakan proses
pembelajaran.
h.
Berkesinambungan, ditata secara berkesinambungan sejalan drngan
tahap-tahap, jenis dan jenjang satuan pendidikan.
i.
Pembakuan, dibakukan sesuai jenjang dan jenis satuan pendidikan,
sejak dari pusat, propinsi kabupaten/kota madya.
j.
Mutu, memuat perangkat pembelajaran yang bermutu, sehingga turut
meningkatkan mutu proses belajar dan kualitas lulusan secara keseluruhan.[4]
D.
Pola Desain Kurikulum
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran,
sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
1.
Subject centered design
Merupakan bentuk yang paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan.
Kurikulum ini dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun
atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan
terpisah-pisah. Desain ini berkembang dari konsep pendidikan klasik yang
menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya
untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Model desain ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
a.
Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan.
b.
Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, asal sudah
menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan sering dipandang sudah dapat
menyampaikannya.
Adapun kekurangan dari model ini, diantaranya:
a.
Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal ini
bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan
satu kesatuan.
b.
Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat
pasif.
c.
Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lal,
dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Ada tiga bentuk subject centered design, yaitu:
1)
The subject design,
Merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered
design. Materi ini disajikan terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata
pelajaran. Pada saat itu pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi dan
status sosial(Liberal Art).Pada abad ke 19 pendidikan tidak lagi
diarahkan pada Liberal Art namun pada pendidikan yang lebih bersifat
praktis, berkenana dengan mata pencaharian.
Kelemahan bentuk kurikulum ini adalah:
a)
Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah.
b)
Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian
sekarang.
c)
Kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman peserta didik.
d)
Isinya disususn berdasarkan sistematika ilmusering menimbulkan
kesukaran dalam mempelajarinya.
e)
Lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan penyampaian.
Kelebihan
bentuk kurikulum ini adalah:
a)
Penyusunannya cukup mudah karena materi pelajaran diambil dari ilmu
yang sudah tersusun sistematis logis.
b)
Bentuk ini sudah dikenal lama sehingga mudah untuk dilaksanakan.
c)
Memudahkan peserta didik untuk mengikuti perguruan tinggi, karena
umumnya menggunakan ini.
d)
Metode yang digunakan adalah metode ekspositori sehingga dapat
dilaksanakan secara efisien.
e)
Bentuk ini sangat ampuh untuk melestarikan dan mewariskan warisan
budaya masa lalu.
2)
The disciplines design
Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design,
keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Namun dari
keduannya ada perbedaan, pada subject design belum ada kriteria yang
tegas tentang apa yang disebut subject(ilmu). Pada disciplines design kriteria
tersebut sudah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau
subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Untuk menegaskan itu hal itu
mereka menggunakan istilah disiplin. Perbedaan lain adalah pada tingkat penguasaan,
disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan
penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman. Peserta didik
didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami
konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip, juga didorong untuk memahami cara
mencari dan menemukannya.
Kelebihan dari bentuk ini adalah:
a)
Tidak hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tapi
juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
b)
Peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil
hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang
berkembang pada siswa.
Adapun
kelemahan dari bentuk ini adalah:
a)
Belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi.
b)
Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau
kehidupan.
c)
Belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta
didik.
d)
Susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun
penggunaannya.
3)
The broad fields design
Dri kedua bentuk di atas masih menunjukkan adanya pemisahan antar
mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah
mengembangkan the broad fields design. Dalam model ini mereka menyatukan
beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang
studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi Ilmu Pengetahuan
Sosial. Tujuan dari kurikulum ini adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini
hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang
bersifat menyeluruh.
Ada dua kelebihan kurikulum ini, yaitu:
a)
Karena bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan
beberapa mata pelajaran tetapi masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan
budaya secara sitematis dan teratur.
b)
Karena mengintegrasikan beberapa mata pelajaran memungkinkan
peserta didik melihat hubungan antar berbagai hal.
Adapun
kelemahan dari kurikulum ini ialah:
a)
Kemampuan guru, untuk guru tingkat sekolah dasar guru mampu
menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi di
perguruan tinggi sukar sekali.
b)
Karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan
secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja.
c)
Pengintegrasian bahan ajar terbatas sekal, tidak menggambarkan
kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya kepada siswa, dengan
demikian kurang membangkitkan minat belajar.
d)
Meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject
design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan
informasi.[5]
2.
Learner-centered design
Sebagai reaksi sekaligus penyempurna terhadap kelemahan subject
centered design. Kurikulum ini memberitempat peserta didik untuk belajar dan
berkembang. Pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong
dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta
didik.
Berikut bentuk learner-centered design:
1)
The activity atau experience design
Ciri-ciri
bentuk ini, diantaranya:
a)
Struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta
didik.
b)
Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan
peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi
disusun bersama oleh guru dengan siswa.
c)
Desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah.[6]
3.
Prolem centered design
Berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia. Konsep
pendidikan model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai
makhluk sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama mereka menghadapi
masalah-masalah bersama dan berinteraksi dalam memecahkan masalah-masalah
sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan kehidupan mereka. Konsep ini
menjadi landasan dalam kurikulum yang mana isi kurikulum berupa masalah-masalah
sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Ada dua model
kurikulum ini, ialah:
1)
The areas of living design
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses dan yang
bersifat isi diintegrasikan. Model desain ini menggunakan pengalaman dan
situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam
mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Kelebihan dari desain ini, diantaranya:
a)
Dalam bentuk teritegrasi.
b)
Menjadikan peserta didik aktif, karena didorong untuk belajar
memecahkan masalah.
c)
Berbentuk releven.
d)
Bersifat fungsional.
e)
Motivasi peserta didik berasal dari dalam dirinya.
Adapun
kelemahannya yaitu:
a)
Penentuan lingkup sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum
yang berbeda.
b)
Lemahnya atau kurangnya kontinuitas organisasi kurikulum.
c)
Mengabaikan warisan budaya.
2)
The core design
Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran
tertentu sebagai inti. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada
kebutuhan individual dan sosial.
Ada beberapa macam bentuk the core design, diantaranya:
a)
The sparate subject core.
b)
The correlated core.
c)
The fused core.
d)
The activity/experience core.
e)
The areas of living core.
f)
The social problem core.[7]
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian
unsur-unsur atau komponen kurikulum.
2.
Sifat-sifat desain kurikulum, yaitu strategis, komprehensif,
integratif, realistik, humanistik, futuralistik, Merupakan bagian integral,
perencanaan kurikulum mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan
standar nasional, berdesersifikasi untuk melayani keragaman peserta didik,
bersifat desentralistik.
3.
Asas-asas desain kurikulum, yaitu objektivitas, keterpaduan,
manfaat, efisiensi dan efektivitas, kesesuaian, keseimbangan, kemudahan,
berkesinambungan, pembakuan mutu.
4.
Pola desain kurikulum, diantaranya:
1.
Subject centered design.
2.
Learner-centered design.
3.
Prolem centered design.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,
Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Rosda.
Sanjaya,
Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Kencana. 2011.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1997.
No comments:
Post a Comment