BAB I
SURAT BERHARGA
A.
Pengertian dan Penggolongan Surat Berharga
Didalam dunia perniagaan atau perusahaan dikenal adanya surat-surat
perniagaan yang mencakupsurat berharga (negotiable instrument, comercial
paper, waarde papier) dan surat yang
berharga (letter of value, papieren van warde).
Menurut Molengraaf, surat berharga
adalah akta atau alat bukti yang sah oleh undang-undang atau kebiasaan
diberikan suatu legitimasi kepada pemegangnya untuk menuntut haknya untuk
piutangnya berdasarkan surat tersebut. Molengraaf memandang surat berharga dan surat yang
berharga dalam satu kelompok.
Abdul Kadir Muhammad mendefinisikan surat berharga sebagai surat
yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu
prestasi, yang berupa uang, tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan
menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya
mengandung perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup untuk membayar
sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.
Oleh karena peran surat berharga seperti uang, maka ia diperlakukan
seperti uang. Syaratnya ialah dapat dipindahtangankan secara bebas, dapat
diuangkan setiap saat oleh pemegangnya, menurut ketentuan undang-undang maupun
menurut kebiasaan pedagang.
Berlainan dengan Abdul Kadir Muhammad, H.M.N. Purwosutjipto,
mengartikan surat berharga tidak terbatas hanya sebagai alat pembayaran tetapi
lebih luas dari itu. Kemudian dia secara singkat mendefinisikan surat berharga
sebagai surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan H.M.N. Purwosutjipto diatas,
surat-surat dapat disebut sebagai berharga jika memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
B.
Kegunaan Surat Berharga
1.
Sebagai bukti tuntutan utang
2.
Pembawa hak, dan
3.
Dapat dengan mudah diperjual belikan.
1.
Surat Bukti Tuntutan Utang
Surat yang dimaksud disini adalah akta. Akta sendiri aadalah surat
yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. penandatanganan
akta itu terikat pada semua yang tercantum dalam akta tersebut. Jadi, akta itu
merupakan tanda bukti adanya perikatan (utang) dan si penandatangan.
2.
Pembawa Hak
Hak yang dimaksud disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada
debitur. Surat berharga itu “pembawa
hak”, yang berarti bahwa hak tersebut melekat pada kata surat berharga. Jika surat itu hilang
atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.
·
Haknya Bersiafat Objektif
Dengan mudahnya peralihan hak tanpa persetujuan pihak debitur maka
setiap pemegang surat itu akan memperoleh hak atas surat itu.
·
Legitimasi Formal
Legitimasi merupakan alat bukti diri dalam pergaulan hukum
masyarakat, berbeda dengan akta yang digunakan sebagai alat bukti dihadapan
pengadilan. Dalam pasal 1385 dan 1386 KUHPerdata bahwa legitimasi material
pembayaran harus dilaksanakan atau ditentukan kepada yang berhak sebenarnya
atau yang dikuasakan oleh UU atau ditentukan hakim. Sementara untuk mmelindungi
pemegang surat berharga, legitimasi formal berdasar Pasal 1977 ayat (1)
KUHPerdata, Pasal 108 KUHD mengenai wesel, Pasal 115 jo 196 dan 198 KUHD, dan
13 KUHPerdata, pembayaran oleh kreditur adalah sah yang dilakukan dengan
iktikad baik walaupun surat itu diambil oleh orang lain.
·
Debitor Tidak Mengetahui Siapa Kreditornya
Pengalihan hak dengan cara endosemen yang membubuhkan endosemen
secara tertulis dibalik surat itu. Surat tersebut kemudian diserahkan secara
fisik. Dengan demikian,berpindahnya hak milik atas pengganti tanpa surat
berharga berklausa atas pengganti tanpa keterlibatan atau sepengetahuan pihak
debitur.
