WADI`AH DALAM PERBANKAN SYARIAH
Widodo. 2016. Wadi`Ah Dalam Perbankan
Syariah. STAIN Ponorogo.
Kegiatan penghimpunan dana bank syari’ah
mempunyai beberapa produk, yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan,
Qardh atau pinjaman kebajikan, dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk
Deposito. Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a
yang berarti meninggalkan atau titip. Dilihat dari segi prakteknya ada
beberapa bentuk wadi`ah yaitu : Wadi`Ah Yad Al Amanah dan Wadi`Ah
Tad Adh-Dhamanah. Adapun barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti : (1) Harta
benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat
penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa
menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut, (2) Uang, jelas sebagaimana
yang telah kita lakukan pada umumnya, (3) Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet
giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll), (4) Barang berharga lainnya (surat
tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)
A.
Sekilas Tentang
Bank Syari`Ah
Sebelum
pemakalah mengungkapkan lebih jauh tentang apa isi bahan pemakalah kali ini
yaitu tentang WADI`AH, ada baiknya pemakalah mengupas sedikit tentang sejarah
berdirinya perbankan syari`ah sebagai tempatnya Wadi`ah sarana ummat islam
dalam pengimpestasian dananya sekaligus tempat penyimpanan dengan alasan
keamanan. Perbankan Syari`ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaisance Islam
modern yaitu NEOREVIVALIS dan MODERNIS. Tujuan utama dari pendirian
lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya kaum muslimin
untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al Qur`an
dan As Sunnah.
Bank
Syari’ah pertama kali muncul pada tahun 1963 sebagaipilot project dalam
bentuk bank tabungan pedesaan di kota kecil Mit Ghamr, Mesir. Percobaan
berikutnya terjadi di Pakistan pada tahun 1965 dalam bentuk koperasi.
Upaya
awal penerapan sistem profit dan los sharing (dalam
perbankan syari1ah) adalah yang pertama di Pakistan pada awal
bulan Juli tahun 1979. Tahun 1979-1980 Pakistan mensosialisasikan skema
pinjam tanpa bunga kepada Petani dan Nelayan. Tahun 1981 mulai beroperasi
7000 cabang Bank Komersial Nasional dengan menggunakan sistem syari`ah, dan
pada awal tahun 1985 seluruh Perbankan konvensional Pakistan di konversi dengan
peraturan baru yaitu Sistem Perbankan Syari`ah.
Di Asia Tenggara sistem perbankan Syari`ah dipelopori olehMalaysia dengan BIMB (Bank Islam Malaysia Berhad), berdiri tahun 1983 dan akhir tahun 1999 BIMB memiliki +-70 cabang di Malaysia. Sebelumnya telah dirintis perbankan syari`ah pada dekade 1960 dan beroperasi sebagai RURAL SOCIAL BANK dengan nama MIT GHAMR BANK oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar, walaupun kecil namun telah mampu memicu para menlu Negara-negara Islam khususnya anggota OKI untuk melakukan hal yang sama dan telah terjadi beberapa pertemuan, diawali di Pakistan Desember 1970. Di Benghaji Libya Maret 1973 kembali diagendakan pada sidang menlu Oki yang khusus menangani ekonomi dan keuangan, didukung lagi oleh negara-negara Islam penghasil minyak yang mengadakan pertemuan di Jeddah Juli 1973.
Di Asia Tenggara sistem perbankan Syari`ah dipelopori olehMalaysia dengan BIMB (Bank Islam Malaysia Berhad), berdiri tahun 1983 dan akhir tahun 1999 BIMB memiliki +-70 cabang di Malaysia. Sebelumnya telah dirintis perbankan syari`ah pada dekade 1960 dan beroperasi sebagai RURAL SOCIAL BANK dengan nama MIT GHAMR BANK oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar, walaupun kecil namun telah mampu memicu para menlu Negara-negara Islam khususnya anggota OKI untuk melakukan hal yang sama dan telah terjadi beberapa pertemuan, diawali di Pakistan Desember 1970. Di Benghaji Libya Maret 1973 kembali diagendakan pada sidang menlu Oki yang khusus menangani ekonomi dan keuangan, didukung lagi oleh negara-negara Islam penghasil minyak yang mengadakan pertemuan di Jeddah Juli 1973.
