PENDAHULUAN
Dalam analisis makro
ekonomi terdapat istilah pendapatan nasional atau national income. Istilah
ini menunjukkan untuk menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam
suatu negara. Mengenai arus barang dan jasa yang diproduksi oleh penduduk suatu
negara. Dengan demikian pendapatan nasional mewakili arti produk domestic bruto
atau produk nasional bruto. Arti lain yang menunjukkan pendapatan nasional
ialah jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam kurun
waktu tertentu, yang biasanya dihitung pertahun. Dengan demikian perhitungan
pendapatan nasional dapat dihitung secara berkala.
Pendapatan nasional dalam
pandangan islam berbeda dengan pendapatan nasional yang berlaku pada sistem
ekonomi kenvensional. Dalam pengertiannya, pendapatan nasional dalam pandangan
islam lebih diutamakan pemerataan kesejahteraan masyarakat, bukan sebatas
statistik angka yang telah diperhitungkan diatas kertas.
Pendapatan secara
konvensional berarti jumlah seluruh produksi barang dan jasa yang kemudian
dibagi oleh besarnya jumlah penduduk yang mendiami negara tersebut. Perhitungan
ini tidak memperhitungkan aspek lain. Berbeda dengan pemahaman yang dianut
kalangan konvensional, pandangan islam mengenai pendapatan nasional berarti memperhitungkan
pendapatan nasional yang benar-benar memperhatikan tingkat kesejahteraan
penduduk, baik yang didesa hingga pemerataan zakat dan sedekah.
Perbedaan besar antara
pendapatan nasinal yang berlaku antara kalangan konvensional dan islam, terletak
pada sistem al-falah yang berupa konsep dimana suatu pendapatan nasional
tidak hanya berbentuk berupa harta atau angka statistik, melainkan menyentuh
aspek-aspek rohaniyah. Sehingga pendapatan nasioanl tidak hanya berupa tuntutan
jasadiyah, melainkan bagaimana pendapatan nasional dapat memperkaya
penduduknya baik berupa materi hingga kekayaan rohani.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Pendapatan Nasional
1.
Pendapatan
nasional adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor
produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu.[1]
2.
Pendapatan
nasional adalah nilai (dalam uang) barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
satu negara (perekonomian) selama satu periode tertentu, biasanya satu tahun.[2]
3.
Pendapatan
nasional adalah nama yang diberikan kepada total nilai nominal barang-barang
dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu tahun tertentu.[3]
Secara
sederhana pendapatan nasional dapat diartikan seperti pengertian tersebut.
Namun ada istilah yang terkait dengan pendapatan nasional yang beragam, yaitu:
1.
Produk
Domestik Bruto (Gross Domestic Product/
GDP).
2.
Produk
Nasional Bruto (Gross National Product/
GNP).
3.
Produk
Nasional Netto (Net National Product/
NNP).
Perhitungan
pendapatan nasional akan memberikan perkiraan GDP secara teratur yang merupakan
ukuran dasar dari performansi perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa.
Selain itu perhitungan pendapatan nasional juga berguna untuk menerangkan
kerangka kerja hubungan antara variable makroekonomi, yaitu output, pendapatan, dan pengeluaran,
seperti terlihat pada skema berikut.
1.
|
3.
|
2.
|
Arus Pendapatan dan Pengeluaran
Gambar diatas menjelaskan tentang adanya dua arus (flow), yaitu:
1.
Arus
barang berupa penyerahan faktor produksi dari rumah tangga konsumen ke rumah
tangga produsen (1) dan penyerahan barang-barang dan jasa dari rumah tangga
produsen ke rumah tangga konsumen (4).
2.
Sedangkan
arus (flow) uang terjadi penerimaan
pendapatan yang diperoleh rumah tangga konsumen dari rumah tangga produsen (2)
dan pengeluaran yang dilakukan rumah tangga konsumen pada rumah tangga produsen
(3).
Pendapatan nasional dapat dihitung dengan 3 pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan
produksi (production approach).
2.
Pendekatan
pendapatan (income approach).
3.
Pendekatan
pengeluaran (expenditure approach).[4]
B.