·
Dapat Diperdagangkan
3. Mudah Diperjualbelikan
Surat berharga
mudah diperjualbelikan harus berklausul pengganti (aan order, to order)
atau atas pembawa (aan to onder to bearer). Surat berklausul pengganti
peralihan haknya cukup melalui endosemen, sedangkan surat yang berklausul atas
pembawa, peralihannya secara fisik (dari tangan ke tangan).
·
Mudah Dialihkan
Surat berharga selain sebagai sebagai alat bukti yang bersifat
sebagai surat lehitimasi. Surat berharga sebagai surat legitimasi bermakna
bahwa siapa yang menguasai surat berharga dapat menuntut haknya tanpa
memerlukan pembuktian lanjut kepada debitur surat berharga tersebut.
Berdasarkan perikatannya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1.
Surat-surat yang mempunyai sifat kebendaan, bertujuan untuk
penyerahan barang. Misalnya konosemen (Bill of Lading) dan ceel.
2.
Surat-Surat Tanda Keanggotaan (lidmaatschaps papieren).
Contohnya seperti surat saham.
3.
Surat-Surat Tagihan Hutang (schulvelderings papieren)
a)
Surat perintah pembayaran, misal cek dan wesel
b)
Surat kesanggupan membayar, misal surat prmes
c)
Surat pembebasan, misal kuitansi atas tunjuk yang diatur Pasal 229
f KUHD.
C.
Macam-macam Surat Berharga
Berdasarkan definisi itu UCC Section 3 – 104 menentukan macam-macam
surat berharga, yaitu:
1.
Promes (Promissory Note)
2.
Sertifikat deposito (Certificate of Deposit)
3.
Wesel (Draft)
4.
Cek (Check)
Selain surat berharga diatas masih ada penyebutan lain berdasar
artikel 3 UCC, dikenal surat berdasaekan artikel 8 UCC, yang menyangkut
instrumen investasi yang mencakup saham dan obligasi. Surat berharga
kepemilikan seperti warehouse dan Bill of Landing yang di atur
dalam artikel 7 UCC.
BAB II
ASURANSI
A.
Pengertian Dan Dasar Hukum Asuransi
Dalam masalah asuransi di Indonesia dikenal dua istilah yakni
pertanggungan dan asuransi sendiri, keduanya berasal dari bahasa belanda yakni verzekering
dan asurantie. Keduanya memakai rumusan pertanggungan atau asuransi (verzekering
of asuransi).
Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian dimana seorang penanggung denagn menikmati suatu premimengikatkan
dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya
dan kerugian karena kehilangan, kerusakan atau ketiadaan keuntungan yang
diharapkan, yang akan dideritanyan karena kejadian yang tidak pasti.
B.
Unsur-Unsur Asuransi
Dirumuskan dalam pasal 246 KUHD tersebut, dapat ditarik beberapa
unsur yang terdapat didalam asuransi, yakni:
1.
Ada dua pihak yang terkait dalam asuransi,l yakni penanggung dan
tertanggung
2.
Adanya peralihan resiko dan tertanggung kepada penaggung
3.
Adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung
4.
Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral,
evenement)
5.
Adanya unsur ganti rugi
apabila terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti.
C.
Jenis-Jenis Asuransi
Berdasarkan karakter perjanjian asuransi membagi asuransi dalam dua
golongan yakni:
1.
Asuransi Kerugian
2.
Asuransi Jumlah
Tujuan asuransi
kerugian (schade verzeking) adalah memberikan penggantian kerugian yang mungkin
timbul pada harta kekayaan tertanggung. Tujuan asuransi jumlah (sommen
verzekering, sum insurance) adalah untuk mendapatkan pembayaran sejumlah
uang tertentu, tidak tergantung pada persoalan apakah peristiwa yang tidak
pasti itu (evenement) menimbulkan
kerugian atau tidak.perbedaan antara keduanya terdapat pada pertanyaan
“Terhadap prestasi apakah penanggung mengikatkan dirinya?”.
