BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Teknologi
pendidikan dapat dipandang dari berbagai sisi. Cara pandang tersebut melandasi
langkah gerak teknologi pendidikan dalam dunia pendidikan. teknologi pendidikan
dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu, bidang garapan, dan profesi.
Masing-masing sudut pandang memiliki syarat-syarat tersendiri dan teknologi
pendidikan sudah memenuhi seluruh persyaratan ditinjau dari ketiga visi tadi. Peningkatan teknologi pendidikan
sebagai konstruk teoritik dan profesi ditentukan oleh kawasan dan bidang
garapan. Bidang garapan mengembangkan, menerapkan, membuktikan dan memperbaiki
teori berdasarkan masukan dari lapangan. Teknologi pendidikan dalam arti sempit
bisa merupakan media pendidikan yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam
pendidikan agar berhasil guna, efisien dan efektif. Sedangkan teknologi dalam
arti luas menurut Association for Educational Communication and Technology
(AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur,
ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan
pemecahan, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang
menyangkut semua aspek belajar manusia.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa maksud
konstruk teoritik teknologi pendidikan?
2.
Apa maksud
bidang atau kawasan teknologi pendidikan?
3.
Apa maksud
profesi teknologi pendidikan?
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Konstruk
Teoritik Tekhnologi Pendidikan
Ada asumsi bahwa seakan-akan metode untuk
mengonstruksi teori itu mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan
disetujui secara universal. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana
mengonstruksi suatu teori, tidak disangsikan bahwa untuk mengonstruksi teori
itu merupakan suatu proses yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat
dimasukkan dalam satu pun klasifikasi. Pada umumnya dimufakati bahwa ada dua
metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif.
1.
Konstruksi teori secara deduktif
Teoretikus deduktif bekerja dari atas ke
bawah. Ia membangun suatu teori yang kelihatannya logis dengan dasar apriori.
Kemudian, teori itu diuji melalui eksperimen-eksperimen yang sifatnya
ditentukan oleh teori tersebut. Dalam teori ini mula-mula dirumuskan sekumpulan
asumsi dasar atau postulat-postulat dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu
yang telah dikenal. Dari postulat-postulat ini dikeluarkan hipotesis-hipotesis
atau teorema-teorema. Hipotesis-hipotesis ini kemudian diuji, lalu hipotesis
yang terbukti benar, dipertahankan. Dengan cara yang sama postulat-postulat
yang menghasilkan teorema atau hipotesis yang benar dipertahankan sehingga
selama periode tertentu, teori itu mengalami koreksi sendiri. Pada umumnya
inilah ciri-ciri teori deduktif. Teori deduktif selalu berada dalam proses
koreksi sehingga menuntut banyak dilakukan penelitian-penelitian. Hal yang
menjadi masalah dengan teori semacam ini ialah andaikata sebagian besat
postulat itu tidak benar, akan menyebabkan dilakukannya penelitian-penelitian
yang kurang begitu berguna.
2.
Konstruksi teori secara induktif
Teoritis induktif bekerja dari bawah ke atas,
menyusun sistem-sistem (dapat disebut teori-teori mini) yang memperhatikan
hasil-hasil penelitian yang telah
berkali-kali diuji. Lalu menyusun sistem-sistem yang lebih tinggi
tingkatannya sebagai generalisasi teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu
teori yang dapat mencakup semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya.
Pendekatan semacam ini mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang
mengonstruksi teori itu tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang
“kebenarannya” cukup tinggi. Akan tetapi, ada masalah yang dihadapinya, yaitu
cara ini kerap kali menyebabkan timbulnya teori yang rendah tingkatannya.
Diantaranya ada yang tidak khas, fungsinya bertumpang tindih satu dengan yang
lain.
3.