Pendapatan
Nasional dengan Pendekatan Produksi (Gross
Domestic Product/ GDP)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi
diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sektor produksi. Penggunaan konsep
nilai tambah dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double-count). Sebagai contoh kita tidak
akan memasukan seluruh harga sebuah pakaian ke dalam perhitungan pendapatan
nasional dan kemudian juga memasukan kain, benang, ataupun kapas sebagai bagian
dari perhitungan pendapatan nasional. Komponen-komponen pakaian, seperti kain,
benang, ataupun kapas merupakan barang antara (intermediary goods) yang tidak dimasukan dalam komponen perhitungan
pendapatan nasional. Jadi, yang dimasukan ke dalam perhitungan pendapatan
nasional hanya barang jadi atau barang-barang siap pakai (final goods).
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi di
Indonesia dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor
industri tersebut dikelompokan menjadi 11 sektor atas dasar ISIC (International Standard Industrial Classification)
yang meliputi:
1.
Sektor
produksi pertanian.
2.
Sektor
produksi pertambangan dan penggalian.
3.
Sektor
industri manufaktur.
4.
Sektor
produksi listrik, gas, dan air minum.
5.
Sektor
produksi bangunan.
6.
Sektor
produksi perdagangan, hotel, dan restoran.
7.
Sektor
produksi transportasi dan komunikasi.
8.
Sektor
produksi bank dan lembaga keuangan lainnya.
9.
Sektor
produksi sewa rumah.
10.
Sektor
produksi pemerintahan dan pertahanan.
11.
Sektor
produksi jasa lainnya.[5]
Dalam
perkembangan selanjutnya perhitungan dengan pendekatan produksi di Indonesia
menggunakan 9 sektor. Sebagai contoh bentuk perhitungan pendapatan nasional selama
periode tahun 2012, sebagai berikut:
PDB Menurut
Lapangan Usaha
Atas Dasar
Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (triliun rupiah)
Lapangan Usaha
|
Harga Berlaku
|
Haga Konstan 2000
|
|||
Triwulan I-2012
|
Triwulan II-2012
|
Triwulan I-2012
|
Triwulan II-2012
|
||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
|
1.
|
Pertanian,
Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
|
301,4
|
303,0
|
82,4
|
84,4
|
2.
|
Pertambangan
dan Penggalian
|
253,5
|
248,6
|
48,2
|
47,9
|
3.
|
Industri
Pengolahan
|
466,9
|
482,6
|
160,7
|
165,1
|
4.
|
Listrik,
Gas, dan Air Bersih
|
14,6
|
15,5
|
4,8
|
5,0
|
5.
|
Konstruksi
|
199,1
|
211,0
|
40,5
|
42,3
|
6.
|
Perdagangan,
Hotel, dan Restoran
|
266,5
|
283,2
|
111,8
|
117,6
|
7.
|
Pengangkutan
dan Komunikasi
|
130,2
|
132,8
|
63,8
|
65,0
|
8.
|
Keuangan,
Real Estat, dan Jasa Perusahaan
|
143,5
|
146,8
|
61,5
|
62,6
|
9.
|
Jasa-jasa
|
202,0
|
226,6
|
59,1
|
60,7
|
PDB
|
1 977,7
|
2 050,1
|
632,8
|
650,6
|
|
PDB Tanpa Migas
|
1 811,3
|
1 887,8
|
597,8
|
616,2
|
Sumber: www.bps.go.id
C.
Pendapatan
Nasional dengan Pendekatan Pengeluaran (Gross
National Product/ GNP)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran
dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi, yaitu:
1.
Rumah
tangga berupa konsumsi (consumption/
C).
2.
Perusahaan
berupa investasi (investment/ I).
3.
Pengeluaran
pemerintah (government/ G).
4.
Pengeluaran
ekspor dan impor (export-import/ X-M).[6]
Perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan ini biasa dituliskan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
1.
Y =
C + I, untuk perekonomian tertutup tanpa peranan pemerintah.
2.
Y =
C + I + G, untuk perekonomian tertutup dengan peranan pemerintah.
3.
Y =
C + I + G + (X-M), untuk perekonomian terbuka.
Secara
sederhana dapat dinyatakan GDP adalah nilai barang jadi yang diproduksi di
dalam negeri. Sedangkan di dalam GNP ada bagian barang atau jasa yang diperoleh
dari luar negeri. Misalnya, pendapatan dari seorang warga negara Indonesia yang
bekerja di Amerika adalah bagian dari GNP Indonesia tetapi bukan bagian dari
GDP Indonesia karena pendapatan itu tidak dihasilkan di Indonesia. Contoh lain,
keuntungan perusahaan Astra International (Perusahaan Jepang) yang operasi
pabriknya ada di Indonesia adalah bagian dari GNP Jepang bukan GNP Indonesia.
