Refleksi Lembaga BAZNAS di
Indonesia
Revisi Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
“ Tatakelola Zakat Infaq
Shadaqoh”
Dosen Pengampu:
Dr. Miftakhul Huda, M. Ag.
Disusun Oleh:
Hanafi Hadi Susanto
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
2016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat sebagai rukun Islam merupakan
kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi
mereka yang berhak menerimanya.Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan
sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan
umum bagi seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan
bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan social, perlu adanya pengelolaan zakat
secara professional dan tanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan,
pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki, mustahiq dan pengelola zakat tentang
pengeloalaan zakat yang berasaskan iman dan taqwa.
Di Indonesia badan amil zakat sudah
dilembagakan yaitu dinamakan BAZNAZ. Sementara itu, terjadi perkembangan yang
menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru, yakni
dikeluarkannya Undang-undang yang berkaitan dengannya, yakni Undang-undang No.
38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA)
Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun.
Undang-undang tersebut menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan
kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja
yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya
maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
profil dari BASNAS?
2. Bagaiman
penghimpunan zakat oleh BAZNAS?
3. Bagaimana
pengelolaan dan pendistribusian dana zakat oleh BAZNAS?
4. Bagaimana
pendayagunaan dana BAZNAS Ponorogo?
PEMBAHASAN
A. Profil BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan
fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat
nasional.[1]
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagailembaga
yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS
dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS
bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang
berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi dan akuntabilitas.[2]
Selain menerima zakat, BAZNAS juga dapat
menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan
pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan
sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang
diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan
tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.[3] Struktur
kepengurusan BAZNAS saat ini yaitu:
Ketua
Umum : Prof. Dr. KH
Didin Hafidhuddin, M.Sc
Ketua
Bidang Program : Laksda (Purn) H.
Husein Ibrahim, MBA
Ketua
Bidang Jaringan : dr. H. Naharus Surur.
M. Ked.
Sekretaris
Umum : drh. Emmy Hamidiyah,
M.Si
Bendahara
Umum : Hj. Isye S. Latief
Kantor
pusat : Jl. Kebon Sirih
Raya No.57 Jakarta Pusat 10340
B. Penghimpunan Zakat oleh
BAZNAS
Menurut
Undang-Undang No.38 Tahun 1999 “tentang pengelolaan zakat”, Pasal 25:[5]
1. BAZ Nasional mengumpulkan zakat dari
muzakki pada instansi/lembaga pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan
luar negeri.
2. BAZ daerah provinsi mengumpulkan
zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta,
perusahaan-perusahaan dan dinas daerah provinsi.
3. BAZ daerah kabupaten/kota
mengumpulkan zakat dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta,
perusahaan-perusahaan, dan dinas daerah kabupaten/kota.
4. BAZ kecamatan mengumpulkan zakat
dari muzakki pada instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan
kecil dan pedagang serta pengusaha di pasar.
5. Unit pengumpul zakat di
desa/kelurahan mengumpulkan zakat termasuk zakat fitrah dari muzakki.
Penyaluran
atau pembayaran dana zakat kepada BAZ bisa dilakukan setiap bulan (setiap
gajian/panen) atau juga bisa dibayarkan setiap setahun sekali. Bisa dibayarkan
langsung pada kontor BAZ maupun lewat amil BAZnas. Amil BAZnal mendapatkan upah
diambilkan dari pengelolaan dana zakat itu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang ada.
C. Pengelolaan dan Pendistribusian Dana Zakat Oleh BAZNAS
Pengelolaan
zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.Oleh
karena itu untuk optimalisasi pendayagunaan zakat di perlukan pengelolaan zakat
oleh lembaga amil zakat yang profesional dan mampu mengelola zakat secara tepat
sasaran.[6]
Menurut
Didin Hafidudhin, pengelolaan zakat melalui lembaga amil didasarkan beberapa
pertimbangan. Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin
pembayaran zakat. Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahik
apabila berhadapan langsung untuk menerima haknya dari muzaki. Ketiga untuk
mencapai efisiensi, efektifitas dan sasaran yang tepat dalam menggunakan harta
zakat menurut skala proritas yang ada disuatu tempat misalnya apakah disalurkan
dalam bentuk konsumtif ataukah dalam bentuk produktif untuk mengingkatkan
kegiatan para usaha para mustahik. Keempat untuk memperlihatkan
syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami.