Keadaan sekarang
Dua cara konstruksi teori yang telah
dikemukakan di atas sebenarnya merupakan dua hal yang ekstrem. Ada teoritikus
yang pada kenyataannya lebih suka pada cara yang satu, tetapi ada pula yang
suka pada cara yang lain, walaupun setiap teoretikus itu akan menggunakan
strategi yang mengandung unsur-unsur kedua pendekatan itu. Pilihan antara
metode deduktif atau cara induktif mungkin didasarkan atas keyakinan seorang
teoretikus terhadap “hal-hal yang telah diketahui” dalam bidangnya.bila
seseorang merasa bahwa dalam psikologi ada fakta-fakta tertentu yang sudah
mantap sekali difahami dan sudah ada cukup pemahaman tentang bekerjanya
proses-proses dasar psikologi, penggunakan metode deduktif dibenarkan.
Sebaliknya, bila seseorang kurang yakin akan nilai-nilai ilmiah data psikologi
yang ada, metode induktiflah yang lebih baik. Dalam psikologi, ada
teoretikus-teoretikus yang secara sengaja menggunakan kedua metode ini dalam
penelitian mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Mereka ini
disebut para fungsionalis. Pendekatan fungsioanlis dalam konstruksi teori
merupakan ciri khas psikologi dewasa ini.[1]
B.
Bidang
atau Kawasan Tekhnologi Pendidikan
Kawasan
merupakan suatu realisasi dari definisi bidang teknologi pembelajaran. Kawasan
mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar mampu
memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dapat dilkukan
oleh para praktisi. Rumusan kawasan ang
dikembangkan disiplin teknologi pendidikan dan pembelajaran disiapkan melalui
rumusan AECT thun 1972 dan 1994. Tahun
1977 satgas AECT menghasilkan dua definisi dan dua kawasan yaitu teknologi
pendidikan dan teknologi pembelajaran. AECT tahun 1994bhanya menelurkan satu
definisi dan satu kawasan yaitu teknologi pembelajaran. Namun dalam penjelasannya,
definisi tersebut berhasil memilih antara teori dan praktik.[2]
Berikut rincian kawasan atau bidang teknologi pendidikan:
1.
Kawasan Desain
a. Pengertian
kawasan desain
Kawasan desain
adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan
strategi. Kawasan desain meliputi; desain, sistem pembelajaran, desain pesan, strategi
pembelajaran, karakteristik peserta didik dsn lain-lain.
b. Kecenderungan
dan permasalahan
Kecenderungan
permasalahan dalam kawasan desain berpusat pada penggunaan desain sistem
pembelajaran yang tradisional, aplikasi teori belajar dalam desain, dan
pengaruh teknologi baru pada proses penyusunan desain. Salah satu masalah yang
sangat penting adalah perlunya teori yang menghubungkan klasifikasi belajar
dengan pemilihan media.
2.
Kawasan
Pengembangan
a. Pengertian
Kawasan Penelitian
Kawasan
pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk
fisik. Kawasan pengembangan berorientasi pada produk media pembelajaran yang
kisi-kisi modelnya dihasilkan dari kawasan desain. Kawasan pengembangan
meliputi; teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer
dan teknologi terpadu.
b. Kecenderungan
dan permasalahan
Kecenderungan
dan permasalahan dalam teknologi pendidikan dari kawasan pengembangan terletak
pada tantangan mendesain teknologi interaktif,
penerapan konstruktivisme dan teori belajar sosial, sistem pakar dan
otonomisasieralatan pengembangan, serta aplikasi untuk belajar jarak jauh.
3.
Kawasan
Pemanfaatan
a. Pengertian
kawasan pemanfaatan
Adalah aktifitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Kawasan pemanfaatan mencakup;
pemanfaatan media, difusi inovasi, Implementasi dan pengembangan, kebijakan dan
regulasi.
b. Kecenderungan
dan permasalahan
Kecenderungan
dan permasalahan dalam kawasan pemanfaatan umumnya berkisar pada kebijakan dan
peraturan yang mempengaruhi penggunaan, difusi, implementasi, dan pelembagaan.