Dari Penjelasan
perbedaan GDP dengan GNP tersebut, maka ada 3 kondisi yang mungkin terjadi pada
suatu negara, yaitu:
1.
Nilai
GDP lebih besar dari GNP (GDP > GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di
luar negeri akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing
di negara itu.
2.
Nilai
GDP lebih kecil dari GNP (GDP < GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suau negara yang bekerja di
luar negeri akan lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing
di negara itu.
3.
Nilai
GDP sama dengan GNP (GDP = GNP)
Hal ini berarti penghasilan penduduk suatu negara yang bekerja di
luar negeri akan sama besar bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di
negara itu.[7]
Berikut adalah skema yang berkaitan dengan GNP:
PDB Menurut
Pengeluaran
Atas Dasar
Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (triliun rupiah)
Jenis
Pengeluaran
|
Harga Berlaku
|
Harga Konstan
2000
|
||||
Triwulan
I-2012
|
Triwulan
II-2012
|
Triwulan
I-2012
|
Triwulan
II-2012
|
|||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
||
1.
|
Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga
|
1 072,1
|
1 097,1
|
351,1
|
355,9
|
|
2.
|
Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah
|
137,4
|
184,0
|
38,4
|
48,9
|
|
3.
|
Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)
|
629,4
|
673,2
|
154,4
|
164,1
|
|
4.
|
a.
|
Perubahan
Inventori
|
50,5
|
72,3
|
19,1
|
26,5
|
b.
|
Diskrepansi
Statistik
|
86,2
|
70,4
|
4,2
|
7,6
|
|
5.
|
Ekspor
Barang dan Jasa
|
489,5
|
498,5
|
302,0
|
305,9
|
|
6.
|
Dikurangi
Impor Barang dan Jasa
|
487,4
|
545,4
|
236,4
|
258,3
|
|
PDB
|
1 977,7
|
2 050,1
|
632,8
|
650,6
|
Sumber: www.bps.go.id
D.
Pendapatan
Nasional dengan Pendekatan Pendapatan (Net
National Product/ NNP)
Berbeda dengan GNP, maka NNP merupakan GNP dikurangi penyusutan
dari stok modal yang ada selama periode tertentu. Penyusutan merupakan ukuran
dari bagian GNP yang harus disisihkan untuk menjaga kapasitas produksi dari
perekonomian (contoh: pajak tidak langsung, pajak penjualan, dsb). Biasanya
data GNP lebih banyak digunakan dibandingkan NNP karena persoalan estimasi
penyusutan mungkin tidak teliti dan juga tidak tersedia denan cepat sedangkan
perkiraan GNP tersedia dalam bentuk sementara.[8]
E.
GDP
Riil (Real GDP) dan GDP Nominal (Nominal GDP)
GDP nominal mengukur nilai output
atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang
berlaku pada periode tersebut atau dikenal dengan istilah current price. Sedangkan yang dimaksud dengan GDP riil mengukur
nilai output atau pendapatan nasional
pada periode tertentu menurut harga yang ditentukan (harga pada tahun dasar
atau dikenal dengan istilah harga konstan/ constant
price). Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan dengan menggunakan data sebagai
berikut:
Tahun
|
Harga Beras
|
Kuantitas Beras
|
Harga Roti
|
Kuantitas Roti
|
2010
|
4.000
|
150
|
1.500
|
200
|
2011
|
5.000
|
300
|
2.000
|
250
|
2012
|
6.000
|
400
|
2.300
|
300
|
Berdasarkan data diatas (dimisalkan perekonomian hanya menghasilkan
2 jenis barang), maka dapat dihitung GDP nominal dan GDP riil sebagai berikut:[9]
1.
GDP
nominal
a.
Tahun
2010 = (4.000 x 150) + (1.500 x 200) = 900.000
b.
Tahun
2011 = (5.000 x 300) + (2.000 x 250) = 2.000.000
c.
Tahun
2012 = (6.000 x 400) + (2.300 x 300) = 3.090.000
2.
GDP
riil (diamsusikan tahun dasar 2010)
a.