Penggolongan
asuransi dapat digolongkan dalam peraturan yang diatur dalam pasal 247 KUHD
menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan antara mengenai pokok:
1.
Bahaya Kebakaran
2.
Bahay yang mengancam hasil pertanian
3.
Jiwa seorang atau lebih
4.
Bahaya-bahaya dilaut dan bahaya perbudakan
5.
Bahaya-bahaya pengangkutan didarat dan sungai serta pedalaman.
Sementra itu menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, didalam praktik
terdapat penggolongan besar asuransi sebagai berikut:
1.
Asuransi jiwa
2.
Asuransi pengangkutan laut (marine insurance)
3.
Asuransi kebakaran (fire insurance)
4.
Asuransi Varia
D.
Prinsip-Prinsip Asuransi Secara Umum
Perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian
yang mempunyai sifat khusus. Didalam buku-buku hukum asuransi Anglo Saxon secara
jelas disebutkan sebagai berikut:
a.
Perjanjian asuransi bersifat aletair (aletary)
Merupakan perjanjian yang prestasi penanggung masih harus
digantungkan pada suatu peristiwa yang belum pasti sedangkan prestasi
tertanggung sudah pasti.
b.
Perjanjian asuransi merupakan Perjanjian Bersyarat
Merupakan satu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan
terlaksana apabila syarat-syaratnya ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak
tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia
tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan, kecuali terpenuhi syaratnya.
c.
Perjanjian asuransi adalah Perjanjian Sepihak.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang
memberikan janji yakni hak penanggung.
d.
Perjanjian asuransi adalah Perjanjian yang bersifat Pribadi
Dimaksudkan bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian
perorangan secara pribadi, bukan bersifat kolektif.
e.
Perjanjian asuransi adalah Perjanjian yang melekat pada syarat
Penanggung
Didalam perjanjian asuransi hampir semua syarat dan isi perjanjian
ditentukan oleh penanggung sendiri. Isi perjanjian yang telah dituangkan dalam
polis termasuk perjanjian atau kontrak standar.
f.
Perjanjian asuransi adalah Perjanjian dengan syarat iktikad baik
yang sempurna
Sifat ini menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan
perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat dicapai dengan posisi
masing-masing pihak memiliki pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama
penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga bebas cacat
kehendak.
Untuk mendukung karakteristik sifat khusus perjanjian asuransi dan
untuk memelihara dan mempertahankan sistem perjanjian asuransi diperlukan
adanya kekuatan yang mengikat atau memaksa. Adapun prinsip-prinsip yang
terdapat dalam sistem hukum asuransi diantaranya adalah:
1.
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan
Tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan
akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti dan yang bersangkutan menderita
kerugian akibat peristiwa itu. Kepentingan inilah yang membedakan asuransi
dengan perjudian. Jika tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan
itu, maka asuransi menjadi perjudian atau pertaruhan. Prinsip ini dijabarkan
dalam Pasal 20 KUHD yang menyatakan:
“ Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri ,
atau seseorang untuk tanggungan siapa untuk diadakan pertanggungan oleh orang
lain, pada waktu diadakan pertanggungan tidak mempunyai kepentingan terhadap
benda yang dipertanggkan maka penanggung tidak berkewajiban mengganti
kerugian.”
2.
Prinsip Indemnitas
Melalui perjanjian asuransi penanggung memberikan suatu proteksi
kemungkinan kerugian ekonomi yang akan diderita tertanggung. Penanggung
memberikan proteksi dalam bentuk kesanggupan untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung yang mengalami kerugian karena peristiwa yang tidak pasti.
Menurut H. Gunanto, prinsip indemnitas tersirat dalam Pasal 246
KUHD yang memberi batasan perjanjian asuransi (yakni asuransi kerugian) sebagai
perjanjian yang bermaksud memberi penggantian kerugian, kerusakan atau
kehilangan (yaitu indemnitas) yang mungkin diderita tertanggung karena
menimpanya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak dapat
dipastikan.