Bulan
Mei 1974 Negara-negara Islam dan negara OKI kembali mengadakan pertemuan
tentang Bank Pembangunan Islam atau Islamic Depelopment dan telah-sampai pada
penetapan AD/ARTnya, akhirnya di Jeddah 1975 oleh sidang Mentri Keuangan OKI
menyetujui pendirian Bank Pembangunan Islamic (Islamic Developmen Bank (IDB)
dengan anggota, semua anggota OKI dengan modal awal Rp 2 Miliar Dinar Islam.
Perkembangan
Bank Syari`ah di negara Arab dan di Malaysia sangat berpengaruh ke
Indonesia. Awal periode1980-an, mulailah dilakukan diskusi oleh
tokoh-tokoh seperti : Karnaen, A. Perwataadmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M.
Saefuddin, M. Amien Azis dan dilakukan uji coba dalam bentuk bank dengan
mendirikan BAITUT TAMWIL SALMAN di Bandung dan bentuk koperasi didirikan koperasi
RIDHO GUSTI di Jakarta.
Tahun
1990 diadakan pembahasan lebih khusus tentang bank syari`ah oleh MUI di Cisarua
Bogor Jawa Barat dan dilanjutkan pada Munas Mui ke IV di Hotel Sahid Jaya
Jakarta tanggal 22 – 25 Agustus 1990 dengan hasil membentuk tim untuk
mendirikan Bank Islam Indonesia. Tanggal 1 November 1991 ditanda tanganilah
akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dengan saham 84 miliar rupiah.
1 Mei 1991 Bank Muamalat Indonesia beroperasi setelah Presiden menambah saham
Bank Muamalat Indonesia menjadi Rp 106 126 382 000,00 diwaktu acara
silaturrahmi tanggal 3 November 1991 di Bogor. Semenjak beroperasinya
hingga September 1999 BMI telah memiliki 45 Autlet yang tersebar di Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makasar. Bank Syari`ah
Mandiri (BSM) adalah bank milik pemerintah yang pertama kali menerapkan
landasan operasionalnya dengan landasan syari`ah. Itu dilakukan setelah
bergulirnya masa reformasi dan telah dikeluarkannya UU. No. 10 Thn 1998 tentang
landasan hukum dan jenis usaha. Ada beberapa jenis prodak bank syari`h
pada waktu itu yang disosialisasikan namun yang paling menonjol adalah Wadi`ah
dan Mudharobah. Jadi yang akan dibahas pemakalah pada makalah ini adalah
WADI`AH (Depository)
B.
PENGERTIAN
WADIAH
Sebelum
penulis melanjutkan pembahasan tentang pengertian wadi’ah, perlu disampaikan
bahwa kegiatan penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai beberapa produk,
yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman
kebajikan, dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Akan tetapi
karena terbatasnya waktu, pada kesempatan ini penulis hanya mengulas tentang
wadi’ah.
Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama pikih berbeda pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila sipenerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar menitip.
Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama pikih berbeda pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila sipenerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar menitip.
Pengertian
wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari satu pihak
kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja sipenitip mengkehendaki.
Menurut
Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang
mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.
C.
DASAR HUKUM
Wadi`ah
diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
…..”
Kemudian dalam
Suroh Al Baqarah : 283 :
“………….
akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; …”.
Dalam Al-Hadits
lebih lanjut yaitu :
Dari Abu
Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah
(titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat
kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
Kemudian,
dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan
iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada
bersuci.” (H.R THABRANI)
Dan
diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung jawab)
titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya
kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk
menyerahkannya kepada yang berhak.”
Dalam
dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh ulama Islam
sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi Al Wadi`ah
karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
·
Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami
wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa Syarh Kabir Li Ibni
Qudhamah danMubsuth Li Imam Sarakhsy.
·
Dr. Hasan Abdullah Amin dalam al
Wada`i al Masharifah an Maqdiyah wa Istitsmariha fi al Islam hal.
23 – 31
·
SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari
Teori ke Praktek(Jakarta GIP 2001) hal 35.
Kemudian
berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000,
menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip Mudharabahdan Wadi’ah.
Demikian
juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No:
02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan
yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah
D. BATASAN DAN JENIS WADI`AH
Transaksi
wadi`ah termasuk akad Wakalah (diwakilkan) yaitu penitip aset (barang/jasa)
mewakilkan kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak diperbolehkan
untuk memanfaatkan barang/uang tersebut untuk keperluan pribadi baik konsumtif
maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu masih
milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk
wadi`ah yaitu :
1.