Sebaliknya jika penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para
muzakki, maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahik lainnya terhadap
orang-orang kaya tidak memperoleh jaminan yang pasti.[7]
Pada
prinsipnya pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan
berdasarkan persyaratan:[8]
1.
Hasil pendapatan dan penelitian kebenaran mustahik delapan
asnaf.
2.
Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi, dan sangat memerlukan bantuan.
3.
Medahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
Sedangkan
untuk pendayagunaan hasil pengumpulan zakat secara produktif dilakukan setelah
terpenuhinya poin-poin diatas. Disamping itu terdapat pula usaha nyata yang
berpeluang menguntungkan, dan mendapat persetujuan tertulis dari dewan
pertimbangan.
Adapun
prosedur pendayagunaan pengumpulan hasil zakat untuk produktif berdasarkan:[9]
a.
Melakukan studi kelayakan
b.
Menetapkan jenis usaha produktif
c.
Melakukan bimbingan dan penyuluhan
d.
Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan
e.
Mengadakan evaluasi
Sistem
pendistribusian zakat yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan
taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang sosial. Baik LAZ maupun BAZ
memiliki misi mewujudkan kesejahteraan masyarakan dan keadilan sosial.
Banyaknya BAZ dan LAZ yang lahir tentu akan mendorong penghimpunan dana zakat
masyarakat. Ini tentu baik karena semakin banyak dana zakat yang dihimpun,
makin banyak pula dana untuk kepentingan sosial.
Pendayagunaan
hasil pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam dua pola, yaitu pola produktif
dan pola konsumtif. Para amil zakat di harapkan mampu melakukan pembagian porsi
hasil pengumpulan zakat misalnya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat
produktif. Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik melalui pemberian
langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir miskin, panti
asuhan maupun tempat-tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada
masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara
produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan
gratis dalam bentu beasiswa, dan pelayanan kesehatan gratis.[10]
Berdasarkan
urain di atas untuk memaksimalkan dana BAZ dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain:
1. Meyakinkan masyarakat dengan
menjadikan lembaga zakat yang terpercaya. Salah satunya dengan akuntabilitas
yang transparan.
2. Membuat daftar wajib zakat dengan
bekerjasama dengan berbagai lembaga instansi.
3. Melakukan berbagai publikasi.
4. Menetapkan aturan terkait dengan
pengelolaan dana BAZ sekaligus konsekuensi atau sanksi bagi yang tidak
melakukan pembayaran
5. Adanya kepengurusan kementerian
tentang BAZ.
D. Refleksi dana zakat di BAZ Ponorogo
Berdasarkan teori dan hasil penelitian, menurut
kami apa yang dilakukanoleh Unit Pengumpul Zakat di Kemenag Ponorogo sudah
berjalan dengan baik, tetapi masih ada beberapa hal yang kurang. Dalam hal
menentukan siapa saja yang menjadi muzaki menurut kami sudah sesuai dengan
hukum Islam. Muzaki yang dipungut zakat adalah semua orang yang menjadi PNS
dibawah naungan Kemenag Ponorogo, yang secara umum sudah hidup berkecukupan dan
kriteria muzaki.
Pemotongan zakat 2,5% dari gaji bruto
tanpa dikurangi kebutuhan muzaki setiap hari. Sudah sesuai dengan pendapat
Yusuf Qardhawi yang menyatakan bahwa cara pengeluaran zakat bisa dilakukan
dengan dua cara. Bisa dikeluarkan setelah dipotong kebutuhan pokok, atau juga
langsung dipotong zakat tanpa dikurangi kebutuhan pokok. Dan dikeluarkan saat
menerima gaji setiap bulan, hal ini sesuai dengan qiyas terhadap zakat
pertanian yang dikeluarkan setiap panen.