3.
Asas Kejujuran Sempurna
Asas ini bermakna bahwa suatu pihak dalam perjanjian tidak wajib memberitahukan sesuatu yang ia
ketahui mengenai objek perjanjian kepada pihak lawannya. Pihak lawan harus
mewaspadai sendiri keadaan dan kualitas objek perjanjian, tetapi karena
sifatnya yang khusus, maka didalam perjanjian asuransi pihak tertanggung yang
memberikan segala keterangan mengenai resikonya.
Berkaitan dengan asas kejujuran sempurna ini, Pasal 251 KUHD
menyebutkan:
“ Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung betapapun iktikad baik
ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya penaggung telah
mengetahuikeadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan
syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya penanggungan.”
4.
Asas Subrogasi
Kerugian yang diderita seorang tertanggung akibat suatu peristiwa
yang tidak diharapkan terjadi, dilihat dari segi timbulnya kerugian tersebut,
ada dua kemungkinan bahwa tertanggung selain dapat menuntut kepada pihak ketiga
yang karena kesalahannya dapat menyebabkan terjadinya kerugian tersebut. dengan
demikian tertanggung mempunyai kesempatan untuk menuntut ganti rugi dari dua
sumber, yaitu dari pihak penanggung dan pihak ketiga.
Dalam hal ini pasal 284 menentukan:
“penanggung yang telah membayar kerugian dari suatu benda yang
dipertanggungkan mendapat semua hak-hak yang ada pada si tertanggung terhadap
orang ketiga mengenai kerugian , dan tertanggung bertanggungjawab untuk setiap
perbuatan yang mungkin dapat merugikan hak dari penanggung terhadap orang-orang
ketiga itu.”
Subrogasi menurut undang-undang hanya dapat berlaku apabila
terdapat dua faktor, yaitu:
a)
Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap tertanggung
juga mempunya hak terhadap pihak ketiga
b)
Hak-hak itu adalah karena timbulnya kerugian.
5.
Prinsip Kontribusi
Apabila seorang tertanggung menutup asuransi untuk benda yang sama
dan terhadap resiko yang sama kepada lebih seorang penanggung dalam polis yang
berlainan akan terjadi double insurance. Bilamana terjadi doble
insurance tersebut, maka masing-masing penanggung itu menurut timbangan dan
jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang
sebenarnyadari kerugian yang diderita tertanggung.
Dalam Pasal 278 KUHD, prinsip ini disimpulkan:
“ Bilaman dalam polis yang sama oleh berbagai penanggung, meskipun
pada hari-hari yang berlainan, dipertanggungkan untuk lebih dari harganya, maka
mereka menandatangani, hanya memikul harga sesungguhnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan yang sama berlaku, bilamana pada hari yang sama, mengenai benda yang
sama di dalam pertanggungan-pertanggungan yang berlainan.”
Asas kontribusi ini hanya berlaku dalam hal-hal sebagai berikut:
a)
Apabila polis-polis itu diadakan untuk resiko atau bahaya yang sama
yang menimbulkan kerugian itu.
b)
Polis-polis itu menutup kepentingan yang sama, dan tertanggung yang
sama, dan terhadap benda yang sama pula.
c)
Polis-polis itu masih berlaku pada saat terjadinya kerugian.
Salah satu persyaratan penting yang biasanya terdapat didlam aircraft
policy (dalam hal ini polis standar AVN 1A) pada persyaratan yang berlaku
untuk Section Paragraph 3 menentukan bahwa klaim tidak dapat dibayarkan untuk
kerugian-kerugian yang diatur dalam section 1, apabila tergantung telah
mengadakan asuransi lain tanpa sepengetahuan atau persetujuan penanggung.
Persyaratan semacam itu mengecualikan atau menghapus tanggung jawab penanggung terjadi
double insurance.
No comments:
Post a Comment