WADI`AH YAD AL AMANAH
Adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan penggunakan
barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian
yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor diluar
batas kemampuannya. Hadis Rasulullah :
“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta
dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang
tidak lalai terhadap titipan tersebut.” Ada lagi dalil yang menegaskan bahwa
Wadi`ah adalah Akad Amanah (tidak ada jaminan) adalah :
·
Amr Bin Syua`ib meriwayatkan dari bapaknya,
dari kakeknya, bahwa Nabi SAW bersabda: “Penerima titipan itu tidak menjamin”.
·
Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan
bertentangan dengan amanat.
·
Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut
tanpa ada imbalan (tabarru)
2.
WADI`AH TAD ADH-DHAMANAH
Adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin
pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
Sesuai dengan
hadis Rasulullah SAW:
“Diriwayatkan
dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk
meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur
sekitar dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan
Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie
kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan
tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun.
Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu
adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM)
Wadi`ah dalam
presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-qardh yaitu
pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar dengan
sejenisnya. Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan
sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi.
Keduanya sama-sama akad tabarruyang jadi perbedaan terdapat pada
orang yang terlibat didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`,
sedangkan dalam al-qardh pemberi jasa adalah muqridh (pemberi pinjaman).
D.
JENIS BARANG
YANG DI WADI`AHKAN
Dalam
kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional
kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi
sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti :
1.
Harta benda, yaitu biasanya harta yang
bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety
Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam
kotak tersebut.
2.
Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan
pada umumnya.
3.
Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat
perjanjian Mudhorobah dll)
4.
Barang berharga lainnya (surat tanah, surat
wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)
F. RUKUN WADI`AH
Rukun
wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang
menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :
1.
Barang/Uang yang di Wadi`ahkan dalam keadaan
jelas dan baik.
2.
Ada Muwaddi` yang bertindak sebagai pemilik
barang/uang sekaligus yang menitipkannya/menyerahkan.
3.
Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima
simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian.
4.
Kemudian diakhiri dengan Ijab Qabul (Sighat),
dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku tanda
bukti penyimpanan.
Dalam
perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu tidak
berjalan/terjadi/sah.
G. BATASAN-BATASAN DALAM MENJAGA WADI`AH
(TITIPAN)
Standar
batasan-batasan dalam menjaga barang titipan biasanya disesuaikan dengan jenis
akadnya dan sebelum akad diikrarkan batasan-batasan ini harus diperjelas
seperti al-wadi`ah bighar al- `ajr (wadi`ah tanpa jasa) yaitu
wadi` tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang yang yang bukan karena
kelalaiannya dan ia harus menjaga barang tersebut sebagaimana barangnya
sendiri. Al-wadi`ah bi `ajr (wadi`ah dengan jasa) ialah
wadi` hanya menjaga barang titipan sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa harus
melakukanseperti halnya tradisi masyarakat.
Kecerobohan/kelalaian (tagshir)
dari pihak penerima titipan itu biasa terjadi dan sering terjadi. Adapun
kelalaian itu banyak ragamnya namun yang biasa terjadi ialah menjaga titipan
tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh mudi`. Ini biasa terjadi pada
wadi`ah bi `ajr, namun bila wadi` lalai dari yang diamanatkan maka wadi`
harusbertangggung jawab terhadap segala kerusakan barang titipan tadi.
Kesalahan yang lain membawa barang titipan bepergian (safar) tanpa
ada sebelumnya pembolehan dari mudi`, maka wadi` harus bertanggung jawab atas
kehilangan barang tersebut, dalam hal ini wadi`sedang tidak bepergian.
Apabila wadi` menerima wadi`ah sedang ia dalam bepergian maka wadi` sudah
bertanggung jawab terhadap barang tersebut selama ia dalam perjalanan sampai ia
pulang. Seterusnya kesalahan yang lain adalah menitipkan wadi`ah kepada
orang lain yang bukan karena udzur, tidak melindungi barang titipan dari
hal-hal yang merusak atau hilang maka penerima titipan harus mengganti dengan
yang sejenis atau sama nilainya (qima)
Ta`adli hampir
sama dengan taqshir bedanya ialah taqshir adalah kelalaian
penerima titipan karena ia tidak mematuhi akad wadi`ah sedangkan ta`addli
adalah setiap perilaku yang bertentangan dengan penjagaan barang, diantara
bentuk taqshir ialah menghilangkan barang dengan sengaja, memanfaatkan barang
titipan (mengkonsumsi, menyewakan, meminjamkan dan menginvestasikan)
H. APLIKASI DALAM PERBANKAN
Keynes
mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang karena : Transaksi, Cadangan dan
Investasi, sehingga perbankan menyesuaikannya dengan giro, deposito dan
tabungan. Sementara itu pada bank syariah dalam penghimpunan dananya
selain bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah
(tabungan) namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro
ada yang seperti deposito. Dilihat dari sunber modal yang terbesar
selain modal dasar tadi maka wadi`ah dapat dibagi kedalam, Wadi`ah
Jariyah/Tahta Thalab dan Wadi`ah Iddikhariyah/Al Taufir keduanya
termasuk kedalam TITIPAN yang sifatnya biasa.