Tahun
2010 = (4.000 x 150) + (1.500 x 200) = 900.000
b.
Tahun
2011 = (5.000 x 150) + (2.000 x 200) = 1.150.000
c.
Tahun
2012 = (6.000 x 150) + (2.300 x 200) = 1.360.000
Dari hasil
perhitungan terlihat bahwa nilai GDP nominal tahun 2011 dan 2012 jauh lebih
besar dibandingkan dengan nilai GDP riil tahun yang sama. Kenaikan GDP nominal
jangan selalu dipandang sebagai kenaikan/ prestasi perekonomian dalam
menghasilkan barang dan jasa. Karena bisa terjadi kenaikan GDP nominal
disebabkan kenaikan harga yang cukup tinggi.
Jadi kita mengacu
kepada GDP riil dan bukannya nominal untuk membandingkan output pada tahun yang berbeda.
Berdasarkan
perhitungan GDP nominal dan GDP riil, maka kita dapat juga menghitung GDP deflator (mengukur tingkat inflasi) yang merupakan perbandingan
antara GDP nominal dengan GDP riil.[10]
F.
Pendapatan
Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam
Prof. Willian Nordhans dan James Tobin, bersama-sama dalam tahun
1971 mengajukan konsep MEW (Measure of
Economic Welfare), tetapi sayang konsep ini tidak berkembang dan sampai
saat ini cenderung penggunaan GDP/ GNP riil sebagai ukuran kesejahteraan suatu
negara masih digunakan. Beberapa keberatan penggunaan GDP/ GNP riil sebagai
indikator kesejahteraan suatu negara sebagai berikut:
1.
Umumnya
hanya produksi yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP.
2.
GNP
juga tidak menhitung nilai waktu istirahat (leisure
time), padahal ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan.
3.
Kejadian
buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal kejadian tersebut
jelas mengurangi kesejahteraan.
4.
Masalah
polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP.[11]
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya adalah penggunaan parameter falah.
Falah adalah kesejahteraan hakiki,
kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke
dalam pengertian falah ini. Ekonomi
Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi (nidhom
al-iqtishad) merupakan sebuah sistem yang dapat mengantarkan umat manusia
kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
Memang benar bahwa semua sistem ekonomi baik yang sudah tidak eksis lagi dan
telah terkubur oleh sejarah maupun yang saat ini
sedang berada di puncak kejayaannya, bertujuan untuk mengantarkan kesejahteraan
kepada para pemeluknya. Namun lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada
peningkatan GNP yang tinggi, yang kalau dibagi dengan jumlah penduduk akan
menghasilkan per capita income yang
tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapat angka
maksimal. Akan tetapi pendapatan perkapita yang tinggi bukan satu-satunya
komponen pokok yang menyusun kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary condition dalam isu
kesejahteraan dan bukan sufficient
condition. Al-falah dalam
pengertian Islam mengacu kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri. Dalam
Islam, esensi manusia ada pada kerohaniannya. Karena itu seluruh kegiatan
duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi
tuntutan fisik jasadiyah melainkan
juga memenuhi kebutuhan rohani dimana roh merupakan esensi manusia (Mannan, 1984).[12]
Maka dari itu, selain harus memasukan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan
nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi
instrumrn-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan
umat.
Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara
untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem
moral dan sosial Islam (Mannan, 1984). Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa
diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam,
sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias.
4 hal tersebut adalah:
1.
Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Penyebaran Pendapatan
Individu Rumah Tangga.
Kendati GNP dikatakan dapat mengukur kinerja kegiatan ekonomi yang
terjadi di pasar, GNP tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata
dari output perkapita. Semestinya,
penghitungan pendapatan nasional Islami harus dapat mengenali penyebaran
alamiah dari output perkapita
tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa masuk.
Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional biasa dideteksi secara
akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup
di bawah garis kemiskinan.[13]
2.
Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi di Sektor
Pedesaan.
Sangatlah disadari bahwa tidaklah mudah mengukur secara akurat
produksi komoditas subsisten, namun
bagaimanapun juga perlu satu kesepakatan untuk memasukan angka produksi
komoditas yang dikelola secara subsisten
ke dalam penghitungan GNP. Paling tidak, dugaan kasar dari hasil produksi subsisten tersebut harus masuk ke dalam
penghitungan pendapatan nasional. Komoditas subsisten
ini, khususnya pangan, sangatlah penting di negara-negara muslim yang baru
dalam beberapa dekade ini masuk dalam percaturan perekonomian dunia.