Lembaga UPZ yang ada di kemenag belum
bisa menghimpun zakat profesi dari instansi lain, padahal UPZ adalah bagian
dari BAZ lembaga yang dibentuk pemerintah
yang seharusnya bisa menjangkau semua instansi pemerintahan. Pengumpulan
zakat di Kemenag Ponorogo masih bersifat himbauan yang belum bisa mengambil
zakat dari semua PNS yang ada di bawah lingkupnya. Pengambilan hanya berdasar
persetujuan muzakki atas kesadarannya sendiri.
KESIMPULAN
A. Sejarah BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan
fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat
nasional. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
B. Penghimpunan Zakat oleh
BAZNAS
Penghimpunan zakat yang dilakukan
oleh BAZ tercantum dalam Undang-Undang No.38 Tahun 1999 “tentang pengelolaan
zakat”, Pasal 25
C. Pengelolaan dan Pendistribusian Dana Zakat Oleh BAZNAS
Hasil
pengumpulan zakat dapat dikelola dalam dua pola yaitu, pola produktif dan pola
konsumtif. Begitu juga dalam pendistribusiannya. Akan tetapi dalam
pendistrisibusianya secara produktif disesuakan dengan beberapa syarat dan
pertimbangan.
Daftar Pustaka
Fahham,
A. Muchaddam. Paradigma Baru Pengelolaan Zakat Di Indonesia, Dalam Jurnal
Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No.19/I/P3di/Oktober/2011.
Http://Mega-Octaviany.Blogspot.Co.Id/2010/12/Mekanisme-Pengumpulan-Zakat.Html,
Diakses Senin 11 April 2016, 09:32 WIB
Https://Id.M.Wikipedia.Org/Wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional,
Diakses Sabtu 11 April 2016, 18:05 WIB
Intan,
IAIN Raden. Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin: Suatu Pendekatan
Operatif (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990), 56
Karim,
Adiwarman A Dan A. Azhar Syarief, Fenomena Unik
Di Balik Menjamurnya LAZ Dan BAZ Di Indonesia. Jurnal Pemikiran Dan
Gagasan, Vol. I, 2009.
Mubarok.
Abdullah, Penghimpunan Dana Zakat Nasional (Potensi, Realisasi Dan Peran
Penting Organisasi Pengelola Zakat) Vol . V No.2 Februari 2014.
Undang-Undang
Nomor 38. Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 21
Undang-Undang
Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
[1]
Abdullah Mubarok, Penghimpunan Dana Zakat Nasional (Potensi,
Realisasi Dan Peran Penting Organisasi Pengelola Zakat)( Vol . V No.2
Februari 2014), 7.
[2]
Adiwarman A Karim Dan A. Azhar Syarief, Fenomena Unik Di Balik Menjamurnya LAZ Dan BAZ Di
Indonesia. Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, Vol. I, 2009.
[3]
Ibid.,
[4]
Https://Id.M.Wikipedia.Org/Wiki/Badan_Amil_Zakat_Nasional, Diakses Sabtu 11 April 2016,
18:05 WIB
[5]
Undang-Undang Nomor 38. Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 21.
[6]
A. Muchaddam Fahham, Paradigma Baru Pengelolaan Zakat Di Indonesia,
Dalam Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol.III, No. 19/I/P3di/Oktober/2011.
[7]
Ibid.,
[8]
IAIN Raden Intan, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin: Suatu
Pendekatan Operatif (Lampung: IAIN Raden Intan, 1990), 56.
[9]
Undang-Undang Republic Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
[10] Http://Mega-Octaviany.Blogspot.Co.Id/2010/12/Mekanisme-Pengumpulan-Zakat.Html, Diakses Senin 11 April 2016,
09:32 WIB.
No comments:
Post a Comment