4.
Kawasan
Pengelolaan
a. Pengertian
kawasan pengelolaan
Pengelolaan
adalah bagian integral dan sering dihadapi oleh para teknolog pembelajaran.
Peran pengelolaan ini sering dihadapi sebagai pemimpin/pejabat lembaga atau
organisasi, baik dalam suatu unit besar atau hanya suatu unit terkecil
organisasi. Prinsip pengelolaan diantaranya; perencanaan, pengorganisasian,
pengoordinasian, dan supervisi.
Pengelolaan meliputi; pengelolaan proyek, pengelolaan sumber,
pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaasn informasi.
b. Kecenderungan
dan permasalahan
Kecenderungan
terhadap peningkatan dan pengelolaan kualitas dari dunia industri tampaknya akan
menyebar ke dunia pendidika. Hal tersebut akan membawa dampak pada kawasan
pengelolaan.
5.
Kawasan
Penilaian
a. Pengertian
kawasan penilaian
Adalah proses
penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian adalah kegiatan
unutk mengkaji serta memperbaiki suatu produk atau program. Kawasan penilaian
beranjak dari: analisis masalah, pengukuran acuan patokan dan evaluasi.
b. Kecenderungan
dan permasalahan
Penilaian
kebutuhan dan jenis “front-end analysis”
yang lain semula berorientasi terutama pada perilaku dengan menitik beratkan
pada data kinerja dan penjabaran materi atau isi jadi bagian-bagian yang lebih
kecil.[3]
C.
Profesi
Tekhnologi Pendidikan
1.
Definisi Profesi
Secara
etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris Profession atau
bahasa latin Profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan
mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminologi,
profesi dapat diartikan sebagai suttu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan
manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan
pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.[4]
Profesi dianggap
sebagai upaya pengembangan diri seseorang terkait dengan keahlian yang
dimiliki. Profesi juga dianggap sebagai sekumpulan orang yang memiliki
kualifikasi tertentu untuk mengerjakan suatu tugas, misalnya profesi keguruan.
Keahlian diperoleh karena orang tersebut sudah mengikuti program pendidikan
tertentu, salah satunya melalui program kesarjanaan. Profesi diperoleh seorang
terdidik melalui penjenjangan kemampuan. Pengalaman selanjutnya menjadi aspek
kedua yang menjadi pertimbangan untuk meningkatkan jenjang profesi. Pendidikan
dan pengalaman menjadi tolok ukur peningkatan karier seseorang sekaligus unjuk
kinerja yang baik. Ciri-ciri profesi yaitu mensyaratkan kemampuan akademis yang
baik, memerlukan kriteria unjuk kinerja atau prestasi di bidang terkait, serta
adanya upaya peningkatan kinerja oleh yang bersangkutan. Terkait dengan profesi
dan pekerjaan, bersikap profesional adalah tuntutan yang wajar. Seseorang yang
profesional dalam melaksanakan pekerjaannya adalah seseorang yang dapat
menunjukkan kinerja sesuai dengan disiplin ilmu, berdisiplin, bertanggung jawab
serta konsisiten atas apa yang dikerjakannya. Dengan sikap yang profesional
ini, orang tersebut juga memperoleh hak yang sesuai untuk tanggung jawab dan
keahlian bidangnya.
Sebagai profesi,
teknologi pendidikan telah memenuhi persyaratan selain mempunyai pola
pendidikan formal, gelar berjenjang. Selain itu, prsyaratan yang telah dipenuhi
oleh teknologi pendidikan di antaranya meliputi hal-hal yaitu, pelatihan dan
sertifikasi, publikasi ilmiah, kepemimpinan, asosiasi profesi, pengkuan masyarakat,
kode etik.[5]
2.
Kriteria profesi
National
Education Association (NEA) 1948. Menyarankan kriteria guru sebagai berikut:
a.
Jabatan
yang melibatkan kegiatan intelektual
b.