3.
Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi
Islami.
Kita sudah melihat bahwa angka rata-rata perkapita tidak
menyediakan kepada kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahteraan yang
sesungguhnya. Adalah sangat penting untuk mengekspresikan kebutuhan efektif
atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa, sebagai persentase total konsumsi.
Hal itu perlu dilakukan karena, kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar
seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih,
rekreasi dan pelayanan publik lainnya, sesungguhnya bisa menjadi ukuran
bagaimana tingkat kesejahteraan dari suatu negara atau bangsa.[14]
4.
Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan
Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antarsaudara dan Sedekah.
Kita tahu bahwa GNP adalah ukuran moneter dan tidak memasukan transfer payments seperti sedekah. Namun
haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat
Islam, dan ini bukan sekedar pemberian secara sukarela pada orang lain namun
merupakan bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam
masyarakat Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang
mengalami kesulitan ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya
mengukur nilai dari pergerakan dana semacam ini dapat menjadi informasi yang
sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang
mengakar di masyarakat Islam.[15]
KESIMPULAN
1.
Pendapatan
nasional adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh
faktor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu.
2.
Pendapatan
nasional dapat dihitung dengan 3 pendekatan, yaitu:
a.
Pendekatan
produksi (production approach)/ GDP.
b.
Pendekatan
pendapatan (income approach)/ GNP.
c.
Pendekatan
pengeluaran (expenditure approach)/
NNP.
3.
GDP
nominal mengukur nilai output atau
pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang
berlaku pada periode tersebut atau dikenal dengan istilah current price. Sedangkan yang dimaksud dengan GDP riil mengukur
nilai output atau pendapatan nasional
pada periode tertentu menurut harga yang ditentukan (harga pada tahun dasar
atau dikenal dengan istilah harga konstan/ constant
price). Berdasarkan perhitungan GDP nominal dan GDP riil, maka kita dapat
juga menghitung GDP deflator
(mengukur tingkat inflasi) yang
merupakan perbandingan antara GDP nominal dengan GDP riil.
4.
Beberapa
keberatan penggunaan GDP/ GNP riil sebagai indikator kesejahteraan suatu negara
sebagai berikut:
a.
Umumnya
hanya produksi yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP.
b.
GNP
juga tidak menhitung nilai waktu istirahat (leisure
time), padahal ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan.
c.
Kejadian
buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal kejadian tersebut
jelas mengurangi kesejahteraan.
d.
Masalah
polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP.
5.
Satu
hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah
penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan hakiki,
dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini. Setidaknya ada 4 hal yang
semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan
ekonomi Islam, yaitu:
a.
Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Penyebaran Pendapatan Individu Rumah Tangga.
b.
Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi di Sektor Pedesaan.
c.
Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami.
d.
Penghitungan
Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui
Pendugaan Nilai Santunan Antarsaudara dan Sedekah.
DAFTAR
PUSTAKA
Dornbusch, Rudiger. Macroeconomics. Terj. Sahat Simamora.
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997.
Huda, Nurul. Ekonomi Makro Islam (Pendekatan Teoritis).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Nasution, Mustafa
Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi
Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Nopirin. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 1997.
Samuelson, Paul A. Macroeconomics. Terj. Haris Munandar.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1992.
[1] Rudiger Dornbusch, Macroeconomics, Terj. Sahat Simamora (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1997), 41.
[2] Nopirin, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta,
1997), 63.
[3] Paul A. Samuelson, Macroeconomics, Terj. Haris Munandar (Jakarta:
PT. Gelora Aksara Pratama, 1992), 101.
[4] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam (Pendekatan Teoritis) (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), 21.
[5] Ibid., 22.
[6] Ibid., 24.
[7] Ibid., 25.
[8] Nopirin, Pengantar, 71.
[9] Huda, Ekonomi, 26.
[10] Ibid., 27.
[11]
Ibid., 28.
[12] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 195.
[13] Ibid., 197.
[14] Ibid., 200.
dowload file lengkap Ruang Lingkup Pendapatan Nasional dalam Ekonomi Islam di jurnalmakalah.com
ReplyDelete