Menurut
Antonio kedua simpanan ini mempunyai karakteristik yakni harta/uang yang
dititipkan boleh dimanfaatkan, pihak bank boleh memberikan imbalan berdasarkan kewenangan
menajemennya tanpa ada perjanjian sebelumnya dan simpanan ini dalam perbankan
dapat disamakan dengan giro dan tabungan
Wadi`ah
Istitsmariyah (TITIPAN INVESTASI), seperti halnya wadi`ah yang terbagi
atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga
yaitu : General Investment(investasi umum) dan Special
Investment (investasi khusus).
Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada Shahib Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.
Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada Shahib Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.
Sesuai
dengan pembagian wadi’ah di atas, maka wadi’ah yad al- amanah,
pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau
barang yang ditipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman.
Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya
penitipan. Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari
titipannya, bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi
pihak perbankan. Sehingga skemanya sebagai berikut:[1]
Adapun
wadi’ah dalam bentuk yad adh-dhamanahpihak bank dapat memanfaatkan
danmenggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan yang dihasilkan dari
dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah penanggung
seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan
mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya. Tapi walaupun demikian
pihak si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak
dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan
sebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam nominal persentase
secara advance.
Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000,
yang menyatakan bahwa ketentuan umum Giro berdasarkan Wadi’ah ialah:
1.
Bersifat titipan,
2.
Titipan bisa diambil kapan saja (on call),
dan
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali
dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari
pihak bank.
Demikian
juga dalam bentuk tabungan, bahwa ketentuan umum tabungan berdasarkan Wadi’ah
adalah
1.
Bersifat simpanan,
2.
Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau
berdasarkan kesepakatan,
3.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali
dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari
pihak bank.(lihat Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000.)
Tetapi
dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil mengombinasikan prinsip al-wadi’ah dengan
prinsip al-mudharabah. Akibatnya pihak bank dapat menetapkan
besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan menetapkan persentase.
Aplikasinya dapat dilihat dalam skema berikut ini: [2]
Aplikasinya dapat dilihat dalam skema berikut ini: [2]
I. PENUTUP
Dari
hasil uraian pemakalah ini pembaca diharapakan dapat mengerti dan memahami apa
itu bank syari`ah, bagaimana proses pelaksanaannya, produk apa saja yang
ditawarkannya dan yang paling terpenting bahwasanya kehadiran perbankan syariah
adalah untuk membersihkan penyimpanan maupun penginvestasian dana masyarakat
sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, sehingga
kita dapatkan apa yang telah Allah janjikan kelak diyaumil akhir dan terlepas
dari azab siksa kubur dan api neraka naujubillahi minzalik.
Memang
kita sadari dalam prakteknya sehari-hari ditengah-tengah masyarakat kita yang
selama ini terbiasa dengan yang namanya royalti sehingga dalam penyimpanan dan
penginvestasian selalu memandang besar kecilnya suku bunga suatu Bank tanpa
memperhatikan kemaslahatannya terhadap diri dan keluarganya. Namun bagi
kita yang mempunyai jiwa mujahid dan mujahidah tidak perlu berkecil hati terus
berusaha dan berusaha membertikan penerangan dan pengertian bagi
saudara-saudara kita yang belum mengerti dan paham setidak-tidaknya kita telah
memulainya dari diri kita masing-masing. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer, Jakrta: Renaisan, 2005.
____________, Cara Mudah Memahami Akad-akad
Syari’ah, Jakarta: Renaisan, 2005
Rivai, Veithzal, dkk.,Bank and Financial
Institution Management Conventional & Sharia Syistem, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007
Shalahuddin Lc, dkk., Produk-produk Jasa Bank
Islam Teori dan Praktek, Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Islam, 2004
No comments:
Post a Comment