Jabatan
yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
c.
Jabatan
yang memerlukan persiapan professional yang lama
d.
Jabtan
yang memerlukan ‘latiahan dalam jabatan’ yang bersinambungan
e.
Jabatan
yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
f.
Jabatan
yang menentukan standarnya sendiri
g.
Jabatan
yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
h.
Jabatan
yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.[6]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Konstruk
Teoritik Pendidikan
Ada asumsi bahwa seakan-akan metode untuk
mengonstruksi teori itu mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan
disetujui secara universal. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana
mengonstruksi suatu teori, tidak disangsikan bahwa untuk mengonstruksi teori
itu merupakan suatu proses yang sifatnya sangat individual dan tidak dapat
dimasukkan dalam satu pun klasifikasi. Pada umumnya dimufakati bahwa ada dua
metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif.
2.
Bidang/Kawasan
Teknologi Pendidikan
Kawasan
merupakan suatu realisasi dari definisi bidang teknologi pembelajaran. Kawasan
mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin ilmu agar mampu
memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik yang dapat dilkukan
oleh para praktisi.
3.
Profesi
Teknologi Pendidikan
Secara etimologi, profesi berasal dari istilah
bahasa Inggris Profession atau bahasa latin Profecus, yang
artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan
pekerjaan tertentu. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suttu
pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan
pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang
dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar , Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. 2011.
Danim, Sudarwan. Inovasi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2002.
Darmawan,
Deni. Inovasi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2012.
Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana Perdana Media Group. 2014.
Soetjipto. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Profil SD Negeri 2 Badegan
Visi : terwujudnya pribadi siswa yang
bertaqwa, berakhlak mulia, berprestasi, sehat, berbudaya dan berwawasan luas
yang dilandasi oleh ajaran agama.
Misi :
1. Menanamkan keyakinan melalui pengalaman agama.
2. Menumbuhkembangkan pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
bahasa, olah raga dan seni budaya sesuai bakat, minat dan potensi siswa.
3. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.
4. Menjalin kerja sama yang harmonis antara warga sekolah, komite dan
lingkungan.
5. Unggul dalam prestasi.
Profil Guru PAI
Nama : Satiman, S.Pd.I
Ttl : Ponorogo, 11 Januari 1961.
Nip : 1961011111985041002
Alamat : Desa Nglambong Badegan Ponorogo.
Hasil wawancara:
1. Menurut Bapak tugas guru itu apa saja?
Jawab: mendidik dan membimbing anak agar anak berbudi pekerti yang luhur,
mau melaksanakan sholat lima waktu dan mau membaca al-qur’an.
2. Bagaimana cara Bapak mengajar?
Jawab: menggunakan kurikulum yang ada, juga dengan beberapa metode dengan
cara mengembangkan kurikulum yang ada.
3. Apa motivasi Bapak menjadi seorang guru?
Jawab: ingin memperjuangkan Agama, serta mendidik anak agar terbentuk budi
pekerti yang luhur.
4. Menjadi seorang guru itu suatu profesi yang menyenangkan atau malah menjadi
suatu beban?
Jawab: menjadi guru itu suatu yang menyenangkan, karena jadi guru itu dapat
mencerdaskan anak bangsa serta memberikan ajaran agama.
5. Apa keluh kesah Bapak menjadi seorang guru?
Jawab: awal masuk jadi seorang guru itu minder dan adaptasi dengan
guru-guru yang lain itu juga berat. Dan saat mengajar itu takut keliru karena
belum pernah sukuan dan langsung diangkat menjadi seorang guru.
6. Selain menjadi guru, seorang sarjana pendidikan itu bisa menjadi apa?
Jawab: seharusnya sarjana pendidikan itu jadi guru. Akan tetapi jika tidak
dapat kesempatan jadi guru di sekolah bisa jadi guru ngaji, jad Da’i/Da’iyah,
dll.
Hasil Dokumentasi
No comments:
Post a Comment